Oleh: Homsah Artatiah, S.Si.
CemerlangMedia.Com — Nyawa manusia sangat berharga, bahkan Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada pembunuhan atas seorang mukmin tanpa hak.” (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi). Akan tetapi, mengapa kasus pembvnvhan yang dilakukan remaja kian marak, apa yang salah?
Miris, lagi-lagi pembvnvhan terjadi di masyarakat. Tidak hanya menelan satu korban, satu keluarga yang berjumlah 5 orang telah meregang nyawa akibat aksi sadis pelajar SMK berinisial (J). Aksi pembvnvhan tersebut terjadi di daerah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada (6-2-2024).
Melansir dari Tribunjakarta.com, sebelum melakukan aksi pembvnvhan, pelaku sempat mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Setelah mengambil parang dari rumahnya, pelaku melakukan aksi pembvnvhan terhadap satu keluarga yang masih bertetangga dengannya. Setelah membvnvh, pelaku masih melancarkan aksi kejinya terhadap jasad SW dan RJS. Pelaku juga masih sempat mencuri ponsel dan sejumlah uang tunai (7-2-2024).
Belum tuntas penyelesaian kasus pembvnvhan di atas, berikutnya tersiar kabar aksi duel maut pelajar yang disiarkan secara langsung di Instagram. Polisi telah menetapkan tiga tersangka berinisial MRP (15), MDS (17), dan MH (15) yang tega menghabisi nyawa MRA (17) di Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, pada Jumat sore (sukabumiupdate.com, 12-2-2024).
Di Luar Akal Sehat
Menanggapi kasus di atas, sebagai seorang ibu, naluri keibuan saya meronta. Ibu mana yang tidak tercabik hatinya saat mendengar anaknya terbvnvh atau menjadi pelaku pembvnvhan? Keduanya bagai makan buah simalakama.
Allah Swt. menciptakan manusia dengan potensi akal. Dengan menggunakan potensi akalnya, manusia dapat berpikir sebelum berbuat. Sayang, adakalanya hawa nafsu lebih mendominasi sehingga menggiring manusia untuk berbuat bejat seperti pencurian, perk*saan, bahkan pembvnvhan. Pada kasus pembunuhan di Kalimantan Timur, tampak jelas pada remaja (J) nafsunya lebih mendominasi. Ada apa gerangan? Apakah (J) tidak pernah belajar di sekolah?
Remaja (J) tentu belajar di sekolah. Sayang, pembelajaran selama di sekolah ternyata tidak berhasil menjadikannya seorang manusia beradab. Perilaku bejat (J) tentu tidak lepas dari penerapan sistem pendidikan yang berlaku. Pendidikan saat ini lebih mengedepankan prinsip sekuler materialistik. Output dari pendidikan materialistik lebih menekankan anak didik supaya berhasil secara finansial. Adapun adab, moral, dan agama, itu hanya nomor sekian.
Berapa jam anak mendapatkan pelajaran agama selama seminggu? Adakah tambahan di rumah? Adakah peran orang tua di rumah untuk mendidik anak-anaknya? Semuanya menjadi pertanyaan yang harus dijawab dan diselesaikan sehingga output pendidikan akan menghasilkan manusia sesuai visi misi penciptaannya, yaitu menjadi hamba yang bertakwa.
Adapun pada kasus duel maut remaja di Sukabumi, motifnya ternyata karena ego remaja ingin menunjukkan eksistensi diri. Lantaran ingin tenar dan eksis di media sosial, tanpa pikir panjang, mereka rela melakukan aksi ala gladiator untuk dijadikan konten di media sosial. Perilaku mereka sungguh di luar akal sehat.
