#30HMBCM
Oleh: Melgi Zarwati
CemerlangMedia.Com — Mentari pagi terbit sekali lagi. Menyinari bumi yang semakin kehilangan pijakan. Di balik cahaya yang lembut, dunia sesungguhnya tengah retak. Bukan karena bencana alam, bukan pula karena wabah, tetapi karena kerusakan moral yang menggerogoti dari dalam —perlahan, halus, tetapi mematikan.
Inilah zaman ketika standar hidup dilipatgandakan, sementara standar moral dilepaskan. Benar dan salah tak lagi dibedakan, terganti oleh selera, popularitas, dan kebisingan dunia digital. Kebatilan tampil dengan wajah yang lebih ramah, lebih rapi, lebih “modern” sehingga kebaikan tampak usang, terbelakang, dan tak menarik.
Di penghujung zaman seperti ini, benturan pemikiran kian terasa nyata. Di satu sisi, ada arus pemahaman sekuler yang menjauhkan manusia dari Rabb-nya—mengajarkan bahwa kehidupan hanyalah tentang dunia, bahwa agama cukup disimpan sebagai ritual, tanpa perlu mengatur langkah, keputusan, atau peradaban.
Di sisi lain, ada mereka yang berusaha menjaga kejernihan akal, menegakkan kembali pemikiran Islam yang lurus, dan menghidupkan kembali ruh perjuangan yang pernah mengangkat umat ini pada kejayaan.
Wahai jiwa-jiwa yang merindukan arah, berjalanlah menyusuri jejak para pejuang yang tidak goyah oleh zaman. Mereka memahami betul bahwa kerusakan bukan hanya lahir dari pelaku maksiat, tetapi dari kaburnya cara berpikir, dari hilangnya tolok ukur syar’i, dari diterimanya ide-ide asing yang merusak fitrah.
Maka inilah saatnya mengasah pemikiran hingga sejernih mata air agar mampu mengenali mana kebenaran yang hakiki dan mana ide yang lahir dari peradaban asing yang memuja materi di atas nilai, kebebasan di atas ketundukan kepada Allah, dan hawa nafsu di atas kesucian hidup. Sebab, benturan di zaman ini bukan lagi sekadar fisik, tetapi adalah perang pemikiran. Perang antara cara pandang yang lahir dari wahyu, dan cara pandang yang lahir dari akal manusia yang terbatas.
Pemikiran yang keliru akan melahirkan perilaku yang keliru dan perilaku yang keliru akan melahirkan masa depan yang hancur. Inilah kenyataan yang kita saksikan hari ini.
Namun, di tengah semua itu, ada secercah cahaya yang tak pernah padam. Cahaya itu hidup di hati mereka yang menjaga ilmu, memahami akidahnya dengan tuntas dan memandang dunia melalui sudut pandang Islam, bukan dari lensa ideologi selainnya.
Mari terus gelorakan kesadaran bahwa umat ini tidak akan bangkit hanya dengan semangat yang berapi-api. Akan tetapi dengan pemikiran yang benar, yang menghancurkan sekat-sekat batil dan membongkar kebohongan ideologis yang telah lama membelenggu peradaban.
Bersatulah dalam perjuangan melawan kemaksiatan, melawan kesesatan pemikiran, melawan arus besar yang menormalisasi amoralitas sebagai gaya hidup. Tanda-tanda kebangkitan itu mulai terlihat di sanubari generasi yang mulai mempertanyakan, mengapa hidup ini diarahkan oleh ide yang tidak pernah memberi ketenangan? Mengapa peradaban modern yang diagungkan justru melahirkan kehampaan?
Di saat ada yang kembali kepada Islam secara utuh dengan akidah yang kokoh dan pemahaman yang mendalam, itulah awal dari sebuah perubahan besar. Kemenangan terasa makin dekat bagi mereka yang tidak sekadar hidup dalam arus, tetapi menjadi arus yang membawa kebenaran. Dan kelak, sejarah akan mencatat bahwa di tengah runtuhnya moral dunia, ada sekelompok manusia yang tetap berdiri, memegang teguh risalah hingga cahaya itu kembali menerangi seluruh alam.
(*Naskah ini tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]
Views: 1






















