Oleh. Nurseha Sapri, S.Pd.
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Indonesia darurat kekerasan seksual. Menurut data yang dikumpulkan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa sejak 5 bulan di 2023 sudah terjadi 22 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan dengan jumlah korban mencapai 202 anak atau peserta didik. Terlebih lagi data yang tercatat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melaporkan kekerasan seksual di semua jenjang pendidikan masih terus terjadi, 27% terjadi di satuan perguruan tinggi (Media Indonesia, 4-6-2023).
Data kekerasan seksual yang dirilis Tirto.id, menunjukkan bahwa perguruan tinggi menduduki posisi tertinggi, yaitu 27%. Berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota dan diinfomasikan kembali dalam paparan Kemendikbud bahwa 89% korban kekerasan seksual adalah perempuan, laki-laki hanya 4%. Sementara berdasarkan survey Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Tinggi menunjukkan bahwa 77% dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.
Solusi Parsial Kapitalisme Mengatasi Kekerasan Seksual
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terus meningkat dari tahun ke tahun mendorong Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar Episode 25 yang berisi tentang Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP). Permendikbudristek ini disahkan sebagai payung hukum untuk seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan. peraturan ini lahir bertujuan untuk membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi, mencakup kekerasan dalam bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban secara tegas. Terutama untuk menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi agar peserta didik dapat melakukan aktivitas pendidikan secara aman, nyaman, dan merdeka (Kompas.com, 08-08-2023).
Permendikbudristek PPKSP Nomor 46 Tahun 2023 merupakan revisi dari permen PPKS Nomor 30 Tahun 2021 yang dianggap belum berhasil mengurangi permasalahan kekerasan seksual. Banyak pro dan kontra yang menyatakan bahwa permen ini justru melegalkan seks bebas, permen ini juga dianggap mengadopsi RUU P-KS Nomor 12 Tahun 2016 yang melegalkan perzinaan. Belum lagi disebutkan definisi mengenai sexual consent (persetujuan melakukan) sehingga aktivitas seksual disebut kekerasan seksual jika tidak mendapat persetujuan korban. Inilah yang mengindikasikan bahwa permen PPKS justru melegalkan seks bebas dan perzinaan. Karenanya alasan Pak Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Permendikbudristek PPKSP untuk menghilangkan area abu-abu terkait definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta diskriminasi dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan serta memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.
Berganti-gantinya peraturan dalam menangani kekerasan seksual bukan menjadikan kekerasan seksual tersebut berkurang, tetapi makin meningkat baik secara angka maupun kualitas. Hal ini menunjukkan bahwa sekularisme terbukti gagal dalam menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual. Peraturan-peraturan yang dibuat hanya bersifat parsial dan tidak menyentuh pada akar persoalan sehingga aturan-aturan yang dilahirkan hanya sebatas tambal sulam.
Kapitalisme Sekularisme Penyebab Kekerasaan Seksual di Lingkungan Pendidikan
Perempuan dalam kacamata kapitalisme dipandang sebagai objek/pajangan. Dalam sisi ekonomi, perempuan dijadikan komoditas perdagangan. Penampilan dan kecantikan perempuan diperjualbelikan melalui iklan-iklan produk barang karena dianggap memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini wajar karena asas dari sistem kapitalisme adalah asas manfaat, segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat menghasilkan keuntungan besar menjadi halal untuk dilakukan, tidak peduli apakah dapat merusak perempuan atau tidak. Faktor ekonomi juga menjadi pemicu terjadinya tindakan kekerasan seksual karena tuntutan ekonomi memaksa perempuan melalaikan fungsinya sebagai ibu yang memberikan pendampingan dan kontrol terhadap anak-anaknya. Dalam ranah pendidikan, pakaian siswa diatur tidak boleh menggunakan seragam yang memiliki kekhususan pada agama tertentu sehingga bagi siswi bebas menentukan apakah berpakaian menutup aurat atau tidak dan sekolah tidak bisa memaksa murid-muridnya untuk berpakaian yang menutup auratnya guna menjaga dirinya dari kekerasan seksual.
Media sosial juga menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan seksual, derasnya akses pornografi yang tidak bisa dicegah membuka ruang bagi remaja bahkan anak-anak. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari orang tua dalam menggunakan media sosial menjadikan anak rentan terpapar kasus kekerasan seksual. Sementara itu, solusi kapitalisme dalam menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual hanya fokus pada persoalan seksualitas saja, tidak melihatnya secara menyeluruh/holistic. Padahal persoalan kekerasan seksual muncul dari berbagai faktor, yaitu faktor ekonomi yang kapitalistik, faktor pendidikan yang memiliki paradigma materialistik, faktor sosial yang individualistik, faktor politik yang opurtunistik, faktor agama yang sinkretistik, faktor informasi, dan lain sebagainya. Cara pandang kapitalisme inilah yang melahirkan banyak persoalan-persoalan kehidupan, tidak hanya masalah kekerasan seksual, tetapi banyak permasalahan-permasalahan yang muncul tanpa ada solusi tuntasnya.
Permendikbudristek PPKSP lahir dari akidah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, pasal-pasal yang diformulasikan meniadakan aturan agama. Permendikbudristek PPKSP dibuat berdasarkan fakta yang ada, yakni fakta dijadikan sebagai sumber hukum sehingga melahirkan regulasi yang bertabrakan satu sama lainnya.
Solusi Islam Tuntas Mengatasi Kekerasan Seksual
Islam memiliki pandangan khas terkait perempuan, yakni perempuan diletakkan pada posisi terhormat sehingga ada kewajiban untuk menjaganya. Berbicara tentang kekerasan seksual, Islam memiliki sistem pencegahannya. Islam mengatur kehidupan pergaulan sosial laki-laki dan perempuan baik di ranah publik maupun ranah pribadi. Aturan hubungan laki-laki dan perempuan di ranah publik diatur dengan rinci untuk mencegah adanya perilaku yang salah. Islam telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita untuk menundukkan pandangan. Memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
Melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semala, kecuali jika disertai dengan mahram-nya. Melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya. Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari komunitas pria, begitu juga di dalam masjid, di sekolah, dan lain sebagainya.
Dalam Islam, negara hadir sebagai penanggung jawab dalam tiga hal:
Pertama, negara menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan cukup baik jumlah maupun jenisnya. Semua fasilitas tersebut harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan bisa didapatkan seluruh rakyat secara gratis.
Kedua, negara wajib menyiapkan tenaga pengajar yang mumpuni, amanah dan kafaah. Negara akan memastikan kemampuan dan kecakapan guru dalam mengajar. Negara juga memastikan guru menjadi teladan bagi peserta didik dan memahami tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang ditetapkan negara.
Ketiga, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Mata pelajaran serta metodologinya. Penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikitpun dari asas tersebut.
Islam dalam bingkai negara yang menerapkan aturan Islam (Daulah Khil4f4h) memiliki sistem yang terintegrasi satu sama lainnya. Sistem pendidikan Islam dirancang mampu mencetak generasi sesuai visi misi penciptanya. Kurikulum pendidikan yang berdasarkan akidah Islam membentuk insan dengan karakter yang memiliki kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan menguasai ilmu kehidupan (IPTEK) yang memadai. Negara Islam adalah sistem yang sempurna dan paripurna, tidak ada satu pun hukum syariat Islam yang salah karena datangnya dari Yang Maha Benar dan Maha Sempurna. Oleh karena itu, hanya Islam-lah yang dapat menyelesaikan persoalan kekerasan seksual dan berbagai macam persoalan-persoalan kehidupan lainnya.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]
2 komentar pada “Permendikbudristek PPKSP Bukan Solusi Kekerasan Seksual”
Memang hanya Islam yg bisa mengatasi segala persoalan kehidupan manusia. Hampir 14 abad Islam berjaya, hanya sdikit kasus yg terjadi, tak seperti saat ini, akibat sistem yg salah sehingga kekerasan terutama yg dialami oleh perempuan banyak terjadi dimana”. Bahkan bukan hanya orang lain yg menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap wanita, justru orang terdekat yg seharusnya menjadi pelindung wanita tersebut, malah menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap si wanita… Na’udzubillah, Sungguh sangat miris.
Benar, hanya Islam is the solution. Aturan 2 Islam lebih kepada upaya preventif. Dan sanksinya juga jelas dan solutif serta educatif sebab bertujuan memuliakan semua manusia. ya, manusia yg kehidupan dan karakternya berbeda dg makhluk hewani. Yang bebas nilai dan bebas umbar hawa nafsu. Dan berujung pada kerusakan baik fisik maupun non fisik yg BS merusak species manusia . Islam memang agama yg amat sempurna dan paripurna. Maha benar Allahdg s gala Allah dg sgl aturannya SBY wujud maha Rahman dan Rahimnya..