Mobil Listrik dalam Lingkaran Oligarki

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Tari Handrianingsih, S.P., M.M.
(Aktivis Muslimah DIY)

CemerlangMedia.Com — Sedang hangat diberitakan mobil listrik yang menjadi inovasi terbaru di dunia transportasi. Perkembangannya di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 sangat pesat. Dengan memanfaatkan energi listrik sebagai penggeraknya, mobil listrik diklaim lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin atau solar.

Dari nikel.co.id, 20/12/2020, perusahaan-perusahaan otomotif dunia yang berlomba-lomba untuk terjun dan menciptakan mobil listrik, antara lain: Hyundai, Tesla, dan Toyota. Indonesia pun ikut terlibat dalam industri mobil listrik terimbas euforia ini.

Namun disayangkan, ternyata peluang bisnis terkait mobil listrik yang keuntungannya menjanjikan rupanya menarik minat segelintir elite politik untuk ikut serta berkecimpung di dalamnya.

Bagi-Bagi Kue Keuntungan Mobil Listrik

Adanya dugaan Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) kebijakan-kebijakan Jokowi adalah bukan semata untuk penanggulangan efek rumah kaca. Namun juga adanya kepentingan elite politik yang turut bermain dalam industri motor listrik ini.

Selain Luhut dan Moeldoko, nama Nadiem sebagai pendiri PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa, yang menjadi cikal bakal perusahaan GOTO, disebutkan juga ada dalam daftar salah satu yang disinyalir memiliki kepentingan tersebut.

Selain ketiga nama itu, Jatam juga menyebutkan kebijakan terkait kendaraan listrik ini akan menguntungkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno dan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Aturan Dalam Sistem Negara Islam

Berjibakunya para pemangku kepentingan terkait mobil listrik ini merupakan akibat berlakunya sistem demokrasi yang berbalut ekonomi kapitalis dan pelaksanaannya dipastikan menganut paham sekularisme.

Penguasa sekaligus pengusaha banyak ditemukan dalam sistem pemerintahan demokrasi yang berakibat memunculkan oligarki. Di mana hal demikian tidak akan terjadi dalam sistem negara yang berlandaskan hukum syariat Islam. Sistem Islam melandaskan pada riayatus su’unil ummah. Penguasa benar-benar bertindak sebagai periayah rakyatnya, melayani segala keperluan hajat hidup rakyat mulai dari kesehatan, pendidikan, perumahan, bahan makanan, dan lain sebagainya. Tanpa ada kepentingan lain selain bertujuan lillahi Ta’ala, mengharap rida Allah dan menjalankan fungsinya sebagai penguasa yang amanah dan sebaik-baiknya. Tidak secuilpun terpikir asas memperalat regulasi demi menangguk keuntungan sebesar-besarnya demi keuntungan diri pribadi dan keluarganya. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh kami tidak akan menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya, dan tidak juga kepada yang berambisi untuk meraihnya.” (HR Bukhari No. 7149)

Ancaman Terhadap Penguasa yang Curang

Menjadi penguasa yang amanah memang tidak mudah. Haruslah orang yang tidak hanya memenuhi kriteria baik dan bertanggungjawab menurut pandangan manusia, tetapi lebih dalam dari itu, menstandardkan pada kriteria menurut syariat Allah. Dikembalikan kepada prinsip dasar manusia diciptakan Allah ke muka bumi ini, tentunya dengan seperangkat pedomannya yaitu Al-Qur’an dan Sunah. Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٍّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

“Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sementara dia dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari hadis tersebut terdapat ancaman keras bagi para pemimpin yang tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya. Mereka yang mengutamakan kepentingan pribadi dan bagaimana ambisi kekuasaan mereka tercapai. Mereka tidak peduli, meskipun harus mengorbankan hajat hidup rakyatnya, dengan menerjang syariat agama.

Khatimah

Kebijakan penguasa terkait pengadaan subsidi mobil listrik dalam rangka pemenuhan fasilitas untuk rakyat dapat dikatakan jauh panggang dari api. Akibat tujuan yang sudah diwarnai berbagai kepentingan dari pembuat kebijakan akhirnya hanya menguntungkan bagi segelintir kelompok.

Negara yang menganut sistem sekuler, yang memisahkan agama dari kekuasaan, maka penguasanya pun tidak lagi mengambil hukum-hukum Allah sebagai pengendali keputusan. Oleh karenanya, tidak ada lagi yang menjadi panduan perbuatan dan saat itu ketaatan pada Allah Swt. telah hilang. Tidak ada lagi rasa takut melanggar syariat Allah dan menggunakan aturan buatan manusia yang pasti diiringi hawa nafsu. Tidak ada rasa takut terhadap ancaman siksa dari Allah tatkala berbuat kezaliman dan menipu rakyat.

Berbeda dengan penguasa yang menjadikan akidah Islam sebagai pondasi dalam kehidupan bernegara dan pegangan dalam menjalankan kekuasaan. Akan muncul rasa takut untuk menyimpang dari hukum-hukum Allah, sehingga tidak berani mengkhianati kepercayaan umat, sebab senantiasa ingat akan kerasnya balasan siksa Allah bagi mereka.
Wallaahu a’lam bishawaab. [CM/NA]

Views: 2

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *