Penulis: Devi Anna Sari
Muslimah Peduli Umat
Sesungguhnya, hanya sistem Islam yang melahirkan sosok pemimpin teladan bagi rakyatnya. Pemimpin yang baik dan amanah dalam menjalankan tugasnya serta tidak mengabaikan kepentingan rakyat sehingga terwujud kesejahteraan rakyat secara paripurna.
CemerlangMedia.Com — Kesenjangan sosial yang terjadi saat ini makin nyata. Tidak hanya dari kelas atas dan bawah, melainkan wakil rakyat versus rakyat yang diwakilinya. Perbedaan itu dipertontonkan tanpa memedulikan perasaan rakyat.
Wakil ketua DPR Adies Kadir yang juga politikus partai Golkar memberikan pernyataan terkait isu kenaikan gaji anggota DPR. Dia mengatakan dengan tegas bahwa anggota DPR tidak mengalami kenaikan gaji, melainkan tunjangannya, seperti beras senilai 10 juta naik menjadi 12 juta per bulan.
Tunjangan bensin juga meningkat dari 4-5 juta menjadi 7 juta per bulan. Total tunjangan itu mencapai angka 70 juta, belum termasuk kompensasi rumah dinas senilai 50 juta. Keseluruhan pendapatan anggota DPR jika dijumlahkan menembus 100 juta per bulan (Tempo.co, 19-08-2025).
Nirempati Pejabat Negeri
Sungguh miris kondisi negeri ini. DPR yang dianggap sebagai wakil suara rakyat, tetapi kebijakan yang dibuat untuk mengisi kantong mereka sendiri. Bagi publik, ini adalah bentuk pengkhianatan nyata. Ketika rakyat harus berjuang keras dari pagi hingga malam, tetapi penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi, sementara DPR yang kerjanya santai mendapatkan gaji besar.
Seharusnya DPR berperan meringankan penderitaan rakyat, bukan membebaninya dengan banyak anggaran, termasuk pajak. Ironisnya, rakyat hanya bisa diam menerima kenyataan pahit. Akhirnya, mereka mencari penghasilan tambahan agar bisa membawa pulang susu untuk anak atau membayar uang kontrakan dan cicilan lainnya.
Kontras ini begitu menyakitkan. Jurang ketimpangan terpampang di depan mata. Rakyat berada di posisi ekonomi sulit. Sementara para wakil rakyat berada di ruang yang megah menyambut kebijakan dengan joget ria, tertawa tanpa beban diiringi irama musik bagaikan di panggung pesta. Rakyat telah menyaksikan drama nirempati elite di atas rintihan dan kenestapaan mereka selama ini.
Penerapan Sistem Kapitalisme Demokrasi
Tidak dapat dimungkiri bahwa penerapan sistem kapitalisme demokrasi menjadikan kekuasaan sebagai jalan untuk menikmati kehidupan mewah, foya-foya, dan menindas rakyat. Prinsip dasar dalam sistem ini adalah menjauhkan urusan agama dari kehidupan. Oleh karenanya, siapa pun akan berupaya untuk meraih kepuasan materi sebanyak-banyaknya.
Para wakil rakyat tidak merasa berdosa menggunakan uang rakyat untuk menopang gaya hidup mewah mereka, bahkan tega meminta tambahan jumlah tunjangan. Di sisi lain, rakyat berada dalam kondisi kelaparan, tidak mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak, dan masih banyak penderitaan lainnya. Sistem sekuler kapitalisme telah membunuh kepekaan dan empati para pejabat yang duduk di kursi kekuasaan.
Pemimpin dalam Islam
Allah Swt. telah menjelaskan tanggung jawab setiap pengemban amanah, termasuk pejabat atau penguasa yang berhubungan dengan rakyat. Hal ini sesuai dengan hukum syariat, yaitu sebagai pelayan rakyat.
Rasulullah saw. bersabda,
“Imam atau Khalifah adalah penggembala, (raain) dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Selain itu, Allah juga berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (TQS An-Nisa: 58).
Seorang pemimpin tidak boleh menjadi pribadi yang lemah karena dia harus mengurusi rakyat. Dari Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau memberikan jabatan kepadaku?” Beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau lalu berkata, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu adalah seorang yang lemah. Sesungguhnya ia (jabatan) adalah amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambil haknya dan menunaikan kewajiban di dalamnya.’” (HR Muslim).
Seorang pemimpin juga harus memiliki ketakwaan yang tinggi sehingga menjauhkan dirinya dari sifat sewenang-wenang dalam kepemimpinannya. Imam Muslim dan Ahmad meriwayatkan dari Salman Buraidah bahwa ayahnya berkata, “Dahulu jika Rasulullah saw. mengangkat seorang pemimpin atas pasukan, beliau berpesan untuk menanamkan ketakwaan kepada Allah dalam dirinya. Selain itu, hendaklah ia memperlakukan kaum muslim yang bersamanya dengan baik.” (HR Muslim dan Ahmad).
Islam melarang pemimpin bersikap hedonis, apalagi sampai menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi. Para pejabat adalah mereka yang memiliki empati tinggi terhadap kebutuhan rakyatnya, bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Seorang pemimpin akan fokus pada dua tugas utamanya, yaitu sebagai pelayan yang melindungi agama mereka dan mengatur urusan dunia.
Sosok pemimpin seperti itu dicontohkan oleh Salman Al Farisi ra.. Ia diangkat oleh Khalifah Umar menjadi wali di negeri Madain, Persia. Ia berbaur dengan masyarakat tanpa menampakkan identitasnya sebagai seorang wali sehingga banyak yang tidak mengenalinya. Pakaiannya sederhana. Ia juga ringan hati membantu rakyat, seperti memanggul barang dagangan di pasar.
Khatimah
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Syahsiyah Islamiah jilid 2 bab tanggung jawab umum menjelaskan bahwa sosok pemimpin wajib memenuhi sifat-sifat pemimpin untuk dirinya sendiri, di antaranya adalah kekuatan kepribadian Islam, ketakwaan, kelembutan terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipati. Sifat kekuatan kepribadian Islam mengharuskan seorang pemimpin memiliki pola pikir (akliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islam yang kuat.
Sesungguhnya, hanya sistem Islam yang melahirkan sosok pemimpin teladan bagi rakyatnya. Pemimpin yang baik dan amanah dalam menjalankan tugasnya serta tidak mengabaikan kepentingan rakyat sehingga terwujud kesejahteraan rakyat secara paripurna.
Wallahu a’lam bisshawab [CM/Na]