CemerlangMedia.Com — Viral! Kasus duel remaja putri di Palembang menggunakan celurit mengundang keprihatinan sejumlah pihak. Polisi kemudian menetapkan keduanya sebagai tersangka, meski pada akhirnya tidak dilakukan penahanan karena alasan masih di bawah umur (19-01-2024).
Masa remaja kerap kali dikaitkan dengan emosi yang tidak stabil. Pada masa tersebut, remaja mungkin akan mudah marah pada hal yang tidak jelas. Remaja cenderung labil karena sedang dalam pencarian jati diri menuju dewasa. Meski begitu, pasang surutnya emosi sehingga mudah marah harus segera diketahui penyebabnya. Dengan begitu, anak akan menjadi lebih tenang serta mungkin juga menurunkan stres yang tengah dirasakannya.
Kemarahan merupakan ekspresi yang akan dikeluarkan oleh remaja dengan berbagai alasan. Beberapa perilaku kemarahan tersebut akan berhenti sampai dirinya menemukan penyebab kemarahannya yang akan meredakan emosinya sendiri. Meski begitu, umumnya penyebab remaja mudah tersulut emosi juga marah-marah adalah karena perasaan emosi dan kejadian yang sedang terjadi, bukan dari perilaku.
Kemarahan yang terjadi pada remaja bisa saja menjadi hal yang menakutkan, meskipun pada dasarnya tidak menyebabkan bahaya. Akan tetapi, hal tersebut mungkin akan memicu terjadinya kekerasan pada fisik dan verbal, prasangka buruk, hingga gangguan psikosomatik.
Kelainan mudah marah ini bisa menghancurkan hubungan dengan orang lain, mengganggu kesehatan fisik, hingga berpengaruh pada masa depannya. Berikut beberapa penyebab remaja mudah marah, di antaranya merasa ditindas, perasaan cemas, depresi, kebingungan secara sosial, dan pubertas.
Remaja yang sedang dalam masa transisi dengan segala tantangannya, sangat membutuhkan kehadiran dan peran serta orang tuanya. Sebab, hakikatnya, orang tua tidak hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai pendukung dalam mengembangkan keterampilan regulasi emosi yang sehat. Ditambah lagi, masa remaja adalah masa yang sulit dan kritis dalam perkembangan emosi, apalagi pada saat emosi meningkat sehingga diperlukan regulasi emosi yang efektif.
Untuk itu, orang tua harus memainkan peran pentingnya dalam membantu anak-anak mereka mengembangkan keterampilan regulasi emosi yang sehat selama masa tersebut. Kemudian hal yang lebih penting dan mendasar adalah penanaman akidah sedari kecil karena hal ini yang sudah jarang sekali dilakukan oleh para orang tua.
Akibat kosongnya akidah inilah membuat para remaja mudah melakukan tindakan-tindakan bod*h yang bukan hanya membahayakan orang lain, tetapi juga dirinya sendiri. Apalagi, kondisi tersebut makin diperparah dengan hadirnya sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karenanya, bertambah beratlah perjuangan para orang tua dalam upaya menanamkan akidah kepada anak-anak sebagai fondasi dalam meniti kehidupan yang fana ini.
Pada dasarnya, emosi dan amarah adalah dua hal yang sulit dipisahkan, tetapi bisa dikendalikan. Sejatinya, jika amarah tidak dikelola dengan baik bisa berakibat fatal untuk dirinya dan juga orang lain. Rasulullah saw. bersabda, “Marah adalah awal segala keburukan.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Ya, emosi dan marah akan membakar segalanya, termasuk rasionalitas, bahkan Rasulullah menyebut marah sebagai apinya setan. Untuk memadamkan amarah, Rasulullah saw. menganjurkan kita berwudu. Beliau bersabda, ”Sesungguhnya, marah itu dari setan. Setan diciptakan dari api. Api hanya bisa dipadamkan dengan air. Oleh karena itu, jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia berwudu.” (HR Abu Daud).
Orang yang sedang marah biasanya sulit mengontrol emosi. Cenderung membabi-buta, kehilangan kendali hingga merasa bahwa ia yang paling kuat. Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang kuat bukan yang jago gulat, tetapi yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR Bukhari Muslim).
Saat amarah itu hadir, hendaklah kita memohon perlindungan kepada Allah dengan mengucapkan taawuz, “a’udzu billaahi minasy-syaitaanir-rajiim.” Rasulullah juga menganjurkan untuk mengubah posisi tubuh kita ketika marah. Seandainya sedang berdiri, maka hendaklah duduk. Jika sedang duduk, maka tidurlah dengan posisi miring. Ingatlah selalu keutamaan orang yang dapat menahan amarah dan bersikap bijak kepada yang lain.
Namun, ada saatnya Allah membolehkan kita marah. Kapan? Di saat syariat Allah diabaikan, saat hukum-hukum Allah dan sunah Rasullah dilanggar manusia. Saat itulah manusia seharusnya marah, kalau tidak marah dalam perkara ini, justru bermakna pelanggaran. Oleh karenanya, bijaklah mengelola emosi. Sayang banget jika potensi generasi muda muslim tergerus dan energinya habis untuk perkara “receh”. Wallahu a’lam
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]