Misteri Congklak Rony

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Putri Halimah, M.Si.

CemerlangMedia.Com — Tepat pukul satu siang di Hari Minggu yang cerah, Rony baru pulang ke rumah. Sejak pagi pukul delapan ia keluar bermain. Tentu saja sambil membawa handphone. “Ibu, tolong ambilkan makan siangku!” Ucap Rony dengan muka cemberut dan bernada kasar kepada ibunya. “Loh, loh, loh darimana saja kamu? Jam segini baru pulang, Nak?” Belum selesai ibunya berbicara, Rony melengos pergi ke kamarnya.

Rony merasa kesal sekali. Ia selalu kalah bermain gim bersama teman-temannya. Ia bahkan mendapat julukan baru “Super Loser”, artinya orang yang sangat sering kalah. “Lihat saja nanti, aku pasti akan membalas kalian.” Gerutunya sambil mengepalkan tangan kanannya dan meninjunya ke udara.

“Rony, ayo makan dulu. Ibu sudah siapkan nih.” Rony bergegas keluar dari kamar setelah berganti pakaian, menuju kamar mandi untuk mencuci muka, tangan, dan kakinya. Air yang membasuh wajahnya berhasil meredakan rasa kesal dan amarah. Ibu menemani Rony makan. Hari itu ibu memasak ayam sop kesukaan Rony, ditemani tempe goreng. “Masakan ibu terbaik. Enak banget.” Pujian Rony berhasil membuat pipi ibu merah merona.

“Gitu dong, kalau bicara sama orang tua yang lembut, sopan. Jangan teriak-teriak seperti
tadi.” Ujar ibu sambil membelai rambut hitam lebat Rony.

“Astaghfirullah. Maaf ya, Bu. Sebenarnya Rony tadi emosi karena kalah bermain gim.” Ucap
Rony sambil menyantap makan siangnya.

“Rony… Rony… Sudah berapa kali Ibu bilang. Bermain gim itu boleh saja asal ada…”
Rony langsung memotong, “Batasnya.” Ibu membalas dengan senyum.

“Oh ya, sore nanti ada teman lama Ibu mau mampir ke rumah. Kamu jangan ke mana-mana, ya.” Rony mengangguk tanda mengiyakan perkataan ibu.

Setelah makan, Rony bergegas mengambil air wudhu dan menunaikan solat Zuhur. Selang beberapa menit kemudian, terdengar sayup-sayup suara yang memanggil nama Rony. “Rony.. Rony.. Main yuk!” Ternyata Bumi dan Tegar yang memanggil dari balik pagar. Rony berjalan ke luar rumah menghampiri teman-temannya. “Ada apa?” tanya Rony. “Wahyu ngajakin main lagi. Kamu mau ikut tidak?” teriak Bumi dari balik pagar.

Rony teringat pesan ibunya untuk tidak keluar rumah. “Jika hanya sebentar saja, mungkin tidak masalah.” Tutur batinnya. Rony bergegas mengambil congklak miliknya, dan pergi bersama teman-temannya. “Hey, tungguin aku!” teriak Rony sambil mengejar teman-temannya yang pergi berlari meninggalkannya.

Mereka menyusuri jalan komplek menuju taman. Mata mereka tertuju pada rumah yang berseberangan dengan taman. “Sepertinya ada tetangga baru nih.” Ujar Tegar. “Hey, sebelah sini.” Teriak Wahyu memberikan isyarat kepada teman-temannya. Rony, Bumi, dan Tegar menyusul Wahyu. Mereka bermain congklak dengan perasaan gembira.

Tiba-tiba datang seorang anak laki-laki asing yang usianya tidak jauh berbeda dengan Rony, Bumi, Tegar, dan Wahyu. Hanya saja, tingkahnya tidak biasa. “Wahyu, kamu kenal ga sama dia?” tanya Tegar penasaran. “Aku tidak mengenalnya sama sekali.” Ucap Wahyu sambil menggelengkan kepalanya.

“Hai, Aku Rony. Siapa namamu?”Rony memberanikan diri menyapa sambil mengulurkan tangan. Anak laki-laki tadi hanya tersenyum dengan pandangan yang tidak fokus. “Kamu itu aneh sekali. Cengengesan mulu, nantangin kami hah?” Bumi berdiri, membusungkan dadanya dan telunjuknya diacungkan ke muka anak laki-laki tadi.

Rony menarik tangan Bumi, dan mengajaknya kembali duduk. “Udah, sabar aja. Mungkin tu orang lagi sakit.” Rony berusaha menenangkan Bumi. Anak laki-laki tadi mengikuti Rony dan teman-temannya, duduk mendekat.

