CemerlangMedia.Com — Gelombang protes terjadi lagi, salah satunya oleh Aliansi BEM se-UI. Mereka mengatakan pengesahan RUU tentang penetapan Perppu no 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa pemerintah memiliki beragam cara untuk menipu konstitusi. Perppu tersebut lahir sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja yang diputuskan inskonstitusional oleh Mahkamah Agung.
Menteri Perekonomian Airlangga Hartanto justru berbeda pendapat. Menurutnya, penetapan Perppu ini justru akan menjadi kepastian hukum di tengah ancaman ketidakpastian global. Seperti konflik Rusia- Ukraina, perubahan iklim, serta badai El Nino maupun El Nina. Perppu ini menjadi payung hukum bagi para investor yang ingin menanamkan uangnya jauh dari area konflik.
Perppu ini menjadi perdebatan serius, bahkan persatuan buruh Indonesia menolak karena sangat merugikan pihak buruh, dan mengatakan pemerintah sebagai oligarki. Persoalan tentang tenaga alih daya atau outsourcing yang hanya boleh menempati jenis-jenis pekerjaan tertentu saja. Ini akan mengakibatkan tidak bisanya dunia kerja menyerap SDM yang tersedia. Bisa berakibat makin banyaknya pengangguran.
Persoalan kedua yang diperdebatkan adalah penetapan upah minimum. Adanya variabel tambahan berupa kata indeks tertentu ditolak oleh Aliansi Pengusaha Indonesia karena memberatkan dunia usaha. Karena ketidakjelasan regulasinya, apakah pengurangan, penambahan, pengalihan atau pembagian. Banyak pasal lain dalam Perppu ini yang menimbulkan persoalan karena ketidakjelasan redaksi dan menimbulkan beragam penafsiran. Ini juga berakibat pada peraturan turunan yang dibuat berdasarkan Perppu tersebut, seperti UU tenaga kerja asing, pemberhentian kerja dan sebagainya.
Perppu Ciptaker ini bukan hanya memberatkan buruh, dari sisi lain mereka merupakan pihak yang banyak dirugikan berupa pemberian upah dengan standar kehidupan minimum. Selain itu juga, disinyalir sebagai upaya cuci tangannya pemerintah dari tugas dan tanggungjawabnya. Jaminan kesehatan dan kesejahteraan hari tua merupakan bagian pengelolaan negara untuk masyarakat. Tetapi hari ini dilimpahkan ke dunia usaha untuk ikut bertanggungjawab.
Pemerintahan dengan sistem kapitalisme, sarat dengan kepentingan para pemilik modal besar. Mereka menyediakan undang-undang sebagai jalan masuk ke sebuah negara lalu mencengkeramkan kekuasaannya dengan dalih penanam modal asing atau investasi. Padahal itu hanyalah kedok untuk mengambil sumber daya alam dengan leluasa, karena berlindung di bawah payung hukum.
Hal tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena akan menyebabkan kesengsaraan kaum muslim dan seluruh umat di dunia. Perppu itu memang sudah selayaknya ditolak karena merugikan. Tetapi lebih dari itu, sumber dari lahirnya Perppu tersebut juga layak untuk ditolak dan dikritisi. Karena dari kapitalismelah lahir aturan-aturan yang menyengsarakan. Penggantian sistem demokrasi akan meniscayakan kesejahteraan. Karena peraturan yang ditetapkan bukan lagi hasil kompromi antara penguasa dan pengusaha, seperti yang terjadi hari ini.
Berbeda halnya dengan Islam dalam menangani persoalan ekonomi. Pertama, hilangnya sektor nonreal dan penggunaan riba merupakan langkah efektif untuk menggairahkan dunia industri. Dilarangnya investasi asing terutama dari negara yang nyata-nyata memusuhi kaum muslim. Sedangkan SDA hanya boleh dikelola oleh negara, tentu akan membuka lapangan kerja dan menutup celah korupsi. Mengembalikan peran perempuan sebagai al ummul wa robbul bayit. Sehingga perempuan tidak bersaing dengan laki-laki dalam bekerja. Mengembalikan kewajiban nafkah di pundak laki-laki, sehingga perempuan bekerja hanya untuk mengekspresikan dirinya. Bukan dalam rangka keterpaksaan untuk ikut berperan memutar roda perekonomian keluarga, yang berakibat pada terbengkalainya pendidikan anak-anaknya.
Penerapan sistem Islam secara keseluruhan akan bisa menjadikan Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Karena peraturan yang diterapkan berasal dari Allah Sang Pemilik Kehidupan.
Heni Satika (Praktisi Pendidikan)
[CM/NA]