Oleh. Sri Purwanti
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) kembali meningkat. Sebagaimana disampaikan oleh Mursalin (Kabid P2P Dinas Kesehatan Kota Singkawang), bahwa kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Singkawang pada Februari hingga pertengahan 2023 mayoritas mengalami peningkatan. Bahkan mencapai 2764 kasus pada Juni. Atau meningkat lebih dari 600 kasus dari bulan sebelumnya. Sungguh capaian angka yang tidak bisa disepelekan (pontianak.tribunnews, 28-7-2023).
Penyebab peningkatan kasus ISPA menurut Mursalin di kota Singkawang adalah karena musim kemarau yang mengakibatkan cuaca panas dan berdebu (pontianak.tribunnews, 28-7-2023).
ISPA Bukan Hanya Masalah Cuaca
Namun, ketika melihat faktanya, ternyata kasus ISPA di Indonesia ini tidak terjadi di musim panas saja. Maka, dapat disimpulkan bahwa penyebabnya bukan hanya cuaca.
Kita juga melihat bagaimana mutu hidup dari penderitanya. Apakah punya lingkungan hidup yang berkualitas? Apakah memiliki sanitasi dan sirkulasi udara yang memadai? Bagaimana dengan gizi dan nutrisinya? Tentu di sini juga tidak bisa meninggalkan tinjauan ekonominya.
Bagaimana mungkin orang memiliki kualitas hidup baik, sedangkan untuk makan hanya bisa dipenuhi dari hari ke hari saja?
Bagaimana mungkin orang memikirkan sirkulasi udara tempat tinggalnya, sedang rumah saja mereka tidak punya?
Beginilah realitas hidup di era kapitalime. Saat yang kaya makin kaya. Yang tak punya, menjadi kian merana. Yang kaya bebas berlibur ke mana-mana. Yang tak punya, masih harus sibuk dalam urusan perutnya sehingga tak sempat memikirkan pentingnya kesehatan pernapasannya.
Sistem ini juga membuat pribadi tak peduli sesama. Hidup memikirkan kesenangan sendiri. Tak mau tau bagaimana kesusahan orang lain. Tentu ini sistem yang sangat kejam bukan?
Penampakan paling nyata ialah adanya fenomena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi hampir setiap tahunnya. Apakah karhutla itu terjadi secara alami? Ternyata tidak. Hutan yang berfungsi sebagai penyedia oksigen seluruh makhluk hidup, hari ini telah dijadikan sebagai alat pemuas diri pribadi para kapitalis.
Jelas, para kapitalis dengan serakah membabat habis hutan ini demi kepentingan industri. Seperti industri kayu, kertas, perkebunan sawit, hingga tambang. Salah satu cara yang mereka tempuh ialah dengan metode pembakaran. Coba bayangkan saja, jika hutan dibakar, di musim panas dengan cuaca yang menyengat, ditambah debu, dan tentu saja akan ada asap yang akan menyebar ke mana-mana di seluruh wilayah Kalimantan Barat. Apalagi jenis tanah yang ada di Kalbar itu mayoritas berjenis gambut. Sedangkan kita ketahui pula, bahwa kebakaran yang terjadi di lahan gambut biasanya terjadi cukup lama dan begitu sulit untuk dipadamkan. Mengingat kebakaran di jenis lahan tersebut merupakan jenis kebakaran ground fire atau kebakaran bawah yang bisa meluas di bawah permukaan secara horizontal. Saat kebakarannya terjadi lama, tentu permasalahan asap juga akan menjadi lama juga. Sudah pasti, ini akan berdampak pada buruknya kesehatan pernapasan seluruh warga.
Namun, balik lagi, tidak akan ada hitungan kepedulian dalam benak para kapitalis akan kabar udara yang akan dihirup oleh warga lainnya. Prinsip mereka adalah bagaimana memuaskan kepentingannya, yakni mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.
Perlu Peran Negara
Sayangnya, dalam sistem kapitalisme, negara seolah mendukung sifat tidak peduli manusia jenis ini. Negara hanya bisa tunduk pada kuasa para pemilik modal saja. Tak bisa berkutik mengambil kebijakan. Tak ada kekuasaan untuk menghentikan kekacauan meski hal itu merugikan rakyatnya. Padahal jika saja negara mau, tentu bisa menghentikan segala problematika termasuk yang menyangkut peningkatan kasus pencemaran udara penyebab ISPA.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang mampu menyejahterakan umatnya. Mulai dari kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, juga rasa aman akan selalu diperhatikan. Kebutuhan pokok umat seperti sandang, pangan, juga papan pun tak luput dari ingatan. Sistem Islam membuat masalah ekonomi bukan sebagai persoalan.
Negara juga berkewajiban untuk menjaga kelestarian hutan dan lahan sesuai fungsinya. Tidak ada yang boleh mengeksplotasinya secara brutal demi kepentingan pribadi karena dalam Islam, hutan adalah milik umum yang harus dijaga dan dikelola untuk kepentingan bersama, bukan diprivatisasi untuk kepentingan seseorang saja. Siapa yang melanggarnya akan dikenakan sanksi yang pastinya akan menjerakannya. Termasuk dalam masalah kebersihan lingkungan, negara akan turun tangan langsung sehingga lebih mudah dalam pengawasan.
Dalam ranah pengobatan, negara dalam sistem Islam juga menyiapkan sarana prasarana yang terbaik dan berkualitas. Meliputi obat-obatan, tenaga medis yang handal, bahkan pengembangan riset untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat juga digalakkan. Masyarakat juga tidak dipusingkan lagi dengan mahalnya tagihan. Karena semua difasilitasi negara dengan bersumber pada baitul maal.
Dengan fasilitas dan kebijakan Islam, tentu saja segala penyebab penyakit ISPA meliputi faktor kualitas hidup, ekonomi, kebersihan lingkungan dan udara, eksploitasi dan lainnya tentu mudah diselesaikan. Alhasil, kasus ISPA mudah dikendalikan. Wallahu a’alam [CM/NA]