Oleh. Radayu Irawan, S.Pt.
CemerlangMedia.Com — Anak adalah dambaan masa depan keluarga dan bangsa. Oleh karenanya anak disekolahkan agar mendapatkan pendidikan yang kompeten serta dapat bersosialisasi dengan teman-temannya. Namun, apa yang hendak dikata. Saat nyawa anak hilang akibat di keroyok kakak kelasnya. Tentu harapan-harapan indah keluarga dan bangsa pun pupus.
Demikianlah yang dirasakan keluarga MHD (9), bocah kelas 2 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar). Ia meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya.
Setelah mengalami kritis selama tiga hari, korban pun dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (20/5/2023). Berdasarkan keterangan dokter, korban mengalami luka pada bagian organ dalamnya. Hasil visum korban mengalami luka pecah pembuluh darah, dada retak, dan tulang punggung retak. (Kompas, 20/05/23)
Pengeroyokan, bullying (perundungan) yang dialami korban, bukanlah kasus yang pertama kali terjadi di negeri ini. Belum sembuh luka David yang menjadi korban Mario, sudah banyak kasus-kasus lain bermunculan. Hingga sampai pada kasus yang dialami MHD. Ada apa dengan negeri ini? Bagaimana nasib negeri ini jika generasi penerus banyak yang berperilaku sadis?
Buah Penerapan Sistem Kapitalis
Sungguh, kelakuan anak-anak yang kian hari kian sadis tentu bukan lahir tiba-tiba begitu saja. Melainkan melalui proses demi proses.
Anak-anak rasanya tidak mungkin tega melakukan hal sadis, jikalau tidak ada contohnya. Masa kini, tindakan sadis seperti ini bagaikan sesuatu yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Berbagai situs di internet bebas di akses oleh siapa saja, termasuk anak-anak yang belum memiliki filter terhadap hal-hal buruk. Diperparah dengan berbagai game yang mereka mainkan, tidak sedikit yang mengandung tindakan-tindakan sadis lagi bengis.
Kurikulum di sekolah pun belum mampu melahirkan anak-anak yang memiliki budi luhur dengan kepribadian Islam. Orientasi penilaian dalam pendidikan tidak lebih dari meraih materi. Seringkali nilai ijazah adalah hal yang nomor satu tanpa mempertimbangkan apakah anak telah menjadi orang yang beriman dan bertakwa.
Belum lagi peran orang tua sangat minim dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua disibukkan untuk mencari sesuap nasi, bahkan ibu pun yang seyogianya menjadi sekolah pertama bagi anak-anak nya, harus rela membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Itupun kadangkala belum cukup untuk sekadar mendapatkan kehidupan yang layak.
Kesemuanya itu merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Jika ditelisik satu demi satu, akan kita dapati bahwa semua ini merupakan buah dari penerapan sistem kapitalis.
Pemerintah seharusnya dapat memblokir semua situs ataupun game sadis yang ada di internet. Tindakan tersebut tidak mungkin bisa dilakukan karena dari situs-situs tersebut ada pundi-pundi rupiah yang masuk ke kantong segelintir orang ataupun para kapitalis, bahkan diduga ke beberapa elit dari pemerintah sendiri.
Dari segi penerapan kurikulum dalam sistem pendidikan kapitalis. Bisa kita saksikan bersama, bagaimana penerapannya. Apakah melahirkan orang yang beriman dan bertakwa? Sangat tidak mungkin dapat diraih karena tidak akan mungkin bisa lahir orang-orang yang beriman dan bertakwa jika asasnya dari sistem kapitalis sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Mungkinkah akan lahir orang-orang berakhlak mulia jika hidupnya jauh dari aturan agama?
Dari aspek peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya terkait dengan sistem ekonomi yang berlaku di negeri ini. Fitrah seorang ibu adalah ingin tetap berada selalu di samping anak sehingga bisa terus mendidiknya. Namun, karena faktor ekonomi, maka seorang ibu harus melawan fitrah tersebut dengan bekerja di luar rumah. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme hari ini, membuat ibu terpaksa bekerja.
Kembali kepada Islam Kafah
Islam adalah agama sekaligus ideologi. Islam bukan sekadar mengatur antara hubungan manusia dengan penciptanya, melainkan juga mengatur hubungan dengan dirinya sendiri dan juga mengatur hubungan dengan sesama manusia.
Islam juga memiliki tata kelola dan aturan dalam setiap sendi kehidupan. Termasuk dalam menangkal bahkan membasmi segala tindakan-tindakan yang sadis seperti saat ini. Namun, Islam tidak dapat tegak hanya dengan memilah-milih sistem mana yang hendak diterapkan. Melainkan harus diterapkan secara keseluruhan (kafah). Hal ini juga bersesuaian dalam QS Al-Baqarah ayat 208 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kafah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sungguh ia telah menjadi musuh yang nyata bagimu.”
Atas dasar dalil di atas, jelas bahwa kita wajib untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Maka, semua aturan yang ada dalam Islam wajib untuk ditegakkan dalam bingkai negara. Bukan hanya mengambil sistem ekonomi Islam saja. Melainkan harus semua sistem Islam.
Dalam menyelesaikan perilaku sadis pada anak-anak, setidaknya ada beberapa proses yang ditempuh, yaitu sebagai berikut,
Pertama, dalam penerapan Islam kafah. Setiap individu termasuk anak-anak akan difasilitasi, disokong, didukung dan dibina oleh negara agar memiliki keimanan yang kokoh. Keimanan yang kokoh, insyaallah akan bisa menjadi pelindung untuk tidak akan berperilaku sadis. Individu yang memiliki pemahaman Islam yang benar akan menjaga dirinya dari perbuatan tercela. Karena memahami konsekuensi sebagai hamba Allah, adalah taat kepada seluruh aturan Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya.
Kedua, penerapan sistem pendidikan Islam yang akan mencetak orang-orang berkepribadian Islam dan berakhlak mulia secara menyeluruh. Karena indikator yang hendak dicapai dalam penerapan sistem pendidikan Islam adalah untuk menggapai rida Allah, standar hukum yang digunakan adalah halal haram. Landasan kurikulum yang digunakan adalah akidah Islam. Oleh karenanya, sejak anak-anak mereka senantiasa dididik dalam nuansa ketakwaan melalui sekolah. Melalui pendidikan Islam, individu-individu yang dilahirkan tidak akan berkeinginan ataupun berinisiatif untuk melakukan tindakan sadis.
Ketiga, negara juga akan melaksanakan perannya untuk mengontrol media dan informasi. Tidak akan ada peluang konten-konten sadis, kekerasan, pornografi dan konten-konten yang tidak bermanfaat lainnya.
Keempat, pola asuh orang tua yang berlandaskan akidah Islam. Di dalam sistem Islam, ibu difokuskan untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya dan tinggal di rumahnya. Oleh karenanya, anak akan merasakan kasih sayang penuh dari orang tuanya. Ketika anak merasa sudah cukup mendapat kasih sayang dan perhatian, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi yang bersahaja, peduli terhadap orang lain, serta tidak mudah untuk mencela ataupun membully teman-temannya.
Kelima, penerapan sistem pergaulan Islam. Aktifnya aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Jika ada anak-anak yang melakukan bullying (perundungan), teman-teman lain akan melerai atau melaporkan kepada orang tua, guru, dan siapapun yang bisa menghentikan perilaku tersebut, karena mereka sudah terbiasa hidup dalam masyarakat yang peduli. Dengan begitu anak-anak bahkan orang dewasa tidak akan tega atau berani melakukan perilaku sadis tersebut. Wallahua’lam. [CM/NA]