CemerlangMedia.Com — Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting (kekurangan gizi pada anak) di tingkat daerah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sebelumnya mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas (02-12-2023).
Persoalan korupsi di negeri ini seolah tak ada habisnya. Korupsi dilakukan bukan karena himpitan ekonomi atau gaji yang tidak mencukupi, tetapi karena keserakahan (greed) dan adanya kesempatan (opportunity). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Berdasarkan data ICW, kasus korupsi mengalami peningkatan di 2022, yakni sebanyak 8,63 persen atau sebanding dengan 579 kasus. Data itu yang terdeteksi, yang tidak terdeteksi bisa jadi masih banyak lagi.
Miris! Indonesia menempati urutan tertinggi ke-27 dari 154 negara yang memiliki stunting berdasarkan data UNICEF dan WHO. Hal ini menjadikan Indonesia berada di urutan ke-5 di antara negara-negara di Asia.
Stunting adalah persoalan serius bangsa yang harus diselesaikan demi masa depan yang lebih baik. Maka, tidak pantas dana yang digelontorkan untuk menyelamatkan generasi stunting dikorupsi. Sebab, dana itu adalah hak rakyat dan amanah bagi pemangku kebijakan untuk menyalurkannya secara tepat sasaran.
Memang benar, ada upaya pemerintah melahirkan program yang digadang-gadang mampu menyelesaikan stunting, yaitu program Zero Stunting 2030 untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030. Untuk mendukung program Zero Stunting, pemerintah melahirkan program pendukung seperti pemberdayaan ekonomi perempuan (PEP) melalui UMKM. Melalui program UMKM ini diharapkan perempuan bisa mandiri dan bisa membantu perekonomian keluarga. Tidak hanya sekadar bergantung pada suami.
Memang benar, ketika perempuan bekerja dia akan mendapatkan uang. Namun, uang yang dihasilkannya belum tentu mencukupi tuntutan hidupnya. Saat ini, biaya pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari sangat mahal. Jika seorang ibu sibuk di ranah ekonomi, maka perhatian kepada anak dan rumahnya pasti berkurang.
Tanpa disadari, masalah baru pada anak pun muncul. Anak menjadi manja dan nakal akibat dibiarkan bebas menggunakan gadget tanpa dikontrol orang tua. Anak diberikan fasilitas, uang dan apa pun yang diminta agar tidak menggangu pekerjaan orang tuanya, terkhusus ibu.
Padahal di dalam Islam, perempuan tidaklah wajib untuk bekerja. Tugas pokok seorang perempuan adalah mengurus dan mendidik anak-anaknya (ummun warabbatul bait). Perempuan boleh bekerja ketika kewajibannya sebagai ibu sudah tertunaikan dengan sempurna. Jika anak ditelantarkan, maka ia paham akan ada hukum Allah yang pedih.
Inilah buah dari sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan, yaitu pemisahan agama dari kehidupan atau pemisahan agama dari negara. Wajarlah, jika korupsi, kenakalan remaja, hingga kasus hancurnya keharmonisan rumah tangga terjadi dan terus meningkat karena tidak ada rasa takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Akankah kita tetap bertahan dalam kondisi ini?
Maka, sudah selayaknya kita mengambil aturan dan sistem dari Islam yang berasal dari Tuhan pencipta alam. Jika hukum Islam diterapkan secara kafah, maka dijamin akan mampu menyelesaikan seluruh permasalahan. Sebab, Islam tidak tebang pilih dan tegas dalam hukuman. Apakah dia seorang penguasa atau rakyat biasa karena hukum Islam akan menjadi pencegah dan penebus. Wallahu a’lam bisshawwab
Susi Ummu Ameera [CM/NA]