Oleh: Novida Sari, S.Kom.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Sob, ada kasus menggemparkan, nih. Seorang istri dari oknum pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melaporkan suaminya (CW) ke Polda Metro Jaya, 15 Mei lalu. Awalnya CW, ketahuan selingkuh dengan seorang dokter kecantikan oleh sang istri. Menyikapinya, CW pun membantah tuduhan itu dengan cara bersumpah agar istrinya percaya. Namun, sumpahnya dilakukan dengan m*n*k Al-Qur’an, Sob. Bahkan, rekaman video aksinya ini beredar luas di masyarakat (tribunnews.com, 18-5-2024).
Dalam sebuah jurnal yang diterbitkan oleh UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Agustus 2022, kasus penistaan agama telah terjadi sejak zaman penjajahan Hindia Belanda dan orde baru. Jurnal ini memuat masing-masing satu dari masa Hindia Belanda, orde baru, reformasi dan masa pandemi covid-19. Meski sebenarnya ya, Sob, penistaan agama itu banyak dan nggak hanya di negeri wakanda aja.
Di masa Hindia Belanda, tepatnya pada 1918 di Kota Surakarta, ada artikel yang beredar di media cetak dengan judul “Pertjakapan antara Marto dan Djojo” menimbulkan reaksi keras dari umat Islam (Huda, 2019). Kemudian kasus penista agama di masa orde baru dilakukan oleh Arswendo Atmowiloto sebagai pimpinan Tabloid Monitor. Dia memuat polling yang isinya dianggap menghina Nabi Muhammad saw. pada 1990.
Di masa reformasi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga dianggap menghina kitab suci Al-Qur’an dengan mengutip surah Al-Maidah ayat 51. Bahkan, kejadian ini sangat fenomenal dan kesohor lo, Sob, karena mampu menghimpun aksi bela Islam 212 dengan massa jutaan orang.
Terus di era pandemi covid-19, ada kasus Muhammad Kece pada 2021 yang dianggap menghina ajaran agama Islam melalui kanal YouTube. Kece berhasil ditangkap polisi setelah sempat kabur ke Bali (Friastuti, 2021). Nah, jadi heran kan, Sob, penistaan agama kok sering berulang, ya?
Buah Sekularisme
Nyadar nggak sih, Sob, rata-rata yang menjadi korban penistaan agama itu selalu aja Islam. Terus kejadiannya juga banyak terjadi di negeri yang mayoritasnya adalah muslim. Tidak menutup kemungkinan juga terjadi di negeri minoritas muslim.
Semua ini terjadi karena penerapan sekularisme. Itu lo, sistem yang nggak bolehin adanya campur tangan agama dalam urusan publik. Jadi, nggak boleh bawa-bawa agama di kehidupan sehari-hari. Bicara agama hanya ranah privasi individual.
Nah, sekularisme ini, nih, ditopang empat pilar kebebasan untuk negara pemerintahan demokrasi kapitalisme, mulai dari kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi dan tingkah laku. Kebebasan berekspresi yang kebablasan telah melanggar norma dan nilai agama yang seharusnya dipandang sebagai sebuah ajaran yang suci dan dihormati. Parahnya lagi, bagi para pelaku, menista dan mengolok-olok agama adalah hal yang wajar dan pilihan personal, apalagi hukum kepada penista agama masih tergolong tumpul ya, Sob.
Pemerintah pemeluk sekularisme demokrasi, justru menunggu heboh alias viral terlebih dahulu di masyarakat, baru deh, dilirik untuk ditangani. Itupun tidak sebanding ya, dengan penistaan yang dilakukan.
Terus ya, Sob, atas nama kebebasan beragama, kita diminta agar tidak terpancing emosi. Buya Hamka pernah mengatakan, “Jika kamu diam saat agamamu dihina, ganti bajumu dengan kain kafan.” Sesakral dan seagung itu ajaran agama kita, Sob, sampai-sampai kita dikatakan tak layak hidup jika diam saat agama kita dihina.
