Perlu disadari bersama bahwa solusi tuntas atas permasalahan tawuran pelajar yang membuat resah adalah dengan menerapkan Islam secara kafah dalam semua aspek kehidupan. Dengan demikian, tawuran yang meresahkan hingga memakan korban tidak akan pernah ditemukan.
CemerlangMedia.Com — Remaja adalah generasi penerus sekaligus sebagai agen perubahan yang kelak darinya akan lahir pemimpin dunia. Namun sayangnya, remaja saat ini kerap bikin resah karena aksi tawuran yang membahayakan orang lain serta bisa juga menghilangkan nyawanya, seperti yang dilakukan dua kelompok pemuda di Jalan Genteng, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor (10-12-2024).
Miris melihat perilaku generasi muda saat ini yang sering kali melakukan tawuran dalam menghadapi suatu persoalan. Kasus ini seolah tidak bisa dihentikan, sebaliknya makin menjamur dan meresahkan. Masyarakat pun dibuat resah karena tindakan mereka bisa melukai siapa saja.
Sejatinya pelajar adalah harapan bangsa dan negara. Hasil pendidikannya akan tampak dari kepribadiannya karena pelajar merupakan output dari sistem pendidikan itu sendiri. Pelajar adalah sang penuntut ilmu yang aktivitasnya dibekali dengan berbagai pengetahuan dan bimbingan.
Melihat kasus tawuran yang makin marak, tentunya ada yang salah di dalam sistem pendidikan. Sistem sanksi atas tindakan kriminal pelajar wajib pula dievaluasi oleh pemerintah.
Sistem pendidikan kapitalisme yang diterapkan di negeri ini merupakan salah satu faktor utama yang menjadi pemicu terjadinya tawuran karena sistem ini berorientasi pada materi dan mengabaikan kepribadian pelajar. Tidak peduli akhlak, adab, dan ketaatan, yang terpenting bisa mencapai nilai tertinggi untuk meraih apa yang diinginkan. Berbuat curang sekalipun, yang penting keinginan mereka tercapai. Mereka juga tidak peduli dengan halal atau haram.
Hal inilah yang sangat berkontribusi pada lahirnya pelajar ‘sumbu pendek’ dan berbuat seenaknya. Ini karena perbuatannya hanya berorientasi nilai, bukan pada kepribadian ataupun ketakwaan. Alhasil, pelajar makin seenaknya dalam berbuat, sekalipun itu meresahkan.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya sanksi bagi pelajar yang melakukan tawuran karena dianggap masih di bawah umur. Sudah tentu saksi seperti ini tidak akan membuat takut, apalagi memberi efek jera bagi para pelaku tawuran sehingga mereka tidak mengulanginya kembali.
Negara sebagai pengurus rakyat seharusnya menerapkan sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian pelajar yang bertakwa, berorientasi pada standar baik buruk berdasarkan aturan Pencipta-nya, serta memiliki keimanan yang kukuh untuk membentengi arus yang merusak di kalangan mereka. Sayangnya, negara saat ini tidak mampu mewujudkannya karena penerapan kurikulum sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan.
Dalam Islam, sistem pendidikan memprioritaskan pada pembentukan kepribadian Islam (pola pikir dan sikap islami) sehingga lahir pelajar berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Andaikan ada yang masih nakal di antara mereka, negara telah menyiapkan sanksi bagi para pelaku tawuran —dalam hal ini pelajar yang telah balig (bisa di bawah usia 18 tahun) dan akan dikenakan qisas.
Dengan demikian, pelaku tawuran akan jera. Begitupun dengan pelajar lainnya, mereka akan takut untuk melakukan tindakan yang sama. Mereka tidak akan berani berbuat arogan dan kekerasan. Pengaturan ini telah dilakukan pada masa kekhalifahan Islam dan terbukti menghasilkan generasi emas nan gemilang.
Oleh karena itu, perlu disadari bersama bahwa solusi tuntas atas permasalahan tawuran pelajar yang membuat resah adalah dengan menerapkan Islam secara kafah dalam semua aspek kehidupan. Alhasil, tawuran yang meresahkan hingga memakan korban tidak akan pernah ditemui.
Zakiah Ummu Faaza
Bogor, Jawa Barat [CM/NA]