Oleh: Hafsah Nur Kaunia
(Siswi Kelas IV SDN Kedungdoro Surabaya)
CemerlangMedia.Com — Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Nama saya Hafsah, umur saya 10 tahun. Saya sekarang kelas 4 SD. Saya punya dua saudara kandung, satu laki-laki dan satu perempuan. Kakak yang laki-laki bernama Alif dan yang perempuan namanya Alfi.
Waktu umur 2 tahun, ayah kami meninggal dunia karena serangan jantung. Saat itu, saya dan saudara saya masih kecil. Mas Alif masih berumur 8 tahun, Mbak Alfi berumur 3 tahun dan kami masih tinggal di Sidoarjo.
Sejak ayah meninggal dunia, kami pindah ke rumah nenek di Surabaya. Saya senang sekali tinggal di Surabaya karena ramai, tidak seperti rumah kami di Sidoarjo yang sepi, dekat sawah. Selain itu, di Surabaya ada banyak saudara dan teman-teman yang baik, ada mbah Uti, mbah Kung, Pakdhe, Bude, Tante, Om, dan saudara sepupu. Mereka banyak membantu kami dan mereka sangat menyayangi kami sehingga kami tidak kesepian lagi. Seiring berjalannya waktu, kami bisa melupakan kesedihan karena kepergian ayah.
Tidak terasa, sekarang saya dan kakak sudah besar. Mas Alif sekarang kelas 1 Aliyah, dia mondok di Jombang dan Mbak Alfi kelas 5 SD, sebentar lagi juga akan masuk pondok pesantren. Di keluarga besar kami, anak yang sudah lulus SD diusahakan untuk masuk pondok pesantren. Hanya saya yang tidak akan masuk pondok pesantren karena sejak kecil saya sering sakit. Jadi, ibu tidak tega kalau saya nanti masuk pondok pesantren.
Waktu umur 7 tahun, saya didiagnosis dokter mengidap autoimun. Setiap bulan harus rawat inap di rumah sakit. Setiap bulan, di tanggal yang sama, saya harus dirawat di rumah sakit selama 3 hari untuk melakukan injeksi obat. Selama saya dirawat di rumah sakit, hanya ibu yang menjaga sendirian dan tidak ada yang menggantikan. Saya masih ingat, waktu pertama kali dokter bilang bahwa saya autoimun, ibu menangis dan bingung harus bagaimana. Alhamdulillah, dokter dan perawatnya baik-baik. Mereka selalu memberi semangat kepada saya agar tetap kuat sehingga kami bisa menerima keadaan.
Alhamdulillah, sekarang saya mulai membaik. Akan tetapi, harus tetap kontrol setiap bulan dan harus minum obat setiap hari. Saat kontrol, saya selalu ditemani ibu, mulai pukul 4 sore sampai 9 malam. Saya tidak takut karena di sana banyak juga yang berobat. Saya harus tetap bersyukur karena di rumah sakit masih banyak yang lebih parah dari saya.
Sejak menderita autoimun, saya harus lebih berhati-hati menjaga makanaan. Saya tidak boleh mengonsumsi makanaan yang mengandung pengawet, penyedap rasa. Saya pun mudah sekali sakit atau tertular sakit dari orang lain. Sebenarnya, saat menulis naskah ini, saya sedang dirawat di rumah sakit karena trombosit saya turun.
Sejak ayah meninggal dunia, ibu menjadi kepala keluarga menggantikan ayah. Ibu bekerja mencari nafkah untuk kebutuhan kami berempat seperti untuk membayar sekolah, uang jajan, beli baju, dan kebutuhan lainnya. Kadang ibu bekerja sampai malam, hanya sebentar waktu istirahatnya.
Saya dan Mbak Alfi juga membantu pekerjaan rumah yang ringan seperti menyapu, mengepel lantai, dan melipat baju. Saya kasihan melihat ibu, tetapi ibu hanya bilang bahwa beliau tidak ingin dibalas apa-apa. Ibu hanya ingin anak-anaknya menjadi anak yang saleh dan salihah serta berbakti kepada orang tua dan selalu mendoakan orang tua.
Kami sangat menyayangi ibu, orang tua kami satu-satunya. Kami akan berusaha sungguh-sungguh untuk belajar mencari ilmu agar bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain. Kami tidak ingin mengecewakan ibu dan kami ingin membahagiakan ibu yang sudah membesarkan kami sejak kecil. Semoga ibu diberikan kesehatan dan panjang umur.
Selain sayang sama ibu, saya juga sayang sama Mas Alif dan Mbak Alfi, saya sering kangen sama Mas Alif yang sekarang di pondok. Kalau sedang liburan, banyak yang kami lakukan bersama, meski terkadang juga bertengkar, tetapi cepat baikan kembali. Ibu selalu bilang bahwa kami harus selalu rukun, apalagi kami sudah tidak punya ayah, hanya tinggal berempat, jadi harus saling menyayangi. Ibu juga bilang, kalau bertengkar, nanti malaikat tidak mau masuk ke rumah kami dan tidak mendapat rahmat dari Allah Swt.. [CM/NA]
One thought on “Takdirku, Syukurku”
Hafzah harus lebih semangat belajarnya walau dg sakit Autoimun …Hafzah anak yg spesial…bersukur selalu sama Alloh Hafzah masih dikelilingi orang2 terkasih yg setiap saat memberi perhatian baik kasih maupun materi….Alloh tidak akan membiarkan anak2 spesial spt Hafzah…rukun2 selalu dg Mas Alief dn mbak Alfinya ya nak…smg Hafzah mnjadi anak yg bisa dibanggakan orang Tua…tetap selalu berdoa dan rajin beribadahnya…semangat terus ya Hafzah