Lain halnya jika pelaku penistaan dan pelecehan agama itu nonis (non Islam), nggak bakal ada narasi radikal dan intoleran. Akan tetapi, coba kalau pelakunya muslim, beuh, pasti beda cerita. Nggak heran, sih, karena ini kan wajah asli sekularisme.
Sekularisme Nggak Levelnya Kaum Muslim
Dengan dorongan keimanan yang mantap, setiap muslim harus menolak dan membuang jauh-jauh sekularisme. Masa iya, ajaran Islam yang sesempurna itu harus dipisahin dari kehidupan publik. Bakal terjadi tabrak kepentingan dan kebebasan, salah satunya, ya, penistaan agama ini. Makin hari kian menjadi-jadi.
Berbagai kebebasan yang dihasilkan sekularisme nyatanya kian mencemaskan. Pelaku penistaan agama juga kian subur bak jamur di musim penghujan. Parahnya, sebagai pihak yang tersudutkan, kita justru diminta diam. Apa bedanya dengan setan bisu?
Padahal Allah Swt. telah berfirman dalam surah Muhammad ayat ke 7,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ
Artinya: “Hai orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, maka Dia (Allah) akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.”
Namun sayangnya, banyak pemuda muslim hari ini hanya berpikir hidup hanya hari ini, padahal perjalanan kehidupan kita masih sangat panjang. Jika hari ini kita ada dunia, besok lusa kita akan ada di akhirat untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan sepanjang hidup di dunia.
Sementara Allah Swt. telah memberikan kita potensi akal untuk menimbang dan berpikir mana jalan yang terbaik selama hidup. Plus, Allah Swt. juga telah memberikan petunjuk yang saat ini masih awet dan terjaga di sekitar kita. Yapz, apalagi kalau bukan Al-Qur’an dan as-Sunah.
Butuh The Real Payung Pelindung
Pola pikir sekularisme kian subur dan berulang dikarenakan umat Islam tidak punya payung pelindung. Dalam istilah fikih, payung pelindung ini disebut dengan Khil4f4h, yakni sebuah institusi yang tegak berdasarkan dua kalimat tauhid sehingga sistemnya adalah ajaran Islam yang totalitas. So, pasti menghasilkan apa yang Allah Swt. sebut dengan rahmatan lil ‘alamin.
Berbeda dengan sistem sekularis demokrasi. Para penguasa yang hidup dalam sistem Khil4f4h ini tidak akan diam membiarkan Islam dinista dan dihinakan karena Allah Swt. telah mengingatkan kita dalam surah Al-Maidah ayat ke 57,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَكُمْ هُزُوًا وَّلَعِبًا مِّنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ اَوْلِيَاۤءَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah jadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.”
Para pelaku penista agama bisa dikenakan hukuman dibunuh seperti yang disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Sharimul Maslul. Ini merupakan pendapat mayoritas dan jumhur ulama.
Bahkan, di masa Rasulullah saw., ada seorang perempuan Yahudi yang mencela dan mencaci maki Rasulullah saw.. Perempuan Yahudi ini lantas dicekik oleh seorang pemuda muslim sampai mati. Rasulullah saw. membatalkan (qisas) atas penumpahan darah perempuan Yahudi tersebut (Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Sementara ya, Sob, Khil4f4h tidak membenarkan melayangnya nyawa seorang manusia tanpa alasan yang haq, tetapi si perempuan Yahudi emang keterlaluan sih, alias nggak bermoral. Dari kasus ini dapat dipahami, hukum menistakan Islam itu haram dan tidak boleh dibiarkan.
Wujudkan Janji Allah atas Kekhalifahan
Berulang dan tumbuh suburnya penistaan agama menjadi bukti bahwa sekularisme telah gagal menjadi sistem pengatur hidup manusia. Tak perlu kita tunggu pelakunya sadar dan tidak berulang lagi karena memang itu kebebasan mereka yang dilindungi oleh sekularisme itu sendiri.
Hanya Khil4f4h yang membuat penguasanya berdaya dalam memberantas penistaan agama, tanpa harus menunggu viral dan banyak pihak yang melaporkan, apalagi Khil4f4h itu adalah janji Allah Swt. yang harus kita perjuangkan. Kalau bukan kita, siapa lagi? [CM/NA]