CemerlangMedia.Com — Perhelatan akbar itu telah usai. Namun, meninggalkan buih-buih duka yang menyelimuti masyarakat Indonesia. Sebanyak 108 petugas KPPS dikabarkan meninggal dunia. Beratnya tugas yang harus mereka jalankan demi Pemilu 2024 berjalan lancar, mengharuskan mereka bekerja hingga 24 jam dengan jeda istirahat sekadarnya dan tanpa tidur (25-2-2024).
Kondisi ini juga dirasakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Bekasi, Jawa Barat. Mereka berduyun-duyun mendatangi Posko Pelayanan Kesehatan akibat kelelahan, pingsan, menderita gastritis, dan beberapa di antaranya diharuskan rawat inap. Begitu juga dengan atribut kampanye pasca perhelatan akbar digelar, selain mengganggu estetika, juga menjadi sampah, dan menimbulkan permasalahan lain di lokasi TPA.
Bahkan, belum juga usai perhitungan suara, nasib pilu terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Seorang wanita dikeluarkan dari kartu keluarga oleh ayahnya yang mempunyai pilihan calon berbeda dengan sang anak. Sementara itu, nasib serupa juga dialami seorang pria di Rangkasbitung. Ini karena mendukung calon yang berbeda dengan mertuanya, ia diusir dari rumah tanpa mendapat pembelaan dari sang istri.
Namanya pesta, tentu akan memberikan dampak bahagia. Namun, berbeda dengan pesta kali ini, justru pengorbanan besar yang harus dipersembahkan rakyat demi perhelatan besar dengan nama pesta demokrasi. Pil pahit yang mesti dikonsumsi, tetapi efeknya tidak dapat menjamin sehatnya kesejahteraan rakyat.
Bagaimana tidak, pemilu dalam sebuah sistem demokrasi belum tentu mampu memberikan garansi rakyat akan baik-baik saja. Pasalnya, sistem demokrasi datang dari pemikiran manusia yang terbatas dan mustahil dapat mempersembahkan kesejahteraan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia, apalagi bagi kaum muslimin, sistem hidupnya mesti terikat dengan capaian rida Ilahi.
Oleh karena itu, pejabat yang harus dipilih adalah mereka yang rela menerapkan hukum-hukum Allah. Mereka yang rela diatur dengan aturan Allah karena hidup tidak hanya berbicara tentang dunia, tetapi juga akhirat yang kekal dan abadi. Bagaimana bisa rida Allah dapat diraih jika manusia mencampakkan hukum-Nya demi sebuah sistem yang bernama demokrasi.
Menghadapi kondisi seperti ini mestinya dibutuhkan edukasi politik yang hakiki, sebuah dedikasi ketaatan manusia sebagai makhluk kepada Khalik, Pencipta manusia. Ya, sistem Islam yang diridai adalah solusi hakiki, tidak hanya akan akan membawa perubahan masyarakat, tetapi juga sebagai jalan taat.
Sayangnya, oleh sebagian orang, Islam hanya dimaknai sebagai ibadah ritual dan tidak memiliki relevansi dengan pembangunan masyarakat. Sebagai buah pemikiran sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, Islam pun akhirnya tergantikan dengan sistem demokrasi. Alhasil, usai perhelatan akbar di seluruh negeri, derita pun turut dirasai. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menyadari bahwa sistem Islam adalah satu-satunya solusi demi menyelamatkan dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh negeri.
Nilma Fitri, S. Si.
Bekasi [CM/NA]