Oleh: Nurmila Sari, S.Pd.
CemerlangMedia.Com — Usia remaja dikenal dengan usia emas untuk menggali bakat dan menemukan segudang prestasi, dipacu dengan rasa keingintahuan yang tinggi untuk mendobrak segala hal yang menjadi target. Mendidik remaja dengan baik tentu akan melahirkan peradaban gemilang yang akan mengantarkan mereka pada generasi pejuang.
Namun, apa jadinya, jika remaja tidak mendapatkan pola didikan yang baik sehingga menyebabkan mereka sangat rentan kehilangan arah. Masa remaja yang seharusnya sebagai batu loncatan menjadi khairu ummah, malah menjadi cikal bakal rusaknya generasi selanjutnya.
Sebagaimana laporan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus perundungan (bullying) di satuan pendidikan sejak Januari sampai September 2023 mencapai 23 kasus. Dari kasus tersebut, 50 persen terjadi di jenjang SMP, 23 persen terjadi di jenjang SD, 13,5 persen di jenjang SMA, dan 13,5 persen di jenjang SMK (Kompas.com, 03-10-2023).
Pada kasus lain, sekelompok remaja tertangkap basah melakukan pesta minuman keras (miras) di Pantai Wisata Tanjung Bayang, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Salah satu peserta pesta miras tersebut diketahui seorang gadis yang masih belia (Sindonews.com, 03-12-23).
Hal tersebut merupakan secuil fakta yang tampak ke permukaan. Sejatinya, ada segudang kenakalan remaja yang tumbuh subur di seluruh penjuru negeri. Mendiami hal tersebut tentu akan menggiring kita pada peradaban gelap gulita.
Maraknya perundungan dan aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja menunjukkan kegagalan pendidikan hari ini. Tentu hal ini menjadi evaluasi kita bersama untuk mencari solusi agar remaja tidak terombang-ambing dalam keterpurukan.
Sekularisme Akar Masalah
Sekularisme adalah sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Membangun ilmu dari paradigma materialisme dan mengingkari keberadaan Tuhan. Sistem ini telah menempatkan standar kebaikan sepanjang bisa memberikan kenikmatan, kebahagiaan, dan manfaat bagi individu itu sendiri, tanpa memperhatikan orang lain.
Sekularisme menjadikan nilai-nilai Islam hanya masuk dalam pelajaran agama. Di luar itu, setiap individu diperbolehkan melakukan kebebasan tanpa aturan Pencipta sehingga berujung kebablasan. Akibatnya, terbentuklah manusia tidak beretika, materialistik, dan hedonistik.
Sekularisme melahirkan peradaban yang menafikkan peran Sang Pencipta dalam menjalani kehidupan. Pada saat yang sama, peradaban ini sangat mengagung-agungkan akal manusia yang serba lemah dan terbatas. Alhasil, muncullah beragam permasalahan di tengah masyarakat, termasuk kenakalan remaja.
Ditambah lagi, sebagian kita memilih bersikap individualis dan berpangku tangan terhadap amar makruf nahi mungkar. Selain itu, negara juga tidak serius mencegah dan menyelesaikan permasalah remaja karena adanya nilai-nilai sekuler liberalisme yang disuguhkan dari berbagai arah, mulai dari pendidikan, bacaan, tontonan, lagu-lagu, dll..
Sekularisme yang menjadi ladasan sistem pendidikan membentuk output manusia-manusia robotik. Dari segi fisik dan materi terlihat unggul, tetapi mental dan moral tidak terbentuk. Agama yang seharusnya menjadi landasan dalam perbuatan kini diabaikan, didobrak, dan dianggap tidak penting. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalisme telah gagal membentuk kepribadian yang baik bagi remaja.
Islam Sebagai Solusi
Kenakalan remaja yang terus melanda negeri ini harus diselesaikan dari akarnya dengan kembali kepada sistem Islam yang bersumber dari Sang Pencipta. Dalam sistem Islam, seluruh elemen akan menjalankan perannya semaksimal mungkin, sebagai bentuk totalitas ketaatan kepada Allah Swt. dalam mewujudkan generasi terbaik.
