Oleh: Hadi Kartini
CemerlangMedia.Com — Jalan merupakan bagian penting bagi mobilitas manusia, sebagai sarana untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya, mempermudah pendistribusian barang dan jasa sampai kepada masyarakat. Akan tetapi, apa jadinya jika jalan yang kita lewati dipungut bayaran? Padahal, jalan merupakan kebutuhan publik.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mengumumkan rencana kenaikan tarif untuk 13 ruas jalan tol pada Kuartal 1—2024, Senin (15-1-2024). Rencana ini meliputi ruas-ruas tol yang sebelumnya dijadwalkan untuk penyesuaian tarif pada 2023, tetapi masih dalam proses.
Kepala BPJT Miftachul Munir mengatakan, kenaikan tarif tol akan dilakukan setelah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk setiap ruas tol. Ruas tol baru akan mengalami penyesuaian tarif setelah memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).
Penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali, tergantung pada inflasi dan evaluasi pemenuhan SPM tol. Munir menyatakan bahwa penyesuaian tarif tol akan dilakukan secara bertahap. Tujuan penyesuaian ini adalah untuk memastikan iklim investasi. Tol yang kondusif menjaga kepercayaan investor dan menjamin layanan pengelolaan tol sesuai dengan standar yang ditetapkan (kompas.com, 16-1-2024).
Tarif Tol Naik, Kewajaran dalam Sistem Kapitalisme
Jalan merupakan sarana umum, wajib disediakan oleh negara dan bisa dinikmati semua kalangan, seharusnya tidak dipungut biaya apa pun. Akan tetapi, berbeda dengan tol atau jalan bebas hambatan, tidak semua pengendara bisa menggunakan jalan ini. Tol yang merupakan singkatan dari Tax on Location (pajak di lokasi), berarti setiap pengendara yang lewat jalur ini wajib membayar sesuai dengan tarif yang berlaku.
Hal ini terjadi karena pembangunan tol tidak dibiayai oleh pemerintah, tetapi dibiayai oleh pihak swasta. Oleh karenanya, menjadi kewajaran apabila kita menggunakan jalur ini harus mengeluarkan biaya sesuai dengan tarif yang berlaku.
Memang jika dibandingkan antara tol dengan jalan umum biasa, sangat jauh berbeda. Dari segi fisik jalan sampai fasilitas yang diberikan memang berbeda. Pembangunan tol membutuhkan biaya yang sangat besar, mengharuskan pemerintah menjalin kerja sama dengan pihak swasta. Pembangunan dengan melibatkan pihak swasta tentu mempunyai kesepakatan-kesepakatan tertentu.
Dalam sistem kapitalisme, tidak mengenal kata rugi. Sarana dan prasarana umum pun dijadikan sumber pendapatan. Apalagi jika pembangunan melibatkan pihak swasta, tentu mereka menginginkan untung besar dari investasi yang dilakukan. Walaupun modal yang dikeluarkan untuk pembangunan tol sudah kembali, tetapi tetap ingin mendapatkan untung secara berkelanjutan. Jadi, tidak heran apabila tarif tol dinaikkan secara berkala dengan alasan peningkatan pelayanan kepada konsumen.
Rakyat Makin Sulit
Kenaikkan tarif tol tidak hanya berpengaruh kepada para pengguna tol secara langsung. Akan tetapi, masyarakat yang tidak menggunakan tol juga kena imbasnya, contohnya biaya pendistribusian barang dan jasa, tentu saja mengalami kenaikan akibat naiknya tarif tol. Bisa dipastikan, harga barang dan jasa akan menyesuaikan terhadap penambahan biaya tersebut. Hal ini tentu akan menambah kesulitan masyarakat umum yang kebanyakan kemampuan ekonominya menengah ke bawah.
Masyarakat akan makin kesulitan memenuhi semua kebutuhan pokok. Padahal, sebelumnya, kebutuhan-kebutuhan pokok sudah mengalami kenaikan harga. Ditambah kenaikan tarif tol, tentu akan membuat masyarakat makin terjepit.
Pemerintah seharusnya mengurusi urusan warga negara dalam hal apa pun, lebih-lebih dalam urusan publik. Akan tetapi, dengan ikut campurnya pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur, seolah membuktikan bahwa pemerintah bersikap lepas tangan atas pemenuhan kebutuhan warga negaranya.
Pemerintah hanya sebatas pembuat kebijakan, sedangkan pelaksanaan kebijakan tersebut diserahkan kepada pihak swasta. Alhasil, tidak hanya jalan yang dikomersialkan, tetapi banyak sarana umum lainnya menjadi lahan pendapatan para pengusaha. Rakyat yang seharusnya bisa menggunakan sarana umum dengan gratis, harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk dapat menggunakannya.
Jika penguasa paham akan tanggung jawab atas rakyatnya, maka tol (pajak di lokasi) tidak akan pernah ada karena pembangunan jalan dan semua fasilitas umum yang dibutuhkan rakyat adalah tugas negara untuk menyediakannya. Masyarakat tidak perlu membayar untuk melewati jalan mana pun dan mempunyai hak yang sama untuk menikmati semua fasilitas umum yang ada.
Fasilitas Umum Gratis dalam Islam
Kita bisa melihat sejarah pada masa Islam berjaya. Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk menggunakan fasilitas umum secara gratis karena penguasa atau pemimpin dalam Islam mengetahui betul tanggung jawabnya atas apa yang dipimpinnya. Mereka sadar, kepemimpinan yang dipikul, nantinya akan diminta Allah Swt. pertanggungjawabannya.
Ini merujuk pada hadis riwayat Al-Bukhari,
“Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”
Termasuk menyediakan semua fasilitas umum dengan cara membangunnya secara mandiri, tanpa campur tangan pihak swasta dalam pengadaannya.
Dalam negara Islam (Khil4f4h), pendanaan untuk membangun fasilitas umum diambil dari pos baitulmal yang dananya berasal dari sumber daya alam yang dimiliki negara. Pendanaan secara mandiri ini mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, tanpa membebani, seperti jalan, negara tidak akan meminta biaya sepersen pun untuk bisa melewatinya.
Islam memandang, pembangunan harus ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Pembangunan bertujuan untuk memenuhi semua hajat hidup orang banyak, bukan memenuhi kebutuhan beberapa golongan masyarakat saja.
Pembangunan yang dilakukan oleh Daulah Islam disesuaikan dengan kebutuhan suatu wilayah. Pun, pembangunan tidak akan dilakukan sesuai dengan keinginan para investor seperti saat ini. Oleh karenanya, sarana dan prasara publik tidak ada yang di komersialkan dan tidak ada pula yang menjadi hak individu dan korporasi.
Khalifah sebagai kepala negara, menjaga betul hak-hak milik umum agar tidak dimiliki oleh individu maupun korporasi. Seorang khalifah menjalankan semua bentuk tanggung jawabnya sesuai dengan syariat Islam. Khalifah tahu betul bahwa jalan dan sarana publik lainnya adalah milik rakyat dan tidak boleh berpindah hak kepemilikan kepada individu dan korporasi. Ini merujuk kepada hadis Rasulullah yang diriwayatkan Abu Daud dan Ahmad, menyatakan,
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; padang rumput, air, dan api.”
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]