CemerlangMedia.Com — Baru-baru ini publik kembali digemparkan dengan putusan PN Jakarta Pusat (Pengadilan Negeri) yang mengabulkan permohonan pernikahan beda agama antara calon mempelai laki-laki yang beragama Kristen dan mempelai perempuan yang beragama Islam. Menurut Hakim Bintang AL ini dibolehkan didasarkan pada alasan sosiologis, yaitu keberagaman masyarakat.
Selain itu Hakim Bintang AL menyatakan bahwa putusan itu sesuai Pasal 35 huruf a UU 23/2006 tentang Adminduk. Juga berdasarkan putusan MA Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama (25-6-2023).
Sebuah pernikahan sudah sepatutnya bukan hanya membicarakan soal cinta di antara dua insan manusia, tetapi juga tentang visi misi untuk menjalani kehidupan di hari-hari berikutnya. Namun, jika pernikahan beda agama ini dikabulkan dan menjadi hal yang wajar di tengah-tengah masyarakat, apa yang akan terjadi pada generasi selanjutnya?
Terlebih bagi seorang muslim telah jelas hukumnya bahwa tidak bolehkan seorang laki-laki kafir menikahi wanita muslim. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam firman Allah Swt.,
وَلَا تُنْكِحُواْ ٱلمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُواْ وَلَعَبدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُم
“Janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sungguh budak lelaki yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hati kalian.” (TQS al-Baqarah [2]: 221).
Selain itu, tujuan dari pernikahan dalam Islam pun amat mulia yakni melahirkan generasi pejuang agama Allah. Adanya pernikahan beda agama ini justru akan mengantarkan pada karut-marutnya pernikahan dalam Islam sebab keniscayaan perbedaan visi misi dalam hidup antara kedua mempelai.
Dikabulkannya pernikahan beda agama adalah bukti liberalisme dilestarikan, sebab liberalisme meniscayakan adanya asas kebebasan bertingkah laku termasuk dalam menentukan pasangan dalam pernikahan, sekalipun terdapat pelanggaran terhadap hukum syarak.
Hal ini merupakan dampak yang nyata dalam sistem demokrasi sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, agama seolah candu dan hanya sebatas ibadah ritual belaka dan negara hanya menjalankan fungsinya sebagai regulator dalam pengaturan dan penetapan hukum-hukum yang dibuat oleh manusia yang lemah lagi terbatas.
Berbeda dengan Islam yang mengatur segala problematika kehidupan termasuk dalam pernikahan. Tujuan pernikahan dalam Islam yang memiliki visi misi yang jelas serta mulia untuk melahirkan generasi yang qurrota ‘ayun dan pejuang agama Allah.
Selain itu, bagi seorang muslim, menikah juga merupakan salah satu upaya dalam penjagaan untuk menghindarkan diri dari perilaku maksiat yang bisa mengundang azab Allah.
Bukti keagungan hukum Islam dalam mengatur perihal pernikahan dan rumah tangga telah tergambar jelas dalam sejarah selama 1300 tahun lamanya dalam bingkai naungan Khil4f4h Islamiah.
Shafiyyah AL Khansa
Kebumen [CM/NA]