Oleh: Sari Chanifatun
CemerlangMedia.Com — Banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya kasus bullying di lingkungan sekolah. Bisa karena salah asuh di dalam keluarga, tren geng sekolah, maupun pengaruh buruk media. Pastinya bullying membutuhkan solusi yang lebih komprehensif dan mendalam.
Dikutip dari SuaraBekaci.id, dua orang siswi SMP di Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat telah menjadi korban bullying oleh temannya sesama pelajar. Penyebab kejadian itu berawal, ketika salah satu korban menegur pelaku yang bergajulan saat berkendara di jalan. Tidak terima dengan teguran korban, pelaku mengajak temannya bersama-sama memukuli kedua korban. Akibatnya korban mengalami trauma dan tidak berani pergi ke sekolah (8-10-2023).
Sebelumnya, dalam laman pemberitaan Kompas.com, dikabarkan terjadi perundungan di SMP 1 Babelan, Kabupaten Bekasi. Video yang beredar, terjadi pemukulan terhadap delapan adik kelasnya yang dilakukan oleh dua siswa kelas 9 yang merupakan kakak kelasnya. Humas SMPN 1 Babelan, Maradum Tambunan memberi penjelasan bahwa pihak sekolah menyesalkan kejadian itu dan menduga perundungan dilakukan sebagai tradisi (21-09-2023).
Fenomena bullying di lingkungan sekolah sepertinya belum berakhir. Kasusnya dilakukan mulai dari hanya seorang hingga kelompok pelajar yang lebih kuat atau hebat. Padahal tindakan menyakiti atau kekerasan ini bisa menimbulkan cacat, trauma psikis, bahkan sampai hilangnya nyawa korban.
Lemahnya Program Negara Sekuler
Maraknya bullying yang terjadi di Bekasi sangat memprihatinkan dan membuat resah semua kalangan, baik orang tua, guru, dan sejumlah pejabat negara. Hal ini seolah membuktikan bahwa kurikulum dan program-program yang disuguhkan pemerintah lemah dan belum mampu membentuk siswa memiliki pribadi yang baik dan saleh.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi bersama Pemprov Jawa Barat memprakarsai kampaye program Jabar Cekas (Jawa Barat Berani Cegah Kekerasan) di 2022 sebagai upaya yang bertujuan menekan angka kekerasan di Kabupaten Bekasi. Pasalnya, pada 2022 menduduki posisi kedua di tingkat Jawa Barat. Pelaksanaan program tersebut melibatkan Binmaspol dan Bhabinsa dalam memberi penyuluhan dan sosialisasi pada pelajar di sekolah. Sedangkan hasil catatan DP3A 2023, kekerasan, khususnya bullying di Kabupaten Bekasi meningkat pada posisi pertama di Jawa Barat (Tribunbekasi, 04-10-2023).
Hal ini menunjukkan bahwa program pencegahan kekerasan yang diharapkan lewat individu/pelajar tak membuahkan hasil. Sebab, sesungguhnya hanya negara yang bisa memberi pencegahan secara nyata bagi rakyatnya melalui aturan atau hukumnya. Hukum yang harus mengikat secara sahih sehingga memberi efek jera bagi pelaku kekerasan di lingkup sekolah dan juga masyarakat.
Hal lain yang digaungkan Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan saat menghadiri acara sosialisasi pembauran kebangsaan, yakni pentingnya sekolah memberi wawasan kebangsaan bagi siswa selain menyiapkan pengetahuan dan keterampilan. Sebab, pelajar merupakan generasi penerus dan pemimpin di masa depan. Oleh karenanya, diharapkan wawasan kebangsaan mampu menciptakan lingkungan yang anti radikalisme, anti hoaks, anti narkoba, dan mencegah terjadinya tawuran pelajar (jabarprov.go.id, 07-10-2023).
Segenap pengusung sekuler kapitalisme ingin menjadikan isu wawasan kebangsaan sebagai suatu yang urgen ditanamkan pada pelajar. Ikatan kebangsaan pun diharapkan mampu melahirkan pola pikir dan pola sikap semangat dan jiwa nasionalisme di lingkup sekolah guna meredam kasus bullying. Padahal program yang diprakarsai saat ini, berupa ikatan kebangsaan (nasionalisme) terbukti lemah. Alih-alih mempersatukan jiwa para pelajar secara khusus dan elemen bangsa secara menyeluruh, justru timbul sikap anti terhadap bangsa-bangsa lain. Ini karena sifatnya hanya temporal, muncul tatkala ada ancaman pihak lain.
Oleh karena itu, butuh evaluasi semua pihak terkait, di antaranya keluarga, sekolah sebagai pendidik, serta pengayom dari masyarakat dan negara. Apakah kurikulum dan program-program pendidikan yang disiapkan negara saat ini sudah sesuai dan benar?
Sistem Islam Mampu Menghentikan Bullying
Perlu adanya kesadaran berpikir pada umat Islam bahwa sistem sekularisme yang mencengkeram umat Islam, yakni agama tidak lagi dijadikan landasan berpikir dan berbuat, menjadikan generasi rapuh. Munculnya ikatan kebangsaan yang diprakarsai dalam pendidikan adalah ikatan yang tidak layak, bahkan haram hukumnya. Dalam hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Siapa yang terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati jahiliah.” (HR. Muslim).
Padahal ada ikatan yang lebih kuat dan mampu membawa manusia untuk sebuah perubahan, yaitu ikatan akidah. Ikatan yang sifatnya permanen, tidak membedakan bangsa, warna kulit, rasa, kekayaan, kepentingan dan lain sebagainya. Ikatan akidah memiliki keterikatan yang dibentuk melalui proses berpikir yang melahirkan peraturan hidup secara menyeluruh, yang disebut ikatan ideologi (mabda).
Kepada aturan itulah manusia mengembalikan seluruh masalah kehidupannya, termasuk kasus bullying di sekolah. Orang tua dan sekolah harus bisa bekerjasama untuk menerapkan pendidikan yang berlandas akidah Islam dan mengajarkan ketakwaan kepada siswa. Masyarakat yang peduli akan melakukan amar makruf nahi mungkar di segala lini. Sementara negara memiliki kewajiban menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dan hukum syariat yang bisa memastikan agar output generasi memiliki kepribadian Islam. Sebagai bentuk jaminan perlindungan oleh negara untuk seluruh elemen masyarakat tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, kekayaan, dan kepentingan lainnya.
Oleh karenanya, seluruh muslim akan mempunyai keyakinan bahwa seluruh amal perbuatannya harus memiliki keterikatan pada hukum syarak, sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabb-mu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa: 65)
Keimanan inilah yang mengajak umat Islam untuk sepenuhnya kembali kepada hukum syarak, hukum yang telah Allah tetapkan untuk seluruh alam. Mengikat keyakinan pada risalah yang dibawa oleh Rasul saw., seperti perintah Allah dalam firman-Nya di surah Al-Hasyr ayat 7, yang artinya,
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah.”
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]