Pertama, keluarga sebagai madrasah awal harus menyadari perannya bahwa anak adalah amanah dari Allah Swt.. Keluarga wajib menanamkan kecintaan terhadap akidah Islam sejak usia dini. Sebab, akidah merupakan fondasi kokoh yang membentengi anak dari segala bentuk penyimpangan.
Adanya fondasi ini akan membentuk kesadaran anak untuk selalu terikat pada syariat Islam sehingga mereka mampu membedakan baik dan buruk dalam setiap perbuatannya. Kesadaran dan keimanan terhadap segala aturan Allah Swt. harus selalu dibangun di tiap tingkat usia anak agar kelak mereka siap berkontribusi menjadi pejuang Islam.
Pencegahan terhadap segala bentuk kenakalan remaja harus dimulai dari keluarga dengan menanamkan kasih sayang dalam mendidik anak-anak. Orang tua harus menanamkan nilai-nilai Islam dalam pendidikan keluarga. Berusaha sekuat tenaga mencegah segala bentuk penyimpangan, mulai dari sekolah tempat ia menimba ilmu, teman pergaulan, tontonan, dan bahan bacaan.
Kedua, masyarakat dalam sistem Islam berfungsi sebagai pengontrol aktivitas remaja untuk selalu terikat pada aturan Islam. Adanya pengontrolan ini akan menjadi acuan agar remaja terhindar dari pengabaian perintah Allah Swt. dan penentangan terhadap syariat-Nya.
Kesadaran masyarakat terhadap amanahnya akan meminimalkan terjadinya penyimpangan di kalangan remaja. Masyarakat tidak akan memfasilitasi dan membiarkan lingkungan remaja tercemari oleh pergaulan bebas. Hal ini akan menjadi batu loncatan untuk melahirkan generasi yang berkualitas serta generasi pejuang tegaknya Daulah Islam.
Kehadiran masyarakat sebagai pengontrol, wajib menanamkan nilai-nilai Islam. Menyadarkan remaja bahwa kedudukan mereka sudah menjadi mukallaf di hadapan Allah Swt., artinya segala perbuatan yang dikerjakan akan dimintai pertanggungjawaban. Amal baik akan dibalas pahala, sebaliknya, amal buruk akan dibalas siksa.
Dengan demikian, remaja akan berhati-hati dalam bertindak. Jika remaja melakukan suatu kekhilafan, maka masyarakat segera menindak sehingga remaja menyadari kesalahannya, lalu bertobat dan memperbaikinya. Penerapan sistem Islam dan keberadaan masyarakat Islam —dengan sendirinya— akan mengakhiri krisis moral kehidupan generasi.
Ketiga, dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab terhadap seluruh rakyat, termasuk menjaga keutuhan keluarga, masyarakat, dan akhlak remaja agar tidak melakukan perbuatan tercela. Seorang kepala negara (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur segala urusan rakyat. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Negara berusaha membangun kehidupan Islam agar remaja senantiasa terikat dengan syariat demi meraih rida-Nya. Alhasil, terpeliharalah agama, akal, jiwa, harta, dan negara dari pemikiran asing. Inilah puncak kebahagiaan tertinggi yang harus diwujudkan dengan penuh kesungguhan oleh setiap anggota keluarga, masyarakat, dan negara, demi terciptanya generasi khairu ummah.
Segala hal yang merusak kehidupan generasi akan difilter, mulai dari tontonan, bacaan, dan kurikulum yang tidak bermutu. Hal ini selaras dengan tujuan keberadaan negara, yakni sebagai perisai dan penanggung jawab penuh atas pengurusan kehidupan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Ia akan dijadikan perisai dan orang-orang akan berperang di belakangnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Mencetak generasi berkualitas membutuhkan sinergi, kolaborasi, kerja keras, dan cerdas dari ketiga elemen tersebut. Hal itu hanya akan kita jumpai jika sistem Islam yang memegang kendali. Namun, selama sistem yang memegang kendali di luar dari Islam, maka selama itu pula, ketiga elemen tersebut abai akan amanahnya. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]