Oleh. Irna Sari
(Tim Redaksi CemerlangMedia.Com, Aktivis Dakwah Papua)
CemerlangMedia.Com — Empat tahun sudah kepergiannya yang selalu menyisakan luka, berasa baru kemarin ditinggalkan. Tersebab itu pula isak tangis baik di kala sepi atau pun ramai selalu menjadi penguat diri. Empat tahun pula amanah tentang mereka melekat di bahu. Sebelumnya tak pernah terbayang akan dua sosok yang terkadang bikin sesak, haru, dan bahagia akan jadi cerita untukku.
Permataku! Kusematkan kata itu dengan harapan kalian akan menjadi muslimah yang tangguh, tak mudah menyerah meski pada hakikatnya manusia hanya mampu merencanakan, berusaha, dan berdoa. Selebihnya, cukuplah Dia menjadi satu-satunya tempat menghimpun asa, rasa, dan harapan.
Empat tahun sudah aku dan kalian menjadi sosok yang terkadang tak mampu tertebak hatinya hari ini, esok, dan nanti. Namun, sejuta doa dan harapan selalu kulangitkan di setiap sujud-sujud panjangku. Kutuliskan semua perencanaan, meski ada satu dua rencana yang belum mampu terwujudkan.
Untuk kalian yang menjadi amanah di bahuku, rasanya aku belum mampu menjadi yang terbaik buat kalian. Namun, aku selalu berusaha, berusaha untuk melakukan yang terbaik. Tak peduli berapa jumlah air mata yang harus kutumpahkan, juga seberapa jarak tempuh yang kulalui. Namun, harapanku, aku tidak hanya mengenyangkan perut-perut kalian dengan ala kadarnya. Akan tetapi, aku berjuang agar setiap zat yang melewati kerongkongan adalah sesuatu yang halal lagi thayyib.
Wahai permataku, aku tak pernah lelah untuk menyebutkan nama-nama kalian dalam setiap jejak yang kulewati. Sebab, aku tak tahu sampai kapan aku akan bertahan dan menyaksikan tumbuh kembang kalian berdua, Dik. Aku juga selalu mengulurkan tanganku di sepertiga malam-Nya dengan harapan mendapatkan kasih dan keikhlasan serta berjuta keimanan dari-Nya agar dijadikan muslimah yang bermakna untuk orang lain.
Permataku, hari ini mungkin saja aku masih mampu menuliskan rangkaian kisah perjalanan kita yang tak seberapa. Toh, pada hakikatnya masih ada insan yang jauh lebih banyak cobaannya dibanding kita semua. Sebab itu, aku pun selalu menjadikannya pelajaran.
Permataku, tak ada hasil yang indah untuk dipetik tanpa adanya perjuangan dan pengorbanan serta air mata. Ini hanyalah sekelumit perjalanan kita. Kita semua hanyalah insan yang hidupnya “ngontrak” di dunia. Namanya juga “ngontrak”, sewaktu-waktu kita bisa saja berpindah atau tergantikan oleh yang lain. Maka perlu kiranya kita semua mempersiapkan bekal. Jadi, di sini kita tidak dituntut untuk memenuhi keinginan dengan segala kemewahan. Namun, bagaimana menyederhanakan semua itu menjadi peluang kebaikan. Sederhana bukan berarti tidak peduli dengan diri dan orang lain. Akan tetapi, bagaiman merencanakan semuanya dengan hukum syarak.
Permataku, kita semua adalah manusia yang penuh kekurangan. Namun, janganlah menjadikan semua itu sebagai senjata untuk mengemis kasih kepada makhluk. Juga menjual harga diri demi popularitas sebuah nama. Kita adalah muslimah, memiliki rahim peradaban. Eloklah diri jika kita mampu istikamah dalam berbagai momen kebaikan dan lapang atas takdir dari-Nya.
Tidak wahai permataku, Allah sedang membuat kita untuk menjadi permata yang akan memiliki nilai tinggi dan tidak senilai ‘rengginang’. Maka dari itu, menjadi kuatlah, jadilah muslimah yang selalu bertawakal untuk menikmati indahnya surga Firdaus.
Kokohkan keyakinan dan himpun segala kekuatan dengan tetap dalam jemaah. Jangan lari dari persoalan hidup. Hadapilah! Setelah itu nikmati hasil yang penuh makna dan warna.
Untuk dua adikku, Sarah dan Fadilla, Uhibbukum Fillah!
Timika, 1 Muharram 1445 H [CM/NA]
