CemerlangMedia.Com — Menjelang akhir tahun 2023, sejumlah pangan di berbagai daerah terpantau mengalami kenaikan yang membuat rakyat harus merogoh kocek dalam-dalam. Dilansir dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga pangan, seperti cabai mengalami kenaikan hingga menyentuh Rp90.000 per kg.
Selain itu, harga gula juga terpantau mengalami kenaikan, dari Rp14.000 per kg menjadi Rp16.000 per kg. Sedangkan melalui Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga terlihat tren kenaikan hampir seluruh harga bahan pangan di berbagai daerah.
Tren kenaikan harga pangan sejatinya bukan kali ini saja terjadi, tetapi terus berulang. Namun, yang menjadi sebuah pertanyaan, penguasa seakan tidak memiliki kemampuan untuk mengantisipasi tren kenaikan bahan pokok ini. Padahal negeri ini adalah negeri yang subur dan kaya dan sejatinya mampu mewujudkan ketahanan pangan jika dikelola dengan baik. Sebagaimana Koes Plus dalam lagunya yang berjudul “kolam susu” menggambarkan, bahwa “tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Bahkan, kesuburan tanah negeri ini pun mengantarkannya menjadi sebutan negeri agraris di dunia.
Belum lagi kekayaan alam yang melimpah ruah, harusnya lebih dari cukup menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyatnya. Sebut saja tambang emas di Mimika, Papua, yang setiap tahunnya menghasilkan keuntungan cukup fantastis. Pada 2022 saja, penghasilan tambang tersebut sebesar US$ 22,78 miliar atau setara Rp341,70 triliun. Cukup fantastis bukan? Belum lagi sumber daya alam yang lainnya, seperti bijih besi, nikel, dan lainnya.
Akan tetapi, apalah daya, negeri yang kaya ini terpenjara oleh sistem ekonomi kapitalisme. Sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang atau para oligarki. Sistem ini menjauhkan peran penguasa sebagai periayah urusan rakyat dan memfungsikannya sebagai regulator belaka, yang membuat penguasa tidak berdaya mengatur dan mengontrol pendistribusian bahan pokok ke seluruh negeri.
Di sisi lain, negara pun tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan praktik-praktik monopoli dan berbagai aktivitas nakal lainnya, seperti penimbunan, kecurangan, dan lain-lain. Kebijakan penguasa pun justru banyak yang mendukung para pengusaha dan pemilik modal. Alhasil, rakyat lagi-lagi menjadi korbannya.
Di tambah lagi, negara terikat dengan berbagai perjanjian global yang justru menggerus kedaulatan pangan negeri ini sendiri, seperti saat Indonesia meminta bantuan IMF, ada syarat pencairan dana, yakni keterikatan Indonesia dengan menerapkan liberalisasi ekonomi. Alhasil, impor pun tidak terbendung. Maka, sampai kapan pun, Indonesia tidak akan mampu mewujudkan kedaulatan pangan apabila masih bertumpu pada sistem kapitalisme.
Oleh karena itu, saatnya rakyat sadar dan harus mengubah sistem kapitalisme ke sistem Islam. Sistem yang berlandaskan pada akidah Islam dan sistem yang mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya, serta mampu menciptakan kedaulatan pangan. Ada beberapa mekanisme yang dilakukan sistem Islam dalam mewujudkan ketahanan pangan, yaitu.
Pertama, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyatnya per individu dengan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Mewajibkan setiap kepala rumah tangga untuk bekerja mencari nafkah.
Kedua, negara akan menunjang produksi pertanian hingga mencapai hasil yang maksimal. Hal itu diwujudkan dengan negara memberikan sarana dan prasarana bagi kemajuan pertanian, semisal pembangunan bendungan, saluran irigasi, pembenahan pengairan, dan lainnya. Ditambah lagi dengan pemberian modal bagi siapa saja yang tidak memiliki modal untuk mengolah sawahnya. Modal ini tidak menggunakan sistem ribawi.
Ketiga, negara tidak akan membiarkan tanah-tanah mati. Jika ada tanah mati, negara akan mengambil alih tanah tersebut dan memberikan kepada siapa saja yang bisa mengelola tanah tersebut.
Keempat, negara akan melakukan berbagai riset dan penelitian guna memajukan sektor pertanian. Riset dan penelitian ini dibiayai oleh negara.
Kelima, impor dan ekspor pangan dilakukan sesuai syariat Islam. Negara Islam tidak boleh bergantung, apalagi melakukan perjanjian dengan negara lain yang dapat menggerus kedaulatan negaranya.
Keenam, negara tidak akan mematok harga di pasaran, tetapi negara akan mengawasi dan memberikan sanksi tegas kepada para oknum-oknum nakal yang memainkan harga di pasaran. Negara pun memastikan pendistribusian pangan terjangkau ke seluruh daerah dan mampu dijangkau oleh seluruh rakyat.
Ketujuh, pengelolaan SDA dalam Islam tidak boleh diswastanisasi atau privatisasi. Semua dikelola oleh negara dan hasilnya untuk membiayai kesejahteraan rakyat.
Dengan berbagai mekanisme di atas, maka akan terwujud kedaulatan pangan. Apalagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah ruah. Wallahu a’lam
Siti Komariah
Konda, Sulawesi Tenggara [CM/NA]