CemerlangMedia.Com — Kasus rudapaksa kembali terjadi, kali ini di Tapanuli Tengah dengan jumlah korban yang baru melapor sekitar 30 orang anak laki-laki di bawah umur. Pelaku HCP (26) hingga hari ini masih buron dan masuk dalam DPO. Mirisnya, tersangka merupakan seorang berpendidikan dan pernah meraih IPK Cumlaude di kampusnya (26-11-2023).
Tingginya kasus rudapaksa terhadap anak di bawah umur yang kian marak hari ini bak fenomena gunung es. Ketidaktegasan aparatur hukum dalam menindaklanjuti dan memberikan hukuman kepada para tersangka menjadi salah satu penyebab makin tingginya kasus rudapaksa. Apalagi jika pelaku rudapaksa hanya dijatuhi hukuman ringan, tentu tidak akan pernah menimbulkan efek jera. Maka hal ini sangat membahayakan kelangsungan hidup anak-anak ke depannya.
Persoalan rudapaksa terjadi akibat pembinaan keluarga yang belum sempurna. Anak yang belum paham terkait bahaya dan tidak memahami rambu-rambu dalam pergaulan berpotensi mengalami hal demikian. Apalagi jika suami dan istri tidak bisa bekerja sama dalam memberikan pendidikan terhadap buah hatinya, khususnya pendidikan agama.
Padahal sejatinya, pendidikan agama begitu penting ditanamkan sejak kecil. Mengingat pada sistem yang ada saat ini, yakni sekularisme, agama sudah dijauhkan dari kehidupan dan tidak lagi mengatur seluruh aspek kehidupan. Sebaliknya, masyarakat justru diatur oleh hukum dan aturan yang dibuat para manusia sehingga makin tampak nyata kerusakan pada tatanan kehidupan masyarakat.
Kondisi ini juga makin diperparah dengan tidak adanya regulasi tegas terhadap media. Ya, media hari ini lebih banyak menyuguhkan tontonan yang tidak layak menjadi tuntunan. Padahal kondisi tersebut bisa mendorong fantasi negatif bagi siapa saja yang menontonnya, tak terkecuali anak-anak. Bahkan yang lebih miris, negara kita saat ini sedang dihantui oleh bayang-bayang cabul kronis yang notabene korbannya adalah anak-anak di bawah umur.
Sementara itu, di dalam Islam telah disebutkan bahwa mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukannya. Oleh karenanya, Islam menetapkan bahwa perbuatan rudapaksa atau pelecehan seksual dengan bentuk atau melalui media apa pun dihukumi haram dan dilarang karena hal tersebut bisa mengganggu kenyamanan hidup seseorang.
Lebih lanjut, dalam hukum Islam, tindak pidana pelecehan seksual merupakan jarimah ta’zir. Namun, jarimah pelecehan seksual tidak diatur secara terperinci di dalam Al-Qur’an dan juga hadis sebagaimana jarimah had. Walaupun demikian, para pelaku pelecehan tersebut tetap akan dihukumi dengan hukuman yang setimpal sehingga menimbulkan efek jera. Jarimah pelecehan merupakan jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan serta kerusakan akhlak. Aturan tersebut jelas menjadi alarm bagi siapa pun agar tidak melakukan tindak pelecehan.
Untuk itu, penting bagi kita semua berjuang mengembalikan aturan hidup manusia yang hakiki kepada aturan yang bersumber langsung dari Allah Swt. karena semuanya sudah termaktub dengan jelas di dalam Al-Qur’an dan hadis. Seluruh hukum dan aturan tersebut hanya bisa direalisasikan di dalam sebuah sistem yang mampu menyelesaikan seluruh problem manusia saat ini, yaitu sistem Islam. Sejatinya, Islam sudah mengatur semuanya.
Hukuman di dalam Islam bersifat komprehensif sehingga dapat menimbulkan efek jera. Selain itu, hukuman yang diterapkan oleh Islam juga bersifat penebus dosa. Itulah sebabnya, hukum dan aturan Islam senantiasa relevan untuk mengatur kehidupan manusia sejak dahulu, kini, bahkan nanti. Wallahua’llam
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]