CemerlangMedia.Com — Terhitung sudah 106 tahun peringatan Hari buruh (May Day) berjalan di negeri ini. Kendati demikian, nasib buruh tidak banyak berubah alias masih sama saja, butuh kesejahteraan. Dalam May Day kali ini, para buruh menyerukan beberapa tuntutan yang meliputi 2 hal, yakni terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Hostum (hapus outsourcing, tolak upah murah) (1-5-2024).
May Day menjadi ajang seremonial para buruh dalam meratapi nasib mereka. Berbagai upaya sudah dilakukan demi mendapatkan jaminan kehidupan yang layak. Namun, hingga saat ini nyatanya nihil. Justru kebijakan yang ada tidak pernah memihak kepada mereka, tetapi kepada para korporasi dan oligarki. Ibarat pepatah “sudahlah jatuh, tertimpa tangga pula”. Menyedihkan!
Selain itu, adanya penetapan upah minimum regional (UMR) oleh pemerintah seolah menjadi angin segar bagi para buruh, tetapi faktanya tidak bisa juga menyelamatkan nasib mereka. Sebab, upah yang diberikan sering kali tidak sesuai dengan jasa yang diberikan oleh pekerja terhadap perusahaan.
Ini menjadi sesuatu hal yang wajar dalam sistem ekonomi kapitalisme, sebagaimana jargon andalannya, “mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba/keuntungan sebesar-besarnya”. Alhasil, untuk mencapai tujuan tersebut, eksploitasi terhadap buruh menjadi pilihan utama.
Berbeda dengan perlakuan sistem Islam terhadap buruh (pekerja). Dalam Islam, status pekerja dengan pihak yang memberikan kerja (majikan) adalah sama. Artinya, tidak ada yang lebih dimuliakan di antara keduanya. Antara pekerja dan majikan ada hak yang sama-sama harus dipenuhi dan ada kewajiban yang perlu ditunaikan. Hal ini harus sudah jelas dalam kesepakatan (akad) di awal sehingga ada keridaan di antara kedua belah pihak. Dengan demikian, hubungan kerja tersebut akan diberkahi oleh Allah.
Islam sangat memperhatikan posisi buruh, sebagaimana sabda Rasulullah, “Berikanlah kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).
Jadi, tidak ada istilahnya gaji pekerja tidak dibayarkan atau telat karena Islam mengajarkan sebaliknya, harus tepat waktu. Berkaitan dengan upah para pekerja, di dalam Islam tidak ada kebijakan standar minimum pengupahan. Upah yang diberikan akan disesuaikan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh para buruh. Hal ini akan menutup celah segala bentuk kezaliman yang akan dilakukan pihak yang memiliki wewenang lebih tinggi.
Anis Fitriatul Jannah, S.Pd.
Kab. Pamekasan, Madura [CM/NA]