Muhasabah Diri: Yang Berguguran dari Jalan Dakwah (Bagian 9)

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Abu Zaid R

Kita bukan nabi, bukan pula rasul sehingga kita tidak maksum. Tidak ada di antara pengemban dakwah yang bebas dari maksiat. Entah sengaja atau tidak, setiap kita pasti pernah maksiat alias berbuat apa yang tidak sesuai dengan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya. Hanya saja, kita tidak boleh meremehkan maksiat.

CemerlangMedia.Com — Faktor ketujuh sebab gugur dari jalan dakwah adalah meremehkan maksiat. Kita bukan nabi, bukan pula rasul sehingga kita tidak maksum. Oleh karenanya, tidak ada di antara pengemban dakwah yang bebas dari maksiat. Entah sengaja atau tidak, maka setiap kita pasti pernah maksiat alias berbuat apa yang tidak sesuai dengan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya.

Hanya saja, kita tidak boleh meremehkan maksiat. Artinya kita mudah saja berbuat maksiat, seolah tidak akan berdampak pada iman dan amal kita, padahal maksiat itu pasti berdampak pada diri kita, baik kecil maupun besar. Juga akan berdampak pada aktivitas dakwah kita.

Oleh karena itu, sikap yang tepat dari pengemban dakwah adalah sejauh mungkin meninggalkan dan menghindari dosa-dosa besar, yakni dosa-dosa yang ada sanksinya dalam syariat atau ada ancaman neraka bagi pelakunya, misalnya riba, zina, judi, miras, narkoba, dusta, dan lain-lain. Sejauh mungkin menghindari dosa-dosa kecil. Sebab, sekalipun dosa itu kecil, apabila jadi kebiasaan, juga bisa menumpuk.

Di antara dampak maksiat bagi jiwa kita adalah,
Pertama, dosa itu bagikan noda yang akan mengotori hati, sebagaimana noda mengotori pakaian. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menegaskan,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat, niscaya noda itu akan dihapus. Akan tetapi jika dia kembali berbuat dosa, niscaya noda-noda itu akan makin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka.” (QS Al-Muthaffifin: 14). (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi).

Oleh karena itu, setiap kita berbuat maksiat, apalagi dosa besar berarti akan menambah noda dalam hati. Sampai-sampai hati kita bisa tertutup noda.

Kedua, dakwah itu mengajak kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sementara maksiat itu mengajak kepada kegelapan sehingga tidak cocok antara aktivitas mengemban dakwah dengan aktivitas maksiat. Di sinilah biasanya seorang pengemban dakwah yang bermaksiat, apalagi melakukan dosa besar akan merasa tidak nyaman, malu, bahkan tertekan. Namun, ada yang segera bertaubat atau malah ada yang kemudian merasa tidak pantas lagi berdakwah, kemudian melarikan diri dari dakwah.

Oleh karena itulah, sebagai pengemban dakwah, kita mesti berupaya serius dan terus-menerus untuk menjauhi maksiat. Jangan sekali-kali meremehkan maksiat. Sebab, sikap seperti ini sangat bertentangan dengan karakter pengemban dakwah dan sangat mungkin akan membuat kita malah lari atau menghindari dari dakwah. Na’udzubillah min dzalik.

Bukanlah aib yang tidak termaafkan manakala seorang hamba terjerumus kepada perbuatan dosa, sebab tidak mungkin manusia biasa suci dari dosa. Namun, bilamana setelah terjerumus kepada perbuatan dosa seorang insan tidak segera memperbaikinya, malah justru ia makin tenggelam dalam kubangan dosa. Nabiyullah Shallallahu alaihi wasallam menasihatkan,

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُ كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا

“Bertakwalah kepada Allah kapanpun dan di manapun engkau berada. Serta iringilah perbuatan buruk dengan kebajikan supaya ia bisa menghapuskannya.” (HR Tirmidzi dari Abu Dzar radhiyallahu anhu. Hadis ini dinyatakan sahih oleh Al-Hakim).

Mari berusaha untuk terus-menerus menjaga kebersihan hati kita. Tidak hanya sekadar memperhatikan kebersihan pakaian luar kita!

اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا

“Ya Allah, karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya.” (HR Muslim dari Zaid bin Arqam radhiyallahu anhu).

Harus tetap optimis dan berupaya menjauhi maksiat sekaligus bertobat jika terlanjur maksiat agar kita tetap pantas dan istikamah menjadi pengemban dakwah. Semoga kita istikamah. Aamiin.

Ngaji, yuk! [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

One thought on “Muhasabah Diri: Yang Berguguran dari Jalan Dakwah (Bagian 9)

  • Mimy Muthmainnah
    0
    0

    Masya Allah benar menggugah
    Semoga selalu waspada pada maksiat agar tak menjadi orang yg merugi. Aamiin.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *