Perdagangan Bayi Marak, Harus Apa?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Rizki Ika Sahana
(Aktivis Muslimah)

CemerlangMedia.Com — Perdagangan bayi kembali menjadi perbincangan hangat. Terbongkarnya sindikat jual beli bayi di Kota Bekasi beberapa waktu lalu oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menjadi bukti bahwa perdagangan orang (bayi) masih terus terjadi. Tak tanggung-tanggung, menurut Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhandani Rahardjo Puro, sindikat tersebut teridentifikasi sudah melakukan jual beli puluhan bayi sejak akhir 2022 (Republika.co.id, 27-6-2023). Subhanallah!

Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan manusia. Apakah itu kemiskinan atas ketidakmampuan ekonomi, kurangnya kesadaran orang tua dan keluarga terhadap hak dan perlindungan anak, juga keengganan memiliki dan mengasuh anak akibat terpengaruh gaya hidup serba bebas. Semua faktor di atas muncul bukan semata karena problem individual, melainkan karena penerapan sistem rusak kapitalisme.

Kapitalisme nyata telah menyuburkan kemiskinan dengan sistem ekonominya yang senantiasa berpihak kepada para kapitalis dibanding masyarakat luas. Sistem ini memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada para pemilik modal untuk mengembangkan kepemilikannya hingga menguasai berbagai sektor yang menjadi hajat hidup orang banyak, seraya mengabaikan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar masyarakat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, air bersih, dan listrik.

Sistem ini juga mengalihkan manusia dari kesadaran peran sebagai orang tua dan keluarga dalam memenuhi hak-hak anak sekaligus melindungi mereka. Orang tua disibukkan oleh hiruk-pikuk kehidupan yang terus menuntut pemenuhan secara finansial. Mereka juga terbelenggu mindset bahagia yang identik dengan kemewahan dan hidup serba ada. Mereka pada akhirnya hanya fokus pada upaya pemenuhan kebutuhan anak yang bersifaf materialistis dibanding memenuhi kebutuhan non materi seperti cinta dan kasih sayang, edukasi, spiritual, perlindungan terhadap akidah, dan seterusnya.

Tak berhenti di situ, kapitalisme pun menyebarkan racun-racun liberalisme (ide kebebasan) ke seluruh penjuru negeri, sehingga para ibu dan orang tua rela melepaskan buah hatinya demi meraih kesenangan dan kebahagiaan semu. Atas nama kebahagiaan misalnya, para ibu dan orang tua bebas punya mindset sendiri tentang anak, bebas berbuat apa saja atas diri anak-anak mereka, bebas bertindak tanpa melihat halal-haram, padahal mereka muslim. Akhirnya, ibu-ibu muda enggan mengasuh bayi mereka, menyerahkannya begitu saja kepada para nenek, day care, atau kepada orang lain sekalipun, dengan alasan kemapanan, kebahagiaan, dan karir. Peran sebagai ibu dan pendidik generasi dianggap remeh dan dipandang rendahan karena tak menghasilkan materi.

Di sisi lain, hukum yang adil dan membuat jera lagi memberi efek preventif nyatanya hanya angan. Beragam kasus hukum di berbagai level peradilan sudah cukup menjadi bukti betapa hukum hari ini sangat memihak dan mudah dijual-beli.

Pertanyaannya, bagaimana menyelesaikan problem perdagangan bayi ini?
Dalam Islam, standar perbuatan manusia adalah hukum syariat, bukan kebebasan dan manfaat. Jual beli juga harus jelas rukun dan syaratnya serta sesuai dengan syariat. Maka, jual beli manusia adalah haram karena tidak sesuai dengan rukun dan syarat jual beli yang Allah tentukan. Kalaupun suatu keluarga ingin mengadopsi seorang anak, maka ada aturan main yang mesti dipenuhi. Anak harus tahu keluarga asalnya (orang tua asli), komunikasi tetap harus terjaga antara orang tua dengan anak (tidak lost contact), orang tua asuh tetap menjaga aurat di depan anak yang diadopsi (bila tidak menjadi ibu susu), dan sebagainya.

Islam juga memiliki mekanisme distribusi kekayaan yang komprehensif, solutif, juga adil. Islam menyalurkan harta kekayaan secara menyeluruh, tidak memihak siapapun, apalagi hanya memihak kaum kapitalis. Islam mewajibkan negara mengelola sumber daya alam secara mandiri sehingga sumber pendapatan negara beragam lagi melimpah jumlahnya. Dengan itu, negara akan mampu menjamin kebutuhan pokok rakyat sehingga kemiskinan dapat ditekan bahkan dihilangkan.

Berikutnya, angka kriminalitas, termasuk jual beli bayi bisa diminimalkan hingga dilenyapkan. Tidak ada alasan bagi orang tua, keluarga, juga masyarakat, yang terlibat dalam jual beli anak untuk adopsi atau semacamnya, semata karena faktor ekonomi. Ditambah, jual beli anak (bayi) akan mendapat sanksi hukum yang tegas dan setimpal sesuai perbuatannya. Alhasil, akan membuat jera pelakunya dan mencegah berulangnya kasus yang sama.

Demikianlah, Islam memberikan metode preventif dan kuratif yang efektif dalam menyelesaikan kasus perdagangan anak secara tuntas. Ini hanya dan hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara kafah di seluruh aspek kehidupan (politik, ekonomi, sosial), bukan diambil sebagian, dalam aspek ibadah saja misalnya. Wallahu a’lam.[] [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *