CemerlangMedia.Com — Kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur terus saja terjadi. Hal ini tentu membuat kita sebagai orang tua was-was dan juga resah terhadap keselamatan buah hati. Bagaimana tidak, kondisi hari ini belum mampu menjamin keselamatan dan keamanan anak dari kejahatan seksual.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Kota Pariaman, seorang oknum PNS Pemkab Kabupaten Padang Pariaman H (41) ditangkap polisi usai melakukan sodomi terhadap enam orang anak di bawah umur. Sebelumnya pelaku juga telah melakukan sodomi terhadap remaja 18 tahun (21-11-2023).
Perbuatan pelaku ini sungguh membuat geram. Bejat dan tidak bermoral adalah kata yang pantas untuk pelaku. Akibat ulahnya, pelaku terancam Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76 E tentang perlindungan anak. Pelaku terancam kurungan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Namun, sayangnya, sejauh ini hukuman yang ada tidak memberikan efek jera bahkan cenderung ringan.
Jika diperhatikan, berita pelecehan seksual terhadap anak terus saja terjadi dan makin marak. Mirisnya, kasus-kasus serupa banyak terjadi di setiap daerah, tetapi cenderung tak terjamah oleh media. Seperti kasus yang terjadi di Pariaman, yang notabene merupakan wilayah yang terkenal dengan falsafah “Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” pun tak luput dari kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Pariaman yang bermakna negeri yang aman, kini sudah tidak sesuai lagi dengan maknanya. Pemerintah sejauh ini belum mampu menjadi pelindung bagi para generasi karena faktanya, predator anak terus mengintai para generasi. Hal ini tentu menjadi PR kita bersama terutama pemerintah dalam melindungi nasib para generasi. Solusi yang dihadirkan sejauh ini persis seperti tambal sulam karena bersifat sementara dan tidak menyeluruh.
Kasus pelecehan seksual seperti mata rantai yang tidak pernah putus. Ini akibat diterapkannya sistem kufur sekularisme dalam kehidupan masyarakat saat ini. Sebuah sistem yang diadopsi dari Barat yang memisahkan agama dari kehidupan.
Pada sistem ini, agama dijauhkan dari tatanan kehidupan dan tidak dibiarkan mengatur kehidupan. Secara otomatis, hal inilah yang menyebabkan masyarakat makin jauh dari pemikiran Islam. Alhasil, mereka berbuat sesuai kehendak hati tanpa mempertimbangkan halal haram. Tidak ada lagi rasa takut dalam dirinya saat melakukan sebuah pelanggaran, dalam hal ini merusak generasi dengan sodomi.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, ada tiga pilar yang wajib melindungi dan menjaga generasi. Pertama ada keluarga, yakni orang tua wajib mengasuh dan mendidik anak dengan ilmu agama sehingga memiliki ketakwaan dan keimanan. Kedua, masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar, serta mengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Ketiga, negara sebagai pelayan masyarakat, yakni dengan memberikan pemenuhan terhadap sandang, papan, pangan, kesehatan, dan pendidikan, termasuk juga keamanan.
Negara juga wajib melindungi generasi dari tindakan kemaksiatan dengan pencegahan seperti menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islam. Negara akan menyaring konten yang merusak perkembangan generasi, seperti konten porno, film yang berbau sekuler, serta perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran syariat. Negara juga menerapkan sanksi yang tegas dan berefek jera yang berasal dari hukum Allah.
Tak hanya itu, negara juga menerapkan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Kalaulah orang tua sudah menjalankan tugasnya, masyarakat juga melakukan amar makruf dan negara melaksanakan perannya sebagai periayah umat, maka generasi kita akan terlindungi dan terjaga keamanannya. Hanya dengan diterapkannya sistem Islamlah mata rantai kasus pelecehan dan sodomi akan terputus. Wallahua’llam
Sri Mulyani
Pariaman, Sumbar [CM/NA]