CemerlangMedia.Com — Baru-baru ini, DPR RI beserta Kementrian Agama menggelar rapat kerja. Dalam rapat tersebut, Yaqut Cholil Qoumas selaku menteri agama mengusulkan agar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 naik menjadi Rp105 juta dari sebelumnya hanya Rp90,05 juta per jemaah (13-11-2023).
Usulan tersebut didasari atas asumsi dari Kemenag terkait nilai tukar kurs dollar terhadap rupiah, yaitu sekitar Rp16.000 dan asumsi nilai tukar SAR terhadap rupiah sekitar Rp4.266. Kemudian yang menjadi bahan pertimbangan dari Menag adalah terkait prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH sehingga menurutnya, penyelenggaraan ibadah haji bisa terlaksana dengan sangat baik dengan biaya yang wajar.
Namun, Yusuf Wibisono Direktur IDEAS (Institute for Demographic and Proverty Studies) sekaligus seorang pengamat ekonomi syariah mengatakan bahwa adanya usulan kenaikan tersebut tentu saja akan makin memberatkan para calon jemaah haji. Di 2023 saja dengan biaya yang masih Rp90 juta dengan beban yang ditanggung jemaah sekitar Rp50 juta, banyak calon jemaah haji yang gagal berangkat karena ketidakmampuannya melunasi biaya haji. Apalagi dengan adanya wacana kenaikan saat ini, tentu saja akan makin memberatkan para calon jemaah haji.
Yusuf juga menambahkan bahwasanya hal yang paling memberatkan para calon jemaah haji adalah biaya yang harus ditanggung Jemaah, yaitu sebanyak 55 persen dari total biaya yang juga bakal ikut melonjak naik antara Rp55—60 juta dari 2023 yang berada di kisaran Rp50 juta. Padahal kualitas layanan haji yang diterima tetap rendah.
Oleh karena itu, usulan kenaikan BPIH pada 2024 yang sangat tinggi tersebut tentu saja akan makin memberatkan para jemaah haji. Sekaligus menjadi sebuah ironi karena pada saat yang sama kualitas pelayanan haji tetap saja rendah, bahkan makin buruk pasca pandemi.
Kita memahami bahwa hukum ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu, baik dari segi harta maupun dari segi fisik. Namun, tidak demikian halnya bagi yang tidak mampu secara materi, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menunaikan ibadah haji. Terlebih pelaksanaan ibadah haji hari ini sudah dikapitalisasi dan seperti menjadi ladang bisnis bagi orang-orang yang punya kepentingan. Negara seperti abai akan kewajibannya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat terutama dalam pelayanan ibadah haji bagi para calon jemaah haji. Adanya usulan kenaikan biaya penyelenggaraan haji oleh Menag menjadi bukti nyata bahwa hingga hari ini pemerintah belum mampu mengurusi dan melayani dengan baik kepentingan rakyat.
Adanya sistem kufur kapitalisme saat ini juga makin memperparah kondisi umat. Apalagi para pemangku kekuasaan seolah-olah tidak peduli dengan jalan apa mereka memperoleh keuntungan, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana memperoleh dan mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, sekalipun harus mengorbankan kepentingan orang banyak. Maka, solusi hakiki bagi setiap persoalan yang terjadi hari ini adalah dengan kembali kepada aturan dan hukum yang hanya bersumber dari Sang Pemilik kehidupan, yaitu Allah Swt..
Manusia tidak akan pernah memperoleh solusi hakiki, jika masih menyandarkan persoalan hidupnya kepada aturan dan hukum yang dibuat manusia (badan legislatif) seperti adanya saat ini. Sebab, sejatinya solusi yang ditawarkan hanya solusi sementara, bahkan persis seperti tambal sulam. Wallahua’llam
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]