Ia masih tersenyum, kadang tertawa cengengesan, dan mengoceh sendiri dengan tatapan mata yang tak pernah fokus. “Hei, kamu nantangin kami ya? Sini kalo berani. Kita duel main congklak.” Ajak Rony kepada si anak laki-laki.

Ia pun mengambil posisi berhadapan dengan Rony, dan mulai memainkan biji-biji congklak.Teman-teman Rony menyemangati. Tegar berteriak, “Super Loser itu untuk kamu yang bermain gim, Ron. Kalo main congklak kan kamu Super Kingnya. Ayo Rony, lawan!” Wahyu memijat-mijat pundak Rony, mencoba melemaskan otot-otot pundaknya.

Anak laki-laki itu menikmati permainan. Sesekali ia menyeringai, seperti tersenyum mengejek ke arah Rony. Hal itu pula yang membuat dahi Rony berkeringat gugup. Permainan berjalan begitu cepat. Rony kalah telak. Mukanya merah, tangannya dikepal kesal, peluh keringat membasahi wajahnya.

“Hei, anak mana kamu? Berani ya ngalahin King kami. Sini kamu!” Teriak Tegar. Bumi menarik tangan Tegar, dan mencoba menenangkannya. “Ron, yang sabar ya. Yuk kita pulang aja. Biarin aja tu orang aneh sendirian.” Ajak Wahyu. Rony dan teman-temannya pulang meninggalkan anak laki-laki yang masih asing bagi mereka. Anak itu berdiri dan melambaikan tangan sambil cengengesan.

“Melihat senyum anak aneh itu aku jadi merinding.” Ucap Bumi. “Kenapa emangnya, Bumi?” tanya Tegar. “Pasti mirip hantu ya bikin merinding.” Wahyu membalas. Mereka pun menertawakan sikap aneh anak tersebut. Rony mulai tersenyum. Tanpa mereka sadari, anak laki-laki itu mengikuti langkah kaki kepergian Rony dan teman-temannya. Anak itu berteriak memanggil tapi dengan ucapan yang tidak jelas, “Hehh, hao heo.”

Rony membalikkan badan, langkah kakinya berubah menuju anak laki-laki itu. “Apa? Ngejek aku ya kamu!” Bruuuuk. Badan anak laki-laki itu tersungkur. Rony mendorong bahunya dengan kencang.

Ekspresi anak laki-laki tersebut berubah menjadi ketakutan, berteriak, panik. Ia memukul-mukul wajahnya, dan badannya. “Penguntit ya, kamu!” umpat Rony kesal dan meninggalkannya. Teman-teman Rony hanya melihat, dan mengikuti langkah kaki Rony yang beranjak pergi.

Jam dinding menunjukkan pukul setengah empat sore. Rony bergegas mandi dan membersihkan diri, mengambil air wudu’, dan mendirikan solat ashar. Ia teringat pesan ibunya bahwa sore nanti akan ada teman ibu yang datang berkunjung.

Tak menunggu lama, ibu mengetuk kamar Rony. “Keluar yuk, Nak. Teman ibu sudah datang nih.” Rony membuka pintu kamarnya, dan bertanya, “Memang teman ibu itu siapa sih? Harus banget nih Rony berkenalan?” Ibu mengangguk dan menuntun Rony berjalan menuju ruang tamu.

Rony kaget bukan kepalang. Seorang anak laki-laki aneh yang berhasil mengalahkannya bermain congklak duduk di kursi jati ruang tamu, di sebelah ibunya. Itu ibu yang ia lihat di seberang taman tadi. Ibu yang menurunkan barang-barang pindahannya.

“Ini Ibu Ratih, sahabat ibu sewaktu SMA. Ini anaknya, Guntur.” Rony menyalami tangan Bu Ratih, kemudian mengulurkan tangan ke Guntur, seorang anak laki-laki aneh yang tadi ambruk akibat didorong Rony.

Guntur tampak gelisah, ketakutan. Ia berlindung di belakang tubuh ibunya. Sesekali ia memukuli wajahnya. “Maaf ya Rony. Guntur tidak bisa bersosialisasi dengan baik, karena ia mengidap autism spectrum disorder.”

Mata Rony sendu, ia merasa sangat sedih dengan kondisi Guntur yang begitu berbeda dengan kondisinya. “Ma… Maafkan aku, Guntur. Aku mendorongmu tadi karena kesal.” Rony mencoba mendekati Guntur. Ia mengelus-elus pundak Guntur, mencoba menenangkan.

Rony menyesal karena ia selalu terburu-buru melampiaskan emosinya. Melihat Guntur yang spesial, Rony merasa malu, “Maafkan aku, Guntur. Aku berjanji akan menjadi teman bermainmu.” Senyum simpul menghias wajah Guntur. Mereka pun bersalaman dan berpelukan.

(*Naskah ini tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 1

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *