#30HMBCM
Oleh: Yuli Ummu Raihan
Muslimah Peduli Generasi
CemerlangMedia.Com — Berdasarkan laporan UNODC dan UN Women, setiap 10 menit seorang perempuan dewasa maupun anak dibunuh oleh orang terdekatnya. Setiap hari ada 137 perempuan kehilangan nyawa akibat kekerasan seksual. Fenomena ini terjadi di seluruh belahan dunia. Komnas Perempuan juga merilis secara online Laporan Pemantauan Femisida untuk periode November 2024 hingga Oktober 2025 pada Senin (24-11-2025), ada 239 kasus femisida dari total 453 kasus pembunuhan perempuan.
Femisida adalah pembunuhan yang terjadi karena faktor jenis kelamin atau gender perempuan yang dilatarbelakangi oleh kebencian, dendam, upaya penundukan perempuan yang erat kaitannya ketimpangan relasi kuasa maupun kepuasan sadistis. Meskipun setiap 25 November diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, perempuan tetap saja menjadi korban kekerasan. Bahkan, pembunuhan terhadap perempuan makin meningkat. Motifnya beragam dengan modus yang mengerikan.
Untuk menggalang perhatian dunia dan menyerukan penghentian kekerasan terhadap perempuan, sejak 1991 digagas sebuah kampanye bertajuk “16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP). Pada tahun ini, Komnas Perempuan mengumumkan tema 16 HAKTP di Indonesia adalah “Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman”. (Freepik.com, 8-12-2025).
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan Analisis Mendalam Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2024. Salah satu isinya menyebut bahwa 1 dari 10 perempuan selama hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangannya.
Sementara 1 dari 6 perempuan di Indonesia selama hidupnya pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari selain pasangannya. 28% dari mereka yang mendapatkan kekerasan dari pasangannya melaporkan menderita cedera. Jawa Barat menduduki peringkat pertama angka kekerasan terhadap perempuan tertinggi di Indonesia, yaitu 55.660 kasus atau 16,8 persen dari total kasus yang terjadi di seluruh Indonesia sepanjang 2024 yaitu sebanyak 330.097 kasus.
Sungguh, ini adalah fenomena yang sangat memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan. Angka yang terdata diperkirakan seperti fenomena gunung es, artinya angka sesungguhnya jauh lebih banyak. Penyebabnya karena kasus seperti ini masih dianggap aib, apalagi yang terjadi di kalangan keluarga sendiri. Rasa malu dan trauma sehingga korban tidak bersuara.
Kondisi ini membuktikan bahwa dalam sistem kapitalisme hari ini tidak ada jaminan keamanan untuk perempuan. Dalam sistem kapitalisme tidak ada pengaturan yang jelas tentang pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Konten merusak seperti pornografi dan pornoaksi dan kekerasan, sangat marak.
Apalagi di era digital seperti sekarang, informasi sangat mudah didapat dan tersebar secara bebas, serta mudah diakses siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Akibatnya, terjadilah pergaulan yang bebas, perzinaan, perselingkuhan, yang berpotensi menimbulkan kekerasan fisik dan seksual hingga berakhir pada pembunuhan. Ditambah lagi dengan penegakan hukum yang gagal memberikan perlindungan terhadap perempuan.
Pelaku kejahatan pada perempuan sering kali mendapat hukuman ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Bahkan, mirisnya, menjadi inspirasi untuk pelaku kekerasan yang lain. Bahkan, banyak kasus kekerasan yang tidak terselesaikan secara hukum dan berujung damai. Sistem kapitalisme tidak memiliki aturan baku untuk mencegah dan menanggulangi kasus kekerasan terhadap perempuan. Beragam kampanye anti kekerasan hanya sebatas slogan dan retorika.
Namun, pada praktiknya, sistem ini gagal memberikan perlindungan terhadap perempuan. Produk turunan dari sistem kapitalisme seperti demokrasi, liberalisme, dan HAM justru menjadi akar masalah kekerasan pada perempuan. Dalam paradigma kapitalisme, eksploitasi hanya dianggap terjadi pada perbuatan yang melanggar hukum seperti pemerkosaan, pedofilia, dan sejenisnya. Sementara yang dilakukan atas dasar suka sama suka, seperti kumpul kebo atau zina tidak dianggap kejahatan, padahal banyak kasus kekerasan seksual dan fisik terjadi diakibatkan perbuatan ini.
Sistem kapitalisme menganggap perempuan berdaya ketika ia mampu mandiri secara ekonomi dan aktif berkarir di ranah publik. Oleh karenanya, perempuan berlomba untuk mandiri secara ekonomi dan berkarir yang terkadang menjadikan mereka lalai, bahkan meninggalkan kodratnya. Semua ini akibat propaganda Barat yang terus menyuarakan tentang pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.
Sistem kapitalisme juga memaksa kaum perempuan terlibat aktif dalam menopang ekonomi keluarga. Banyak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan atau karena menjadi orang tua tunggal.
Sistem kapitalisme menjadikan agama dipisahkan dari kehidupan sehingga mengikis keimanan dan melemahkan kepribadian Islam seseorang. Ketika terjadi masalah, mereka kehilangan pedoman untuk menyelesaikannya. Perilaku mereka akhirnya dipengaruhi oleh dorongan emosi sesaat sehingga menimbulkan tindakan negatif, seperti kekerasan hingga pembunuhan. Inilah gambaran rusaknya kehidupan ketika diatur oleh sistem kapitalisme.
Hanya Islam yang Menjamin Perlindungan terhadap Perempuan
Berbeda dengan sistem Islam yang menjamin perlindungan terhadap perempuan. Islam memberikan aturan yang sempurna untuk menjaga jiwa, memuliakan perempuan, dan memberi sanksi tegas bagi pelaku kejahatan. Tujuan syariat adalah menjaga jiwa, akal, nasab, harta, kehormatan, dan agama.
Segala bentuk tindakan yang merusak jiwa, seperti kekerasan, pembunuhan dilarang secara tegas. Allah berfirman dalam QS Al-Isra’ ayat 33,
“Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.”
Islam juga memiliki sistem sanksi yang memberikan efek jera dan sebagai penebus dosa untuk semua tindak kejahatan. Islam sangat memuliakan perempuan sehingga dijadikan salah satu nama surah dalam Al-Qur’an, yaitu An-Nisa.
Perempuan dalam Islam memiliki peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ia juga sekolah pertama untuk anak-anaknya. Ia adalah penentu baik tidaknya generasi. Oleh karena itu, Islam telah mengatur sedemikian sempurna terkait kedudukan perempuan, hak dan kewajiban, nafkah, perwalian, aurat dan aturan berpakaian, pendidikan, dan aturan lain yang akan menjamin perlindungan terhadap perempuan. Dengan semua mekanisme tersebut, angka kekerasan atau pembunuhan terhadap perempuan akan bisa diminimalkan.
Wallahu a’lam bisshawab.
(*Naskah ini tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]
Views: 8






















