Oleh: Sari Muhartini
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — PUISI
Cukup sudah!
Kami adalah muslim!
Kami adalah manusia!
Dan kami ingin hidup!
Teriak muslimah di hadapan deretan jenazah anggota keluarganya yang syahid, kala itu
Matanya menatap nanar
Anak kecil tersedu, konon adik dan ayahnya menjadi korban serangan Isr43l, di pojokan Gaza utara, kala itu
Matanya mengiba sendu
Pemandangan biru di sana, bukan siluet kali pertama
Citra kelabu itu adalah potongan dari banyak episode yang lama menyerbu
Deir Yassin, Flotila, Sabra Sathila, Khan Younis, Rafa, Gaza dibantai dengan keji
Seakan tiap jengkal tanah P4l3stin4 tak memiliki rasa aman dari martil manusia kera
Bukan hanya lima belasan ribu lebih nyawa menjadi tumbal sejak Oktober lalu
Bukan hanya masjid, rumah sakit, sekolah, dan pemukiman warga yang menjadi debu sejarah
Bukan hanya tangis, luka, dingin, haus, lapar, dan kesulitan yang menjadi teman setia
Bukan hanya trauma, kebingungan, teror, dan ancaman mendekap rasa
Ini pertaruhan perang suci atas nama agama, lebih dari sekadar humanisme
Mereka, P4le3tin4 itu, telah Allah menangkan kalbunya dengan ketegaran
Mereka, P4l3stin4 itu, telah Allah muliakan dengan keberhasilan melewati ujian
Mereka, P4l3stin4 itu, tak menakuti apa pun, kecuali pada Rabb semesta alam
Mereka, P4l3stin4 itu, mencintai Baginda Nabi saw. lebih dari apa pun di dunia
Mereka, P4l3stin4 itu, mencita-citakan syahid, bukan remeh-temeh yang umumnya generasi kita azzamkan
Mereka, berjuang di tanah ribath yang banjir akan pahala
Bagaimana dengan kita?
Yang papa dengan kepastian masa depan
Yang compang-camping dalam amalan
Yang terbelit dalam simpul duniawi
Sungguh, lebih pantas dikasihani
Bahkan, mereka, saudara P4l3stin4 kita, menampar nurani, “Kami di sini hidup dan kalianlah yang telah mati!”
Innalillahi wa Inna Ilaihi raji’un
Bagaimanakah kelak persaksian mereka atas kita di yaumil hisab?
Bagaimanakah jika mereka mengadukan diamnya kita pada Al-Hakim?
Kita, bagaikan kerikil di bawah Qaf yang menjulang. Menengadah akan keluhuran mereka, saudara P4l3stin4 itu.
Ketika kidung perjuangan mereka lantunkan di balik penjara terbesar dunia
Wahai ibu
Agama telah memanggilku
Aku akan pergi menuju kehidupan abadi dan tak akan pernah kembali
Jangan tangisi aku jika nanti jasadku hancur berkeping
Setiap kali suara senjata itu menggelegar
Setiap kali desingan peluru itu terlontar
Tak apa aku meninggal, semua demi Al-Aqsa
Ya, sesuatu yang indah memang butuh kesabaran memintal waktu
Ketika di atas kebusukan, sang begundal mengalkulasi kemenangan semu
Tentara-tentara bermental tapai itu,
Yang wajahnya disepuh darah bayi-bayi suci
Yang menyantap hidangan jasad beraroma kesturi
Yang berpesta pora di atas reruntuhan kota
Yang menghadiahi anak-anak mereka dengan kado penindasan
Yang terbahak di atas pemakaman massal
Yang membekukan tiga ratus sembilan puluh delapan jenazah dalam kulkas-kulkas penyekapan
Kalian pikir itu prestasi?
Bahkan bocah P4l3stin4 geli menertawakan, “Ketahuilah, ayahku telah syahid sebagaimana yang dia minta. Sementara kalian akan meleleh dalam neraka. Jika bukan karena persenjataan, kalian lebih rendah bagi kami.”
Oh wahai,
Kini dunia riuh berpesan
Wahai Gaza, demi Allah, kami tak akan pernah meninggalkan kalian
Wahai Gaza, demi Allah, jika bukan sebab nasionalisme memasung raga, kami akan bersama kalian
Ya Rabb,
Kami butuh Khil4f4h Islamiah
Perisai hakiki pembebas P4l3stin4
Kendal, 5 Desember 2023 [CM/NA]
