CemerlangMedia.Com — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 telah ketok palu pada Senin (22-4-2024). MK menolak seluruh gugatan pelapor pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 01 dan 03. Mahkamah berpendapat, permohonan itu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya sehingga tidak bisa menjadi dasar untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut 01 (22-4-2024).
Pendukung paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 dan 03, termasuk masyarakat yang menginginkan pemilu yang bersih dan jujur, tentu berharap banyak pada sidang tersebut, tetapi putusan yang dikeluarkan bertolak belakang dengan harapan mereka. Bahkan, masyarakat yang menjadi bagian dari pelaksanaan Pemilu 2024 merasa kecewa dengan keputusan tersebut.
Kekecewaan itu seperti menambah luka dari berbagai persoalan yang sengaja disembunyikan kebenarannya. Lihat saja bagaimana kebijakan yang dijalankan, seperti bansos yang digelontorkan, Mahkamah Konstitusi yang seolah berganti baju menjadi mahkamah keluarga, dugaan serangan fajar berupa politik bagi-bagi amplop, perasaan masyarakat yang seolah diabaikan, ditambah lagi dengan dugaan cawe-cawenya presiden selama proses Pemilu 2024, dan sebagainya. Semua itu seolah sulit untuk dibuktikan karena elite politik mempunyai power di segala bidang sehingga mampu meredam itu semua dengan memanfaatkan kekuasaannya.
Hal ini merupakan buah dari sistem demokrasi kapitalisme yang memberi ruang bagi sebagian orang untuk dapat menguasai kekuasaan, meski dengan cara yang tidak benar. Sistem yang mempunyai tabiat rusak dan merusak memang tidak seharusnya dianut oleh negeri manapun di dunia ini. Dikatakan rusak karena asasnya yang sekuler, yakni memisahkan agama dan kehidupan sehingga merusak tatanan kehidupan umat manusia dan jagat raya.
Putusan MK yang menolak gugatan sengketa pilpres harusnya mampu menyadarkan masyarakat betapa bobroknya sistem demokrasi kapitalisme. Tidak sepatutnya masyarakat berharap kepada sistem yang tidak dapat berlaku adil, padahal sudah berulang kali mengecewakan.
Masyarakat hendaknya tidak tertipu dengan bujuk rayu akan adanya perubahan dalam sistem demokrasi kapitalisme karena selama sistem ini yang diusung, maka kecurangan dan keculasan akan terus terjadi. Hal itu merupakan benteng pengokoh agar sistem tetap berdiri.
Pada dasarnya sistem ini sangat bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, langkah nyata yang harus dilakukan adalah membuang jauh sistem bobrok ini dan menggantinya dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian sehingga memberi manfaat dan keberkahan.
Dalam Islam, pemimpin harus dipilih berdasarkan kapasitas, dedikasi, prestasi, pengorbanan, dan kesalehannya. Bukan berdasarkan koalisi, kolusi, dan nepotisme atau hubungan kekerabatan. Tidak mungkin seseorang menjadi penguasa tanpa modal ilmu dan pengalaman, apalagi memperolehnya dengan cara instan.
Agustia
Padang, Sumatra Barat [CM/NA]