Oleh: Ummu Kahfi
CemerlangMedia.Com — Keberingasan aparat gabungan telah membuat warga lari berhamburan, setelah mendengar tembakan gas air mata yang ditembakkan oleh aparat gabungan. Seolah merasa tak puas dengan menembakkan gas air mata kepada warga yang menutup jalan, aparat gabungan tersebut tak segan menembakkan gas air mata ke sekolah yang di dalamnya masih berisikan murid-murid dan guru yang tak berdosa. Murid-murid serta guru sekolah dasar yang di dalamnya meliputi anak-anak dan perempuan telah menjadi korban keberingasan para aparat.
Menurut data yang diperoleh Walhi, ada sekitar enam warga yang ditangkap dan puluhan orang mengalami luka-luka serius setelah adanya bentrok antara warga dengan aparat di Pulau Rempang yang menolak relokasi di kawasana Pulau Rempang. Aksi pasukan gabungan yang menerobos masuk kawasan warga tersebut sebetulnya adalah untuk melakukan penggusuran paksa kepada warga. Pemaksaan penggusuran warga inilah yang menjadi pemicu bentrokan berdarah yang mengakibatkan paling tidak enam orang warga ditangkap dan puluhan warga mengalami luka-luka karena diserang dan anak-anak sekolah mengalami luka-luka akibat gas air mata (www.news.republika.co.id-07-09-2023).
Masyarakat sejak sedari awal memang tak setuju dengan relokasi yang diinginkan oleh pihak BP Batam, sebab masyarakat sudah tidak percaya kepada janji-janji pejabat dan politisi, apalagi masa jabatan akan segera berakhir. Dilansir dari (www.kompas.id-19-09-2023), A (52), warga Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, mengatakan dirinya dan keluarga akan tetap bertahan di kampung halamannya. “Di sini adalah tempat kelahirannya sejak dari datuk dan nenek kami. Di sini kampung dan sejarah kami. Kami tidak akan mau untuk dipindah. Apa pun yang terjadi, kami akan mempertaruhkan nyawa. Kami (masyarakat) juga sangat kecewa dikarenakan surat perjanjian yang dikasih ke warga hanya bertanda tangan camat dan lurah. Rumah dan lahan yang dijanjikan sebagai bentuk ganti rugi investasi Proyek Strategis Nasional (PSN) itu juga tak jelas bentuknya.”
Tanah Rempang Adalah Hak Rakyat
Konflik yang terjadi di Pulau Rempang makin memanas setelah pihak penguasa mengklaim relokasi Pulau Rempang pantas dilakukan karena warga yang menempati Pulau Rempang tidak memiliki sertifikat tanah. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR ia mengatakan, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak memiliki sertifikat karena dahulu semuanya ada di bawah otorita Batam.
Menyikapi konflik Rempang ini, sejarawan Nicko Pandawa mengatakan bahwa jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri, Rempang bukanlah tanah yang tidak bertuan (kosong) yang tidak ada pemiliknya. Akan tetapi, di sana sejak dahulu sudah ada semangat para pahlawan Islam dan darah masyarakat di tanah Rempang ini. Ia melanjutkan bahwa Pulau Rempang dulunya dikuasai oleh Kesultanan Riau-Lingga yang wilayahnya terbentang dari Pulau Laut dan Natuna di ujung Timurnya, hingga Mandah di Indragiri Hilir di sebelah Baratnya. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Rempang-Galang sudah mendiami dan tinggal di pulau ini jauh sebelum orang-orang seperti Menteri ATR, Kepala BP Batam, Presiden, dan NKRI ini ada. Jadi walaupun mereka tidak punya sertifikat tanah, tetapi darah mereka sudah lama tumpah di Rempang-Galang ketika kesultanan masih jaya.
Tragedi Rempang Sebagai Wujud Kezaliman
Tragedi Rempang ini, sungguh mampu membelalakkan mata hati siapa saja yang berhati jernih. Bahwa bentrok antara warga dengan aparat adalah wujud nyata kezaliman penguasa. Pembangunan yang seharusnya berpihak terhadap rakyat, justru penggusuran yang terjadi dengan alasan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibuat semata-mata untuk kepentingan investasi dari Cina. Kebijakan ini jelas menyengsarakan rakyat. Proyek ini seolah hanya mementingkan kepentingan bisnis para kapitalis dan menguntungkan para pemilik modal.
