CemerlangMedia,Com — Menurut laporan firma riset data.ai bertajuk “State of Mobile 2023”, masyarakat Indonesia tercatat menempati posisi pertama di dunia sebagai pengguna perangkat mobile (ponsel & gawai) dengan durasi harian paling lama mencapai 5,7 jam setiap hari. Jasra Putra, selaku Wakil Ketua KPAI menyoroti perihal masyarakat yang kecanduan gawai sehingga berimbas ke peningkatan screen time ponsel anak-anak Indonesia (18-01-2024).
Kecanduan gawai yang dialami anak-anak Indonesia tidak terlepas dari kondisi keluarga dan lingkungan. Hal ini diperburuk dengan kurangnya fasilitas penunjang untuk tumbuh kembang anak sehingga bisa berdampak pada kesehatan mata, penyaluran emosi yang buruk, dan bisa terpapar konten negatif.
Sementara itu, Firman Kurniawan selaku Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital UI mengatakan, perkembangan digitalisasi yang mendorong peningkatan screen time ponsel mencerminkan adanya peningkatan kepuasan medium digital. Lebih lanjut, penggunaan ponsel yang meningkat juga tidak terlepas dari efek variasi konten media sosial yang mampu memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan termasuk anak-anak. Akan tetapi, sayangnya, hal itu justru berefek negatif karena berasal dari konten yang buruk.
Sejatinya, penggunaan gawai atau ponsel pintar bagi anak usia dini bagai dua mata pisau. Di satu sisi memberikan manfaat bagi perkembangan anak, tetapi di sisi yang lainnya memberikan dampak berbahaya bagi pengembangan karakternya.
Seorang pendiri New Parent Academy memberikan ulasannya terkait beberapa manfaat gawai, yakni dapat menunjang pengetahuan serta mempersiapkan anak menghadapi dunia digital. Dijelaskan, pengetahuan dapat diperoleh melalui berbagai aplikasi edukatif yang bisa diunduh gawai tersebut, contohnya aplikasi menebak warna bisa melatih kemampuan anak dalam mengenali jenis-jenis warna di sekitarnya. Selain itu, gawai juga bisa melatih kemampuan berbahasa asing anak karena biasanya beberapa aplikasi maupun program yang tertera di gawai menggunakan bahasa asing.
Terlepas dari adanya beberapa manfaat terkait gawai tersebut, fakta di lapangan justru lebih banyak dampak buruknya terhadap tumbuh kembang anak-anak. Ketergantungan anak pada gawai akan membuatnya lupa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya yang berdampak psikologis, terutama krisis percaya diri pada anak, menghilangkan ketertarikan pada aktivitas bermain atau melakukan kegiatan lainnya.
Hal ini yang akhirnya membuat anak lebih suka menyendiri, lebih memilih gawai ketimbang bermain dengan temannya, meskipun untuk sekadar bermain bola di lapangan. Pada saat seorang anak sudah kecanduan gawai, maka anak tersebut merasa gelisah jika dipisahkan dengan gawainya.
Sebagian besar waktu mereka hanya akan dihabiskan untuk bermain gawai. Akibatnya, tidak hanya kurangnya kedekatan dengan orang tua, anak-anak pun cenderung menjadi introvert. Selain itu, juga bisa memengaruhi perkembangan otak anak. PFC (Pe Frontal Cortex) yang bekerja untuk mengontrol emosi, kontrol diri, tanggung jawab, dan nilai moral lainnya akan terganggu ketika anak kecanduan teknologi karena otaknya memproduksi hormon dopamine secara berlebih.
Islam sungguh tidak menampik kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi. Islam juga tidak mengharamkan penggunaan gawai karena merupakan bagian dari madaniah ‘aam atau hasil teknologi. Sesuai kaidah syarak, “Hukum asal benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”
Dalam Islam, penggunaan televisi, gawai, telepon pintar, laptop, atau yang sejenisnya dipergunakan untuk membantu manusia mengakses informasi penting ataupun pekerjaan. Dalam sistem Islam, segala informasi yang beredar tak akan ditemui yang berunsur unfaedah apalagi mengandung pornografi.
Fitur-fitur gawai dirancang sedemikian rupa oleh teknisi-teknisi muslim untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Generasi muda dalam Daulah Islam akan terpacu menambah tsaqafah dan mempelajari sains untuk memajukan peradaban Islam. Mereka tak akan disibukkan dengan kegiatan unfaedah karena ketaatannya kepada Allah Swt.. Fitur-fitur merusak pun tak akan pernah eksis karena tak ada peminatnya.
Oleh karena itu, peran negara sangat diperlukan untuk memutus rantai candu gawai pada generasi. Bagaimana mungkin generasi yang kecanduan gawai bisa membangun peradaban yang gemilang dan disegani lawan? Ambillah sistem Islam saja untuk mengakhiri kecanduan yang meracuni generasi Islam. Wallahu a’lam
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]