CemerlangMedia.Com — Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberikan remisi Hari Raya Idulfitri 1445 H kepada 16.336 narapidana Jawa Barat, Rabu (10-4-2024). Dari Jumlah tersebut, 128 narapidana langsung bebas di hari Lebaran.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jabar Masjuno mengatakan, ada dua jenis remisi pada Lebaran 2024, yakni Remisi khusus Idulfitri I atau RK I berupa pengurangan hukuman dari 15 hari hingga 2 bulan. Sementara itu, remisi khusus Idulfitri II atau RK II berupa pengurangan masa hukuman yang langsung bebas setelah menjalani masa tahanan. Melihat hal ini, timbul pertanyaan, apakah remisi termasuk tradisi? Karena setiap momentum tertentu pasti ada hal semacam ini, seperti Hari Kemerdekaan dan Nataru.
Remisi pada momen tertentu ini menunjukan bahwa tidak adanya sanksi jera. Bisa kita lihat, jika setiap momen mendapatkan remisi, narapidana makin cepat bebas. Hal ini bisa menambah banyak kasus kejahatan. Ini seolah menunjukkan bahwa negara tidak serius dalam memberikan sanksi kepada pelaku kejahatan.
Dalam sistem saat ini, di kalangan menengah ke bawah, ekonomi merupakan faktor penyebab mereka melakukan kejahatan. Tingkat kemiskinan yang tinggi, kesenjangan sosial, dan sulitnya mendapatkan pekerjaan membuat rakyat sulit dalam menjalani kehidupan, ditambah lagi dengan berbagai biaya yang mengalami kenaikan. Tidak adanya jaminan dari negara tentang kesejahteraan, membuat rakyat menempuh jalan apa saja agar bisa bertahan hidup.
Sedangkan di kalangan atas, pelaku kejahatan seperti koruptor makin menggila. Mereka dengan rakus mengeruk kekayaan negara yang seharusnya adalah hak setiap warga. Minimnya efek jera terhadap para koruptor ini pun, membuat para pejabat makin melenggang dan berbuat sesuka hati.
Selain itu, dalam sistem sekuler buatan manusia ini, undang-undang mudah berubah, mudah diubah, dan tidak baku. Standar yang dipakai tidak jelas, tidak konsisten, dan bisa mengalami perubahan sesuai kepentingan.
Tentu berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Daulah Khil4f4h, masyarakat dijamin kesejahteraannya sehingga mampu mengurangi tindakan kejahatan. Dalam bidang pendidikan pun, negara memberikan fasilitas yang baik, mampu mencetak generasi beriman dan bertakwa sehingga jauh dari kemaksiatan.
Aturan hukum dalam Islam khas, baku, tetap, dan menjerakan, seperti hukum qisas, potong tangan, cambuk, rajam, dan lain sebagainya. Sanksi-sanksi ini disyariatkan untuk mencegah manusia dari perbuatan kejahatan. Sebagaimana firman Allah Swt, “Dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 179).
Berdasarkan ayat di atas, hukuman bagi seorang pembunuh adalah dengan dihilangkan juga nyawanya (dibunuh). Ini menjelaskan bahwa dalam syariat qisas terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa manusia. Oleh karena itu, ketika seseorang tahu jika membunuh itu hukumannya adalah dibunuh, maka dia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan.
Mela Astriana
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]