Buah Busuk Penerapan Sistem Buruk
Pembvnvhan merupakan salah satu bentuk perusakan terhadap jiwa manusia. Teringat firman Allah Swt. di dalam surah Ar-Rum ayat 41, artinya,
”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Kerusakan yang terjadi tidak hanya dalam bentuk kerusakan alam. Akan tetapi, juga kerusakan perilaku manusia. Kerusakan (al-fasaad) pada ayat di atas berdasarkan tafsir Tahlili Qur’an Kementerian Republik Indonesia, merupakan segala bentuk pelanggaran atas sistem (hukum) Allah yang diterjemahkan dengan “perusakan.”
Pada faktanya, sistem hukum yang berlaku saat ini tidak bersumber kepada sistem hukum Allah Swt., yaitu sistem Islam. Kehidupan masyarakat di negeri ini diatur oleh sistem buatan manusia, yaitu sistem sekuler kapitalisme. Alih-alih melindungi masyarakat, penerapan sistem kapitalisme ini justru menuai kerusakan (al-fasaad).
Sistem sekuler kapitalisme kental dengan ide pemisahan agama dan kehidupan. Aturan agama hanya sebatas urusan individu, sedangkan urusan bermasyarakat dan bernegara diserahkan kepada manusia. Dampaknya nyata, penerapan sistem buruk ini merusak tatanan kehidupan serta fitrah manusia. Manusia menjadi pribadi individualis dan tamak. Mereka tak peduli lagi dengan aturan halal/haram, baik dan buruk, terpuji dan tercela. Asalkan ada keuntungan, semua bisa dikompromikan, termasuk masalah nyawa bisa dianggap murah.
Bagaimana dengan Sistem Islam?
Sistem Islam bukan lahir dari kompromi manusia. Sistem ini merupakan buatan pencipta manusia, yaitu Allah Swt. yang memahami potensi manusia. Pelaksanaan sistem Islam akan menuai kemaslahatan bagi manusia. Sistem ini dibangun atas tiga asas. Pertama, ketakwaan individu. Kedua, adanya kontrol pelaksanaan hukum oleh masyarakat. Ketiga, adanya pemerintah/negara sebagai pelaksana hukum syarak.
Pelaksanaan hukum Islam sifatnya tegas, tidak pandang bulu, dan tidak berbelit-belit. Dalam perspektif pandangan Islam terhadap hukuman untuk tindak kriminal yang dilakukan individu, tidak melihat faktor umur semata. Ketika seorang anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah/keluar mani dari kemaluan (ihtilaam), maka dia sudah balig dan kena beban hukum (mukallaf). Artinya, jika seorang pelaku kriminal sudah balig walau umurnya masih di bawah 18, dia sudah terkatagori mukallaf dan akan dikenai sanksi hukum sesuai tindak kriminal yang dilakukannya.
Berdasarkan hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Pena (pencatat amal) akan diangkat dari 3 orang, yaitu: dari orang tidur hingga dia bangun, dari anak-anak hingga dia balig, dan dari orang gila hingga dia sadar/ berakal.”
Jadi, pada kasus remaja (J) serta remaja di Sukabumi, mereka pantas diberikan sanksi hukum untuk individu dewasa. Perbuatannya jelas tercatat dosa besar di hadapan Allah Swt., serta layak dihukum mati.
Adapun dalam sistem kapitalisme saat ini, penetapan sanksi hukum pada individu sering kali terjegal faktor usia, padahal individu tersebut telah melakukan tindak kriminalitas yang keji seperti pemerk*saan, bahkan pembvnvhan. Akhirnya, sanksi bagi pelaku sangat ringan sehingga tidak memberi efek jera.
Khatimah
Perilaku kejahatan remaja saat ini tidak lepas dari penerapan sistem aturan yang buruk di semua lini kehidupan. Sistem kapitalisme sekuler merupakan sistem buruk buatan manusia yang harus segera kita campakkan. Ketika negara menerapkan sistem kapitalisme dan sekularisme di dalam kehidupan, dampak yang dirasakan adalah kerusakan (al-fasaad). Sudah saatnya kita berjuang mengadakan perubahan menyeluruh di dalam sistem pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan negara dengan menerapkan sistem Islam yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]