Polemik PPDB Jalur Zonasi, Penuh Intrik karena Ambisi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di jenjang sekolah dasar dan menengah selalu diwarnai kekisruhan setiap tahunnya. Sistem zonasi yang digadang-gadang mewujudkan keadilan dalam dunia pendidikan nyatanya malah menambah pokok persoalan baru. Namun begitu, pemerintah belum juga berbenah mengevaluasi kebijakan sistem penerimaan siswa baru ini. Walaupun keluhan datang dari berbagai pihak.

Sistem zonasi sendiri adalah sebuah proses penerimaan siswa baru berdasarkan pada wilayah tempat tinggal. Sistem ini diatur oleh Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang bertujuan untuk meratakan mutu serta akses pendidikan yang adil berdasarkan pada zona atau wilayah dekat dengan peserta didik. Pada proses inilah, celah kecurangan menganga lebar. Segala intrik dilakukan para orang tua guna memasukkan anaknya ke sekolah pilihan.

Misalnya kasus kecurangan yang terjadi di Bogor Jawa Barat. Walikota Bogor, Bima Arya menemukan beberapa kecurangan saat memverifikasi data PPDB secara langsung di lapangan. Penemuan tersebut berupa tindakan memalsukan alamat oleh 155 calon siswa. Dan kini nasib ke 155 calon siswa tersebut terancam dicoret (tvonenews.com, 11-07-2023).

Lebih dari itu, setidaknya ada 5 praktik kecurangan yang dicatat oleh media Tempo pada tanggal 13 Juli 2023. Kecurangan ini dihimpun dari berbagai daerah, yakni Bogor, Bekasi, hingga Kepulauan Riau. Media Tempo menyebutkan berbagai modus yang diduga dilakukan agar diterima pada PPDB Tahun 2023, yakni berupa jual beli kursi di Karawang dan Bengkulu. Pungutan Liar di daerah Karawang. Domisili siswa yang tidak sesuai dengan Kartu Keluarga di Bogor. Manipulasi serta pemalsuan kartu keluarga di Bogor, Bekasi, dan Pekanbaru. Pejabat menitipkan calon siswa ke salah satu SMA di Kepulauan Riau. Temuan modus tersebut, menurut media Tempo masih sama seperti temuan tahun-tahun sebelumnya (Tempo.co, 13-07-2023).

Solusi Tidak Menyolusi

Melihat fakta di atas, banyaknya intrik atau rekayasa dalam PPDB merupakan preseden buruk dalam dunia pendidikan. Adanya sistem zonasi tidak menyolusi persoalan yang ada. Alih-alih menyelesaikan masalah, yang ada malah makin memperumit penerimaan siswa baru. Diskriminatif antar siswa bahkan antar sekolah makin memperuncing permasalahan yang ada. Misalnya, salah satu sekolah yang dianggap mempunyai fasilitas kurang baik dijauhi para orang tua sehingga tidak jarang ditemukan sekolah tersebut harus di-merger dengan sekolah lainnya karena kekurangan siswa. Sedangkan di sisi lain, sekolah yang dianggap memiliki fasilitas penunjang yang baik didekati para orang tua, walaupun bahkan dengan cara curang.

Hal ini terjadi lantaran ambisi orang tua untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Sekaligus kejadian ini memperkuat fakta bahwa pendidikan di negara ini sangat timpang. Sekolah yang satu dengan yang lain tidak memiliki fasilitas yang sama. Dengan demikian, mutu yang dihasilkan oleh sekolah-sekolah tersebut akan berbeda pula.

Di samping itu, sekolah negeri kerap diminati para orang tua karena memiliki kualitas yang baik dengan harga yang relatif terjangkau atau bahkan gratis. Sedangkan sekolah swasta dengan fasilitas dan kualitas yang mumpuni, rata-rata sebanding dengan harga yang harus dikeluarkan oleh para orang tua. Di sinilah kapitalisasi pendidikan sangat kentara. Orang tua dengan ekonomi menengah akan berebut sekolah negeri yang notabene mempunyai fasilitas bagus dan harga yang terjangkau, sedangkan orang tua yang mempunyai ekonomi menengah ke atas akan memilih sekolah swasta karena tidak mau ribet harus sikut-sikutan dengan yang lainnya. Mirisnya, mereka dengan ekonomi menengah ke bawah harus rela dengan masuk sekolah yang mempunyai fasilitas seadanya.

Jeratan Kapitalisme Sekularisme

Inilah buah busuk sistem kapitalis sekuler. Harga menentukan posisi, enak atau tidak enaknya hidup tergantung pada uang yang dimiliki. Sekularisme menumbuhkan orang-orang yang rela melakukan apa saja dengan menyampingkan aturan agama. Lebih dari itu, sekolah menjadi ajang perlombaan harga diri para orang tua. Mereka yang mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit maka mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat.

Padahal sejatinya pendidikan adalah hak setiap warga. Ini pun tertuang dalam undang-undang negara, yakni tertuang pada Pasal 31 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Namun, ironisnya, pasal tersebut hanya tinta mentereng di atas kertas. Sejauh ini, negara belum mampu memberikan jaminan pendidikan yang baik kepada rakyatnya secara merata. Sungguh, kapitalisme sekularisme membuat porak-poranda dunia pendidikan di negara ini.

Islam Solusi Tepat

Setumpuk persoalan pendidikan di sistem rusak dan merusak yang diemban negara ini akan tertangani tuntas oleh Islam. Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang disejajarkan dengan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan. Artinya, keenam kebutuhan pokok tersebut pemenuhannya berada di atas pundak negara. Negara secara langsung turun tangan menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, yakni menyediakan biaya, sarana prasarana, sumber daya manusia (SDM), dan segala yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. Seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. dengan memberikan upah kepada tawanan perang Badar berupa kebebasan kepada mereka karena telah mengajarkan anak-anak muslim membaca dan menulis.

Hal ini merupakan bentuk implementasi hukum Islam yaitu hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah Nomor 224 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu disahihkan Al Albani dalam Shahih al-Jaami’ish Shaghiir no.3913.

Begitu pun Allah Swt. meninggikan orang-orang yang berilmu seperti firman-Nya dalam surah Al Mujadilah ayat 11, “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS Al-Mujadilah [58]: 11)

Dengan demikian, segala sarana dan prasarana pendidikan dalam sistem Islam tidak ada ketimpangan. Semua sekolah mempunyai fasilitas yang baik dan tenaga pendidik yang berkualitas. Tidak perlu memikirkan biaya pendidikan karena seluruh warga akan memperoleh pendidikan secara gratis. Dalam sistem Islam, tidak akan dijumpai sekolah negeri atau swasta, pun tidak akan dijumpai sistem zonasi penerimaan siswa baru atau bahkan privatisasi (kepemilikan pribadi) pendidikan.

Islam menjamin pendidikan warga negaranya dengan kualitas terbaik tersebut di atas, baik itu kepada muslim maupun nonmuslim, warga yang kaya ataupun yang miskin. Tidak ada kesenjangan atas dasar masalah ekonomi.

Negara Islam bertanggung jawab penuh atas kebutuhan pokok warganya. Ini yang tidak akan tercipta pada pada sistem hidup kapitalisme sekularisme liberalism. Sistem ini tidak memungkinkan untuk berbuat adil dan menyejahterakan rakyatnya karena kebijakan yang diambil berasal dari manusia yang mempunyai sifat lemah. Hanya Islam-lah yang mampu menciptakan keadilan itu sebab peraturan yang diterapkan bersumber dari Sang Maha Adil yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *