Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Sungguh miris, seorang ibu berinisial R (38) di Belitung, Bangka Belitung, tega membvnvh bayi yang baru dilahirkannya karena alasan ekonomi. Ia merasa tidak sanggup untuk merawat sang bayi karena suaminya hanya bekerja sebagai buruh (m.kumparan.com, 24-01-2024).
Apa Kata Psikolog?
Menurut Psikolog Verauli dalam sebuah konten di akun pribadinya, menjelaskan bahwa kita tidak boleh menghakimi ibu karena kita tidak pernah tahu apa saja yang sudah dialaminya. Menurutnya, setiap individu lahir dan besar dengan tangki emosi yang berbeda-beda. Ia juga mengatakan ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam tangki emosi tersebut, yaitu faktor biologis, lingkungan, dan psikologis.
Tangki emosional ibarat sebuah gelas. Setiap individu, ada yang terlahir dengan kondisi biologis punya kecemasan yang lebih tinggi dari orang kebanyakan. Bahkan, kecemasan disebut sebagai faktor keturunan. Kondisi inilah yang akhirnya membuat seseorang, belum apa-apa, tangki emosionalnya sudah terisi dengan kecemasan.
Begitu juga dengan faktor lingkungan. Ada seseorang yang lahir dan besar dengan kondisi lingkungan kurang mendukung, seperti tidak mendapat kasih sayang yang cukup dari kedua orang tua. Hal tersebut bisa membuat trauma dan berpengaruh pada kehidupan seseorang di masa depan.
Sedangkan dari sisi psikologis, biasanya ada orang yang tidak mempunyai keterampilan cukup baik dalam mengendalikan diri, sontohnya saja susah berpikir untuk mendapat solusi atau bahkan jadi overthinking. Ketika gelas emosional tersebut sudah lebih dahulu penuh, hanya butuh sedikit pemicu sehingga menjadi masalah besar, stres, tertekan, bahkan mengalami gangguan kesehatan mental.
Perlu diketahui, terkadang tanda-tanda awal stres pada ibu bisa saja tidak disadari. Padahal, kondisi tersebut dapat terlihat dari berbagai aspek, mulai dari emosional, biologis, bahkan fisiologis. Dari sisi emosional, ibu biasanya lebih sering marah, agresif, memukul anak, atau bahkan menyerang pasangan. Sementara dari aspek biologis, ibu yang stres biasanya lebih sulit konsentrasi atau mudah terditraksi.
Dari aspek-aspek biologis secara kognitif, ibu cenderung memiliki skema, jangan-jangan anaknya bermasalah atau pasangannya yang bermasalah. Sementara itu, jika dilihat secara fisiologisnya, biasanya ibu tersebut cenderung mudah lelah, tegang, bahkan beberapa sistem tubuhnya bisa terganggu. Lebih lanjut, dalam gejala stres dengan kondisi ekstrem dan jangka waktu yang panjang bisa berdampak pada masalah kesehatan yang serius, misalnya saja tekanan darah tinggi, daya tahan tubuh lemah, penyakit jantung, gangguan sistem reproduksi, dan sistem saraf, hingga masalah pencernaan seperti sering diare.
Namun, terlepas dari beberapa faktor yang sudah dipaparkan di atas, lemahnya iman pada diri seorang ibu menjadi faktor penting dari maraknya kasus seorang ibu yang tega membvnvh darah dagingnya sendiri. Hal ini tidak lepas dari hadirnya sistem kufur sekularisme di tengah masyarakat. Sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.
Agama tidak dibiarkan mengatur kehidupan manusia karena menurut mereka, agama hanya sekadar simbol belaka. Inilah akhirnya yang mengakibatkan para ibu kehilangan fitrah sejatinya, yakni memiliki kasih sayang serta tidak akan mudah menyakiti buah hatinya, apalagi sampai membvnvhnya.
Islam Mengatur Semuanya
Islam sudah mengatur segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, dari hal kecil hingga besar, tak terkecuali pembvnvhan. Dalam Islam, membvnvh adalah dosa besar dan ada beberapa hukuman (jarimah) yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku pembvnvhan yang korbannya merupakan keluarganya sendiri.
Kasus pembvnvhan yang terjadi pada kerabat bahkan anak sendiri sering kali terjadi, padahal Allah Swt. sudah sangat jelas melarang dalam Al-Qur’an surah al-An’am ayat 140 yang artinya,
“Sungguh rugi orang-orang yang membvnvh anak-anak mereka karena kebodohan tanpa pengetahuan dan mengharamkan rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka dengan semata-mata membuat-buat kebohongan terhadap Allah. Sungguh, mereka telah sesat serta tidak mendapat petunjuk.”
Lebih lanjut, larangan tersebut makin ditegaskan dalam surah Al-An’am ayat 151,
“Katakanlah (Muhammad), “Kemarilah! Aku akan membacakan apa yang diharamkan Tuhanmu kepadamu, (yaitu) janganlah mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, janganlah membunuh anak-anakmu karena kemiskinanmu. (Tuhanmu berfirman,) ‘Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.’ Janganlah pula kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Janganlah kalian membunuh orang yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Allah Swt. memerintahkan kepadamu supaya kamu mengerti.”
Sedangkan hukuman bagi pelaku pembvnvhan secara hukum Islam adalah pembalasan setimpal (qishash) yakni dengan balas dibvnvh jika semua unsur delik kesengajaan bisa dibuktikan kecuali apabila pihak keluarga korban memberikan pengampunan, maka bisa dialihkan dengan diyat atau denda.
Jenis diyatnya adalah mughalladzah (denda berat) berupa 100 ekor unta dengan rincian 30 hiqqah, 30 jadza’ah, dan 40 khilfah. Diyat tersebut diambilkan dari harta pelaku dan dibayarkan secara kontan. Wallahu a’lam [CM/NA]