CemerlangMedia.Com — Data dari Bank Pembangunan Asia (ADB) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 155 juta orang di Asia Pasifik hidup dalam kemiskinan yang ekstrem, sementara populasi Ultra High Net Worth (UHNW) yang memiliki kekayaan lebih dari US$30 juta mengalami pertumbuhan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir adalah gambaran yang sangat mengkhawatirkan (24-8-2023).
Dikutip dari CNN Indonesia bahwasanya Kepala Ekonom ADB Albert Park mengatakan jumlah kemiskinan ekstrem itu 67,8 juta lebih tinggi jika dibandingkan tidak ada pandemi dan lonjakan inflasi. Ia menambahkan, lonjakan inflasi telah membuat masyarakat miskin menjadi pihak yang paling dirugikan. Pasalnya, karena lonjakan itu mereka kehilangan kemampuan dalam membeli kebutuhan pokok seperti makanan dan bahan bakar karena harganya makin mahal.
Hal tersebut mencerminkan ketidakseimbangan ekstrem dalam distribusi kekayaan di banyak negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. Pertumbuhan yang pesat dari populasi UHNW menyoroti ketidakadilan ekonomi yang serius, yang merupakan konsekuensi dari sistem ekonomi kapitalisme yang kuat di dunia saat ini.
Sistem ekonomi kapitalisme -meskipun memiliki potensi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang pesat- seringkali gagal mewujudkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat. Sebaliknya, sistem ini cenderung memperdalam kesenjangan antara mereka yang kaya dan yang miskin. Ini adalah masalah yang harus segera diatasi dari penerapan sistem kapitalisme.
Hal ini begitu penting bagi negara-negara dan pemimpin di Asia Pasifik untuk mempertimbangkan berbagai pendekatan yang dapat mengurangi ketimpangan ekonomi dan kemiskinan ekstrem, termasuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan ekonomi, transparansi, dan redistribusi kekayaan. Upaya bersama ini dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera bagi semua individu, tanpa memandang status sosial atau kekayaan mereka.
Kembali pada penerapan syariat Islam yang memiliki salah satu kebijakan sistem ekonomi dalam menekankan kesejahteraan individu per individu adalah penting. Prinsip-prinsip ekonomi Islam, seperti zakat (sumbangan wajib), infak (sumbangan sukarela), dan prinsip keadilan ekonomi dirancang untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan memastikan distribusi kekayaan yang lebih merata.
Penerapan prinsip-prinsip tersebut tentunya memang sudah ada di beberapa negara, tetapi jika hanya menerapkan prinsip ekonominya saja tanpa menerapkan prinsip-prinsip Islam lainnya dalam sebuah sistem yang rusak, maka harapan untuk menginginkan kesejahteraan dan kegemilang peradaban pun hanya akan menjadi imajinasi belaka saja. Padahal kesejahteraan dan kegemilang peradaban pernah ada saat penerapan sistem Islam di dunia.
Sonia Rahayu, S.Pd.
Bandung [CM/NA]