CemerlangMedia.Com — Setelah mengurangi berbagai hak pekerja atau buruh melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak kepada pekerja, yaitu Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pekerja yang berpendapatan di atas upah minimun harus membayar wajib tiga persen dari pendapatannya.
Iuran ini akan menjadi tabungan perumahan pekerja yang bisa digunakan untuk manfaat kredit perumahan murah, pembangunan rumah, dan renovasi rumah. Hal ini sontak mengundang reaksi keras dari para pekerja dan mendesak pemerintah untuk membatalkan kebijakan tersebut (02-06-2024).
Besarnya potongan pendapatan yang dibebankan pada buruh saat ini sudah hampir mendekati 12 persen dari upah yang diterima, antara lain pajak penghasilan, jaminan kesehatan, iuran pensiun, dan jaminan hari tua. Akan tetapi, pemerintah seperti tidak kehabisan akal untuk terus “menghisap darah” rakyatnya dengan berbagai dalih dan jumlahnya cenderung naik dari waktu ke waktu.
Beban hidup yang ditanggung rakyat seperti kurang cukup untuk membuat pemerintah berempati. Mahalnya biaya hidup, kesehatan, pendidikan, dan harga-harga kebutuhan pokok yang saat ini melambung tinggi, sudah cukup membuat rakyat kepayahan untuk memenuhinya. Lalu dipaksa lagi untuk membayar iuran wajib Tapera kepada negara dengan tidak adanya kepastian jaminan akan memiliki rumah dan hitungan matematisnya sangat tidak rasional. Jelas, itu merupakan kezaliman.
Beberapa kalangan menilai, pemerintah saat ini sedang kehabisan uang. Sementara beban negara bertambah berat karena utang yang terus menumpuk. Itulah yang menjadi dasar muncul berbagai kebijakan yang memberatkan. Berbagai cara dilakukan untuk menarik dan menahan uang rakyat. Belum lagi ketika berbagai iuran tersebut dikaitkan dengan pelayanan publik. Inilah kenyataan pahit yang harus dihadapi. Semua itu tidak lepas dari sistem ekonomi liberal yang diterapkan oleh pemerintah.
Dalam negara kapitalisme liberal, pajak atau iuran adalah wajib karena merupakan sumber pendapatan negara. Bahkan, lebih mirisnya, keberlangsungan pemerintahan saat ini bukan hanya dari iuran dan pajak saja, tetapi dari hasil utang yang nantinya menjadi beban rakyat dan generasi berikutnya. Ya, negeri ini sudah dirancang sedemikian rupa untuk memalak rakyatnya yang diatur melalui undang-undang.
Mereka melepaskan tanggung jawabnya sebagai penjamin kebutuhan rakyat sesuai dengan prinsip ekonomi kapitalisme liberal. Inilah realitas kerusakan sistem yang sejatinya tidak akan pernah terjadi andai saja negeri yang mayoritas muslim ini mau mengadopsi sistem Islam untuk mengatur keberlangsungan hidupnya.
Dalam Islam, tugas penguasa bukan sebagai pemalak, melainkan melakukan riayah terhadap umat. Menjamin kehidupan mereka dan pantang menelantarkan kebutuhannya. Semua kebutuhan rakyat harus diberikan secara gratis, tanpa pandang bulu. Inilah prinsip Islam yang telah dipraktikkan berabad-abad lamanya. Tanpa Islam, rakyat berat dan menderita.
Mia Kusmiati
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]