CemerlangMedia.Com — Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pernyataannya menyebutkan bahwa tindakan Israel untuk menduduki kembali jalur Gaza akan menjadi sebuah “kesalahan besar.” Dan terhadap Hamas yang saat ini menguasai wilayah Gaza menurutnya hal tersebut “tidak mewakili seluruh rakyat Palestina.” Biden juga menyetujui jika Hamas dilenyapkan (16-10-2023).
Perang di Palestina antara kelompok militan Hamas dan zionis Israel terus berkecamuk. Dan Barat yang merupakan negara adidaya selalu tak pernah ketinggalan untuk ikut “mengurusi” berbagai konflik antar negara di berbagai belahan dunia. Hal itu karena AS yang merupakan negara adikuasa memiliki keunggulan yang sulit untuk dibantah dan hal tersebut masih terus terjadi hingga saat ini.
Ya, begitulah faktanya. Keberadaan AS sebagai sebuah negara yang memiliki power secara langsung ataupun tidak langsung sangat memengaruhi segala aspek kehidupan di dunia. Apa lagi dalam bidang ekonomi dan juga politik. Politik luar negeri AS pada umumnya sama seperti politik luar negeri lainnya yang pastinya mempunyai tujuan untuk meraih kepentingan nasional. Namun, dalam perkembangannya, politik luar negeri AS mengalami banyak perubahan. Tergantung pada faktor domestik, juga internasional yang sedang dihadapi.
Pandangan hidup AS, juga kebijakan luar negerinya tak lepas dari pragmatisme. Politik luar negeri AS dilandasi oleh sebuah persepsi membina hubungan dengan negara lain agar mendapatkan manfaat yang diperoleh dari hubungan perdagangan. Oleh karenanya, AS sering dinilai tak konsisten, berubah-ubah sesuai dengan kepemimpinan dan aspek yang ditemui.
Bahkan para ekonom (sindonews.com, 7-8-2022) menilai jika AS telah menunjukkan pertumbuhan jangka panjang dengan bergantung pada demografi, geografi, hingga institusi politik di suatu negara. Secara geografis, AS merupakan pusat ekonomi alami juga benteng militer yang dikemas dengan sumber daya alam yang ada. Secara demografis, AS adalah sebuah bangsa yang besar. Sebagai negara superpower, AS memiliki kebebasan bertindak, maka dengan alasan tersebut, AS mampu dengan tegas melibatkan dirinya di wilayah manapun di dunia sesuai keinginannya, termasuk wilayah-wilayah yang sedang berkonflik seperti Palestina dan Israel.
Maka atas dasar itulah seharusnya bagi beberapa negara berkembang seperti Indonesia agar tidak gegabah dalam melakukan hubungan kerjasama dengan negara-negara adi daya. Apa lagi jika sudah terlilit banyak utang, bukan tidak mungkin negara yang kita cintai ini hanya tinggal menunggu kehancuran dan masuk ke dalam daftar salah satu negara gagal karena tidak mampu membayar utang.
Sementara itu, satu-satunya solusi hakiki terkait konflik Palestina dan Israel yang sudah sangat kompleks dan terus memanas karena sudah terjadi sejak dahulu hingga sekarang, tidak ada cara lain kecuali umat saat ini harus mau kembali kepada sistem kehidupan yang hakiki, yaitu sistem Islam dalam naungan Khil4f4h. Sistem yang hanya bersumber dari Allah Swt. Sang Pencipta kehidupan. Khalifah Umar bin Khattab di masa lalu sudah membuktikan bahwa hanya dengan sistem Islam maka Yerusalem dan masjid Al-Aqsa saat itu (638 M) bisa direbut kembali dari cengkeraman penjajah Bizantium (Roma Timur) yang lalim.
Sejatinya umat tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenangan kecuali hanya dengan Islam. Tanpa Islam tidak akan pernah ada kemenangan, manusia selamanya akan selalu berada dalam kemunduran sampai ada sekelompok orang dari umat ini yang siap menerima panji kepemimpinan yang berpegang teguh pada Islam. Baik secara perilaku, aturan, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad. Inilah satu-satunya jalan yang harus kita pilih, pilihan itu ada di tangan kita. Pilih Allah dan Rasul-Nya atau binasa bersama sistem kufur kapitalisme? Wallahu a’lam.
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]
