Oleh: Essy Rosaline Suhendi
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Bawaslu Provinsi Jambi mengumumkan kepada seluruh calon legislatif (caleg) untuk mempersilakan mereka berkampanye yang dimulai sejak Selasa (28-11-2023). Adapun peserta pemilu di dalamnya terdiri dari anggota DPD, DPR, dan DPRD (Jambibawaslu.com, 28-11-2023).
Dalam kampanye yang dilakukan, masing-masing paslon capres dan cawapres menyampaikan berbagai janji kepada masyarakat. Ada yang berjanji memberikan tunjangan kepada ibu hamil, juga guru ngaji, menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia, dan membuat program wajib sekolah 12 tahun, yaitu pendidikan formal sampai SMA yang ditanggung oleh pemerintah (Antaranews.com, 19-12-2023).
Menjelang pemilu, berbagai intrik dilakukan oleh parpol. Bahkan sebagian, tak segan-segan mengambil cara kotor, misalnya saling menjatuhkan dengan beradu argumen atau melontarkan janji-janji manis. Seperti hal biasa, ketika sudah terpilih, semua janji terlupa seolah hilang ingatan. Hal tersebut mengakibatkan terbangunnya paham politik kotor di tengah-tengah masyarakat sehingga ada yang bersikap netral, masa bodoh, atau ada juga yang masih tergiur menaruh harapan pada parpol.
Demokrasi Sebabkan Politik Kotor
Pemilu dalam politik demokrasi adalah salah satu jalan untuk menentukan calon pemimpin dan wakil yang akan mengurusi rakyat. Namun, lagi-lagi rakyat sangat sering dikecewakan karena setiap kubu yang awalnya menjadi lawan, ketika tidak terpilih, ternyata malah berkoalisi menjadi teman. Walhasil, tim pendukung menjadi kecewa.
Ditambah lagi ketika sudah terpilih, justru aturan yang dibuat bukan berpihak kepada rakyat, sebab parpol memiliki utang budi kepada para kapital yang sudah membantu mereka memberikan hak suara dan pinjaman modal untuk kampanye. Inilah yang membuat besarnya pengaruh mereka dalam menguasai perekonomian negeri sehingga terlahir politik oligarki dan dinasti. Berbicara politik dalam demokrasi memang melelahkan, sebab hanya sebatas para penguasa yang berjuang demi meraih harta, takhta, atau jabatan.
Politik dan Islam Tidak Boleh Dipisah
Islam sangat memperhatikan perihal politik ini, apalagi politik dalam mengatur urusan umat alias mengatur sistem pemerintahan negara. Dalam istilah bahasa arab, politik (siyasi) berasal dari kata saasa-yasuusu-siyaasatan yang artinya mengurus. Bedanya, Islam memiliki aturan khas dalam mengurusi urusan umat, yakni dengan menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam berpolitik. Maka, sangat penting sekali peran negara untuk dapat menerapkannya karena posisi negara sebagai institusi pelaksana yang mengurusi urusan umat. Oleh karenanya, politik dan Islam sama sekali tidak boleh dipisahkan.
Sedangkan parpol memiliki peran dan tugas melakukan pembinaan dan mendidik kader supaya menghasilkan SDM yang berkualitas, memiliki pemikiran cemerlang dan mampu menjadi solusi di tengah-tengah umat. Bukan hanya itu, parpol juga membantu menghadirkan suasana politik yang benar supaya masyarakat memiliki pemahaman, keyakinan, dan standardisasi yang sama dalam kehidupan bernegara. Sebuah keharusan bagi parpol untuk melakukan muhasabah bagi penguasa, sebagai aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Bukankah gambaran di atas sangat berbeda jauh dengan keadaan politik kita saat ini? Maka, benarlah hadis Rasulullah saw. yang mengatakan, “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia. Pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan. Amanah diberikan kepada pengkhianat. Orang yang jujur dikhianati dan ruwaibidhah turut berbicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (HR Ibnu Majah).
Sudah selayaknya kita mencampakkan sistem demokrasi saat ini yang jelas merusak dan menyengsarakan. Hanya dengan menerapkan Islam secara menyeluruh, yakni dengan menegakkan Daulah Khil4f4h sehingga mampu mencetak parpol ideologis yang akan berjuang menjalankan syariat Islam demi terwujudnya kemaslahatan umat. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]