CemerlangMedia.Com — Kabar adanya tindakan pelecehan yang diterima kontestan Miss Universe Indonesia 2023 dalam bentuk body checking dan didokumentasikan menyedot perhatian massa, baik di kancah nasional maupun internasional. Seorang kontestan menyebutkan agenda foto tanpa busana tersebut tidak tercantum dalam rundown. Sontak, kontestan merasa tersudut dan direndahkan martabatnya. Skandal ini membuat banyak pihak bicara dan mengambil tindakan, seperti bertambahnya kontestan yang speak up mengungkap fakta dan pengunduran diri yang dilakukan oleh CEO serta Direktur Visual ajang tersebut.
Jika dilihat dari kontes kecantikan yang mendunia ini, pelecehan yang terjadi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Salah satu contoh pada 2021, seorang fotografer Thailand melakukan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan terhadap 10 kontestan Miss Universe Thailand.
Dilansir dari website www.missuniverse.co.id tertulis “The Miss Universe Organization exists to advocate for a future firged by women”. Jika dilihat mendalam, bagaimana ajang yang mengedepankan kecantikan wanita dengan pakaian minim dapat membuat wanita bisa memimpin di masa depan? Ajang ini cenderung beriklim eksploitasi terhadap keindahan wanita dan menjadikannya sebagai komoditas pertunjukan. Tentunya ini akan mengundang syahwat laki-laki. Maka tak heran jika pelecehan seksual tidak asing lagi terjadi di kontes kecantikan.
Jika ditilik mendalam, ajang ini adalah event yang dapat meraup keuntungan besar. Hal ini dapat dilihat dari fakta seorang transgender Thailand yang membeli Miss Universe Organization sebesar $20 juta pada 2022 dan kontes Miss Universe 2023 memberinya keuntungan sekitar 100% (www.nationthailand.com). Di dalam organisasi dan kontes ini, terjadi perputaran uang dalam jumlah besar dengan menggunakan wanita sebagai mesin pencetak uangnya.
Bagaimana efek luas dari kontes kecantikan? Kontes ini secara implisit akan memberikan standar bahwa wanita yang sukses adalah wanita yang cantik, memiliki tubuh indah dalam bingkai kemewahan dan popularitas. Pandangan ini sungguh berbahaya bagi generasi perempuan muda. Generasi muda dapat tergiring untuk mempunyai mimpi sebatas menjadi cantik, bisa bergaya hedonis serta terkenal dengan cara mempunyai banyak followers di akun sosial media.
Bahkan hari ini tak sedikit generasi muda yang telah terjebak dalam mimpi popularitas semu. Memiliki banyak followers dan terlihat hidupnya selalu bahagia. Namun, di balik itu semua ada mental health yang menjadi isu besar pada generasi muda kita. Bukankah kita sering mendengar generasi muda kita tawuran, melakukan tindakan kriminal, hingga bunuh diri, atau menghabisi nyawa orang lain?
Maka dapat dikatakan bahwa kontes kecantikan yang menjadikan wanita sebagai komoditasnya ini lebih banyak ketidakbermanfaatannya, seperti merugikan kontestan dengan pelecehan seksual, merendahkan martabat wanita dengan mengumbar aurat, serta banyak bertentangan dengan norma agama dan negara. Kontes ini hanya akan menguntungkan segelintir kelompok dan merugikan banyak kalangan.
Maka mestinya Indonesia tidak membebek Barat dengan ikut menyelenggarakan ajang kecantikan. Sejatinya permasalahan ini dapat dikontrol oleh pemerintah, jika pemerintah tidak hanya berpikir mengenai keuntungan, termasuk di sini keuntungan pariwisata dan hubungan dengan negara Barat akibat dari kontes ini, maka pemerintah semestinya dapat dengan mudah dan tegas melarang penyelenggaraan kontes kecantikan.
Dr. Sara Respati, S.T., M.Sc.
Dosen, Peneliti dan Pemerhati Generasi
Yogyakarta [CM/NA]
Views: 6






