Fokus negara yang hanya mementingkan bisnis sangatlah dimaklumi di alam kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme berpandangan bahwa kunci dari pertumbuhan ekonomi adalah dari investasi (pemilik modal) dan menjadi wajar, jika negara begitu sangat tunduk pada titah dari para pemodal. Hanya yang perlu kita kritisi adalah apakah benar yang dikatakan bahwa proyek Rempang ini adalah menguntungkan pertumbuhan ekonomi rakyat secara umum atau hanya akan menguntungkan bagi yang memiliki kekuasaan juga modal? Padahal sudah sangat jelas titah Proyek Strategis Nasional (PSN) itu bersumber dari para pemodal, bukan titah yang bersumber dari rakyat (suara rakyat).
Perspektif Islam
Islam sebagai agama paripurna yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah saw. yang ditujukan untuk seluruh umat manusia telah menetapkan berbagai hukum-hukum untuk mengatur kehidupan. Termasuk di antaranya adalah hukum-hukum bagi negara untuk mengelola ekonomi masyarakat. Berikut beberapa poin penting yang harus dipahami setiap elemen masyarakat termasuk penguasa.
Pertama, pembangunan dalam pandangan Islam tidaklah diwujudkan atas asas membawa mudarat bagi rakyat maupun kehidupan dan alam. Pembangunan dalam Islam akan sangat memperhatikan ekosistem kehidupan, baik itu manusia, hewan, dan alam. Relokasi atau penggusuran yang terjadi di tanah Rempang, tentu itu adalah bentuk perampasan nyata yang dilakukan oleh penguasa terhadap hak rakyatnya. Padahal Allah telah memberikan peringatan yang keras dalam hadis Nabi saw. tentang perampasan tanah yang bukan haknya, beliau bersabda,
“Tidaklah salah seorang dari kamu mengambil sejengkal tanah tanpa hak, melainkan Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari kiamat kelak.” (HR Muslim)
Kedua, Islam memegang prinsip pembangunan semata-mata sebagai bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat. Pembangunan ada dalam rangka untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan dilakukan secara mandiri (tidak dalam bentuk investasi asing). Negara mengambil peran utuh dalam mengelola kepemilikan umum dan tidak akan ada penyerahan pengelolaan kepada individu ataupun pemodal.
Dikutip dari kitab Nidham Al-Iqtishadi fi al-Islam, bahwa ini sejalan dengan pandangan politik ekonomi Islam, yaitu untuk menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer setiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya sebagai individu yang hidup dalam sebuah masyarakat. Atas dasar itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah negara semata tanpa memperhatikan terjamin tidaknya setiap orang untuk menikmati kehidupan tersebut.
Ketiga, pembangunan yang dilakukan negara dengan tujuan mewujudkan kemaslahatan masyarakat akan diiringi untuk menunjukkan ketinggian Islam dan syariatnya sekaligus. Kita bisa menyaksikan rekam jejak ini pada masa kejayaan Islam terdahulu, dari bukti-bukti bangunan peninggalan peradaban Islam. Keindahan bangunan serta fungsinya merupakan mahakarya yang tidak hanya lahir dari penguasaan terhadap ilmu arsitek, tetapi juga dari spirit Islam yang begitu mendalam. Seperti di tanah air Indonesia, misalnya adalah Masjid Agung Demak, Istana Sultan Ternate, dan lain sebagainya.
Keempat, para pemimpin dalam Islam tidak akan berlaku zalim terhadap rakyatnya. Sebab, penguasa dalam Islam akan sangat memahami posisi dirinya sebagai yang akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap individu rakyat yang menjadi tanggungannya. Oleh karenanya, penguasa dalam Islam akan memberikan pelayanan secara totalitas untuk masyarakat secara keseluruhan. Bukan untuk melayani segelintir orang (pemodal). Penguasa akan hidup berdampingan dengan masyarakat untuk bersama-sama mengamalkan takwa kepada Allah Swt..
Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu laksana perisai, di mana orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Penutup
Tragedi Rempang seharusnya menjadikan momentum muhasabah bagi setiap elemen masyarakat terkhusus bagi para penguasa. Bahwa sudah sepatutnya kita semua memperjuangkan suatu kemuliaan yang dapat membawa berkah bagi seluruh alam. Bersih dari kezaliman secara sadar dan terjaga dari keberingasan aparat, sebab atmosfer yang terbentuk adalah ketaatan kepada-Nya. Oleh karenanya, penting untuk seluruh masyarakat memperjuangkan kembali aturan dari Sang Maha Pencipta, yaitu sistem Islam. Sebab, hanya sistem Islam sajalah yang mampu mewujudkan sistem politik ekonomi Islam.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]