Oleh. Siti Khadijah Sihombing, S.Pd.
(Kontributor CemerlangMedia.Com, Aktivis Dakwah)
CemerlangMedia.Com — Awal Juli lalu kita dikejutkan dengan munculnya antraks di Kabupaten Gunungkidul. Penyakit ini disebabkan karena rakyat makan daging hewan yang sakit sebagaimana kebiasaan rakyat Gunungkidul. Mereka menyembelih hewan sakit dan dibagi-bagikan untuk dikonsumsi.
Sebagaimana dijelaskan oleh Retno Widyastuti Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul, bahwa penelusuran yang dilakukan sejak November 2022 lalu ditemukan enam sapi dan enam kambing di Padukuhan Jati, Semanu yang terjangkit virus antraks. Kasus ini menyita banyak perhatian Kementerian RI terutama Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi. Ia mengatakan ada 3 orang yang meninggal dunia karena antraks (TribunJatim.com, 8-7-23).
Sungguh miris sekali melihat fenomena yang terjadi di Gunungkidul ini. Ini menunjukkan kepada kita bahwa sudah begitu parah kasus yang terjadi dan harusnya negara segera menanganinya dengan cepat dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya mengonsumsi hewan sakit. Negara juga harusnya memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang kurang mampu agar mereka tidak melakukan kebiasaan buruk tersebut secara turun-temurun lagi.
Di Mana Tanggung Jawab Negara?
Lantas, apakah negara peduli dengan nasib rakyatnya? Di mana peran negara terhadap kasus ini? Sepatutnya ada penanganan terhadap kebiasaan buruk masyarakat Gunungkidul sebelum memakan korban jiwa. Negara pun tidak boleh membiarkan kasus ini terus terjadi walaupun mengatasnamakan kebiasaan rakyat sekitar sebab hal ini sudah merusak keamanan jiwa rakyat.
Akan tetapi, hari ini kita hidup dalam sistem kapitalisme di mana peran negara bukan sebagai pengayom rakyat dan hanya peduli ketika ada keuntungan yang didapatkan. Sedangkan rakyat harus berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karenanya, rakyat pun melakukan apa saja tanpa tahu halal dan haram, yang penting bisa makan dan tidak kelaparan. Ya, begitulah sistem kapitalisme memperlakukan rakyatnya, tidak jarang pula penguasa dan pengusaha mengeruk keuntungan dari rakyat tanpa peduli nasib rakyatnya.
Pemimpin dalam Sistem Islam
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Di mana negara dalam sistem Islam sangat memperhatikan keadaan rakyatnya, mulai dari persoalan personal sampai persoalan publik. Seperti yang terjadi pada masa Kekhilafahan Umar bin Khattab, pada masa itu terjadi paceklik yang cukup panjang sehingga banyak rakyat yang mengalami kelaparan. Melihat kejadian ini Umar bin Khattab pun sedih sekali sehingga dia pun tidak sanggup makan makanan enak. Khalifah Umar hanya makan roti dan minyak untuk menahan rasa lapar dan lebih sering menahan rasa lapar dari pada kenyang.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakar, “Dia berkata, Umar bin Khattab datang. Dia membawa sepotong roti dan minyak. Untuk menghilangkan rasa laparnya, roti dan minyak itu disantap begitu saja sambil berkata, ‘Hai perut! Demi Allah, engkau akan terus kulatih menikmati roti dengan mentega ini saja.”
Dalam riwayat yang lain dari Ibnu Sa’ad, pada saat terjadi musim kemarau yang kering, Khalifah Umar bin Khattab melihat anaknya memegang semangka. Dia pun berkata kepada anaknya, “Celaka! Seorang anak Amirul Mukminin makan buah semangka, sedangkan umat Muhammad kurus kelaparan.” Seketika anak khalifah itu langsung berlari keluar rumah sambil menangis, padahal dia masih kecil. Dan para tetangga yang melihat kejadian itu berkata, “Buah semangka yang dimakan itu dibelinya dengan segenggam biji buah-buahan.”
Khalifah Umar bin Khattab pun setiap malam selalu melakukan ronda keliling kota untuk mengetahui bagaimana keadaan rakyatnya. Pada suatu malam saat Khalifah Umar berkeliling kota dengan asistennya Aslam, beliau melihat sebuah rumah di tengah jalanan yang sepi masih menyalakan kompor. Dan Khalifah Umar juga mendengar suara anak-anak di rumah itu menangis. Kemudian beliau mengetuk pintu pondok dan bertanya apa penyebab anak-anak tersebut menangis dan beliau bertanya, makanan apa sebenarnya yang sedang dimasak oleh ibu tersebut. Ibu tersebut menjawab penyebab anak-anaknya menangis karena kelaparan dan dalam panci yang dimasak itu sebetulnya adalah air dan batu. Sang ibu berharap anak-anaknya lelah menunggu masakan matang hingga akhirnya tertidur. Sebab semua bahan makanan yang ada dalam rumah tersebut sudah habis sehingga dia dan anak-anaknya kelaparan selama tiga hari belakangan.
Mendengar itu Khalifah Umar bin khattab tidak tinggal diam, beliau langsung pergi ke baitulmal untuk mengambil bahan makanan yang diperlukan ibu dan anak-anaknya. Khalifah Umar membawa dan memberikan sendiri bahan makanan pada keluarga tanpa mau dibantu oleh Aslam asistennya. Bukan hanya itu, Khalifah Umar kemudian membantu sang ibu memasak dan memberikan makanan tersebut pada anak-anaknya hingga mereka kenyang. Khalifah Umar melakukan itu secara diam-diam tanpa membawa kameramen untuk mempublikasikan aktivitasnya. Malahan sang khalifah malu dan takut atas azab Allah karena ada rakyatnya yang kelaparan.
Begitulah seharusnya sikap seorang pemimpin dalam mengayomi rakyatnya. Pemimpin itu bukan hanya pengatur tatanan negara saja, tetapi juga harus mengayomi seluruh rakyatnya. Sebab mereka tahu bahwa kebaikan mereka akan mendatangkan pahala dan ketidak adilan memberikan ganjaran dosa.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]