Penulis: Eli Ermawati
Sudah saatnya umat tidak berhenti pada edukasi, tetapi berani kembali kepada sistem yang benar, sistem yang menjadikan iman sebagai fondasi, akhlak sebagai penuntun, dan syariat sebagai pengatur. Dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan, manusia bisa bebas dari tipu daya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
CemerlangMedia.Com — Di zaman serba cepat ini, siapa yang tidak tergoda tawaran cuan instan? Hanya dengan klik, like, atau ikut investasi online, uang dijanjikan mengalir tanpa usaha berarti. Sayangnya, di balik janji manis itu, banyak yang justru kehilangan uang dan kepercayaannya.
Kasus penipuan online di Kabupaten Bekasi jadi buktinya. Melansir dari Wartakotalive.com pada (19-10-2025), sudah ada 41 laporan lebih tinggi dari curanmor yang berjumlah 37. Modusnya beragam, mulai dari tawaran kerja palsu, investasi cepat kaya, hingga like dan share berbayar.
Polisi menyebut, akar masalahnya adalah karena rendahnya literasi digital dan mudahnya masyarakat tergiur iming-iming uang cepat. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan pun hanya berkutat di seputar edukasi agar lebih berhati-hati di dunia maya, padahal masalahnya jauh lebih dalam dari sekadar kurangnya pengetahuan digital. Ini bukan hanya tentang cara klik yang salah, tetapi terkait cara pandang hidup yang salah arah.
Akar Masalah: Kapitalisme yang Menipu
Lonjakan penipuan online ini adalah buah dari sistem kapitalisme yang menuhankan materi dan menilai keberhasilan dari seberapa cepat seseorang bisa meraih keuntungan. Dalam sistem seperti ini, nilai kejujuran dan amanah makin terpinggirkan. Orang tidak lagi bertanya halal atau haram, yang penting cuan.
Kapitalisme juga menciptakan ketimpangan ekonomi yang lebar. Banyak orang akhirnya tergoda jalan pintas karena sulit mencari penghasilan di sistem yang menekan. Sementara di sisi lain, pelaku penipuan merasa tidak bersalah karena menganggap semua orang berhak mencari untung dengan cara apa pun. Jadilah masyarakat yang konsumtif, instan, dan mudah tertipu janji cepat kaya.
Jadi, ketika solusi yang diberikan hanya seputar “ayo belajar literasi digital”, itu seperti mengobati luka dalam dengan plester tipis. Sementara yang rusak bukan sekadar cara menggunakan internet, tetapi cara berpikir dan sistem hidup itu sendiri. Selama kapitalisme masih dijadikan dasar kehidupan, penipuan dalam bentuk apa pun akan terus bermunculan dengan wajah baru.
Solusi Islam Menyentuh Akar
Islam datang dengan solusi yang menyentuh akar masalah, bukan sekadar menambal gejala. Islam tidak hanya memperbaiki skill manusia, tetapi menata ulang cara pandangnya terhadap hidup dan rezeki. Islam menanamkan keyakinan bahwa rezeki datang dari Allah, bukan dari tipu daya atau akal licik. Allah berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…” (QS An-Nisa: 29).
Ayat tersebut menegaskan bahwa rezeki tidak akan pernah bertambah dengan cara curang. Orang beriman sadar bahwa harta haram hanya membawa kerugian, meski tampak menguntungkan di awal.
Islam juga mengajarkan akhlak digital yang berlandaskan iman. Literasi digital versi Islam bukan sekadar tahu cara aman berinternet, tetapi juga tahu batas halal-haram dalam dunia maya. Seorang muslim harus tabayun sebelum percaya, amanah dalam menyebarkan informasi, dan wara’ saat berinteraksi di dunia digital. Bukan hanya cerdas secara teknis, tetapi juga bersih secara moral.
Peran Negara dan Masyarakat dalam Islam
Selain itu, Islam menegaskan bahwa negara berperan penting menjaga masyarakat dan bertanggung jawab penuh atas terpenuhinya kebutuhan rakyatnya. Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya terlilit kebutuhan hingga terpaksa mencari rezeki dengan cara haram. Rasulullah saw. bersabda,
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi dasar kuat bahwa pemimpin wajib memastikan kesejahteraan rakyatnya. Dalam sistem Islam, negara menyediakan lapangan kerja, menjamin distribusi kekayaan yang adil, serta memastikan setiap individu memiliki akses terhadap kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi rakyat untuk menempuh jalan penipuan demi bertahan hidup.
Negara juga menegakkan hukum syariat secara tegas terhadap pelaku penipuan bukan untuk balas dendam, tetapi agar masyarakat jera dan keadilan terjaga. Ketika hukum dijalankan dengan adil dan tegas, kejahatan akan berkurang bukan karena takut manusia, tetapi karena takut kepada Allah.
Tidak berhenti di situ, Islam membangun budaya saling menasihati dalam kebenaran. Masyarakat Islam tidak individualistis, mereka saling mengingatkan, saling melindungi, dan saling menjaga agar tidak ada yang terjerumus.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Inilah fondasi masyarakat yang sehat yang peduli, bukan sekadar pintar.
Khatimah
Kasus penipuan online di Bekasi hanyalah satu dari banyak bukti bahwa sistem yang rusak akan terus melahirkan perilaku rusak. Jika akar penyakitnya dibiarkan, kasus serupa akan muncul lagi dengan wajah berbeda.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat tidak berhenti pada edukasi, tetapi berani kembali kepada sistem yang benar, sistem yang menjadikan iman sebagai fondasi, akhlak sebagai penuntun, dan syariat sebagai pengatur. Dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan, manusia bisa bebas dari tipu daya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. [CM/Na]
Views: 0






















