Anak Adalah Titipan, Bukan Alat untuk Mencari Cuan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

CemerlangMedia.Com — Sangat disayangkan, seorang anak yang seharusnya menjadi dambaan bagi setiap orang tua, kini malah diperjualbelikan, seperti kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di kelurahan Duri Utara, Tambora, Jakarta Barat. Seorang ibu berinisial T (35) menjual sendiri bayi yang dikandungnya kepada EM (30) dan suami sirinya AN (33) seharga Rp4 juta.

Ketiga orang tersangka kasus jual beli orang ini diamankan polsek setempat dan terjerat pasal 76i Juncto Pasal 88 dan 76 F Juncto Pasal 83 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 2 dan 5 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara (Kompas.com, 23-2-2024).

Jika kita cermati lebih dalam, sebenarnya penyebab kasus penjualan orang (TPPO) ini terus berlanjut adalah efek dari penerapan sistem kapitalisme yang akarnya adalah sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Sebuah sistem yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Pun, tumpulnya sanksi hukum tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku perdagangan orang.

Sistem kapitalisme menafikan hukum-hukum syariat dari setiap perbuatan. Menjadikan harta dan kemewahan dunia sebagai tujuan hidup manusia dan menanamkan bahwa tolok ukur kebahagiaan itu adalah jika kita memiliki materi sebanyak-banyaknya.

Akibatnya, negara menjadi abai dan tidak peduli terhadap urusan rakyatnya karena menganggap bahwa masyarakat sudah diberi kebebasan dalam menentukan pilihan hidup. Oleh karenanya, masyarakat harus memikirkan sendiri dari mana biaya hidup agar kebutuhan keluarganya bisa terpenuhi.

Alhasil, banyak kejahatan yang terjadi akibat dari buntunya mencari pemasukan untuk mengatasi kemiskinan, termasuk terkikisnya naluri seorang ibu sehingga memilih menjual sang anak demi mendapatkan materi semata. Sungguh, sudah tidak ada lagi nilai moral, nilai kemanusiaan, apalagi nilai akidah dalam diri manusia jika sudah menyangkut masalah kemiskinan.

Dalam Islam, jika seorang wanita belum menikah, yang wajib menafkahi adalah ayahnya. Jika sudah menikah, wajib bagi suaminya untuk menafkahi. Jika perempuan itu seorang janda, yang harus menafkahinya adalah sang ayah (jika masih hidup), atau saudara laki-lakinya, atau anak laki-lakinya. Jika semua tidak ada, negaralah yang wajib menjamin nafkah wanita tersebut melalui baitulmal. Tentu saja dengan cara dan tuntunan sesuai syariat Islam.

Selain itu, perlu kita pahami bahwa anak adalah karunia dan nikmat yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Allah pun sudah menjamin rezeki bagi setiap anak yang terlahir ke dunia.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS Al-An’am [6]: 151).

Anak yang saleh dan salihah akan memberikan karunia dan pahala yang tidak terputus bagi kedua orang tuanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Jika seorang anak Adam mati, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa untuknya.” (HR Muslim).

Islam merupakan sistem yang sempurna dan telah menjamin seluruh kebutuhan hidup manusia, baik berupa sandang, pangan, papan (tempat tinggal), bahkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Di samping itu, kita juga harus ingat bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya. Umat Islam juga harus sadar bahwa tolok ukur kebahagiaan adalah dengan tercapainya rida Allah Ta’ala semata.

Sistem Islam akan mengubah kehinaan dan kesengsaraan kepada kemuliaan dan kemakmuran. Bukan hanya berlaku untuk orang muslim saja, tetapi kesejahteraan bagi seluruh bani Adam.

Sementara itu, tugas negara tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok saja, tetapi juga mencetak individu dan masyarakat yang bertakwa dan selalu ber-husnuzon kepada Allah dalam menghadapi ujian. Islam juga memiliki sistem ekonomi yang sempurna untuk diterapkan serta sanksi yang tegas terhadap pelanggaran syarak sehingga menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan dan mencegah orang lain melakukan kejahatan yang serupa.

Negara yang menerapkan sistem Islam berperan dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya melayani rakyat dan menjalankan syariat, menutup sekecil mungkin peluang terjadinya pelanggaran hukum syarak. Melalui aturan Islam, negara akan menjadi junnah (perisai) bagi umat, yakni akan melindungi umat dari segala ancaman berbahaya. Dengan demikian, tidak ada peluang sekecil apa pun untuk melakukan kejahatan di masyarakat.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *