Header_Cemerlang_Media

Demokrasi Sudah Cacat Sejak Lahir

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rizki Ika Sahana
(Aktivis Muslimah)

“Wahai kaum muslim, tentu kita tidak ingin berlama-lama dalam kesengsaraan. Kita pasti menginginkan meraih kemuliaan dan kehidupan yang aman sentosa sesegera mungkin. Oleh karena itu, pilihannya adalah mencampakkan d3mokrasi sebagai biang kerusakan, kemudian mengadopsi Islam, aturan sempurna dari Sang Maha Sempurna.”


CemerlangMedia.Com — Peringatan darurat garuda biru yang viral pasca pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di parlemen menjadi simbol kondisi negara yang sedang tidak baik-baik saja. Peringatan darurat garuda biru mencerminkan kekecewaan mendalam masyarakat terhadap putusan Badan Legislatif (Baleg) DPR dan Panitia Kerja (Panja) yang bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Peringatan darurat garuda biru juga merupakan panggilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga demokrasi yang katanya sedang dihantam keserakahan.

Pertanyaan kritisnya, benarkah karut-marut perpolitikan negeri disebabkan oleh upaya perusakan terhadap demokrasi? Atau justru demokrasi yang cacat sejak lahirlah yang menjadi sumber kerusakan dan bencana selama ini? Yuk, kita telusuri!

Istilah demokrasi berasal dari Yunani, yakni dari kata demos dan kratos. Demos berarti ‘rakyat’, dan kratos berarti ‘kekuasaan’. Oleh karena itu, demokrasi berarti ‘kekuasaan rakyat’. Yang sangat menggelitik adalah, apakah kehendak rakyat ‘the will of people’ itu benar-benar nyata ada dan menjadi representasi demokrasi?

Filosof dan ahli matematika, Marquis de Condorcet telah membuktikan menggunakan perhitungan matematika sehingga memperoleh kesimpulan mencengangkan. Marquis menyebutkan bahwa menerima ide demokrasi dan kehendak rakyat secara utuh, bukan hanya hal yang sangat sulit, melainkan mustahil (impossible).

Jadi realitanya, demokrasi murni tidak mungkin bisa diwujudkan. Demokrasi yang digadang-gadang menjadi sistem politik terbaik yang memberi ruang besar bagi rakyat untuk terlibat, nyatanya bukan hanya mengabaikan partisipasi rakyat, tetapi di lapangan, justru membungkam suara rakyat. Slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, cuma lip service karena pada faktanya, rakyat tidak pernah berkuasa.

Bahkan, Mark Chou (2014), penulis Democracy Against Itself, di antaranya menyebutkan, “By their nature, all democracies have the potential to destroy themselves” (Secara alaminya, semua demokrasi memiliki potensi untuk menghancurkan dirinya sendiri). Sungguh pernyataan yang mengejutkan di tengah propaganda demokrasi sebagai yang paling unggul.

Jika dicermati, klaim Mark Chou tersebut sesungguhnya tidaklah berlebihan. Sebab pada penerapannya, demokrasi selalu dikendalikan oleh sekelompok oligarki, bukan dikontrol oleh kehendak rakyat secara paripurna. Lembaga legislatif hanyalah alat legitimasi aturan dan undang-undang yang dibuat untuk kepentingan mereka (para oligarki), bukan untuk rakyat.

Akibatnya, demokrasi yang lahir dari sejarah kelam Barat yang sekuler sama sekali tak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Demokrasi juga melahirkan berbagai bencana dan kerusakan multidimensi akibat berbagai kebijakan yang berpihak kepada oligarki, tanpa memedulikan kepentingan rakyat, lebih-lebih keberkahan bagi semesta.

So, fenomena yang terjadi hari ini bukan pencederaan terhadap demokrasi, tetapi kerusakan sebagai buah dari penerapan demokrasi. Perebutan kekuasaan yang terang benderang, menjegal lawan politik dengan menghalalkan berbagai cara, melahirkan pemerintahan yang korup dan manipulatif adalah karakter asli demokrasi. Para oligarki yang haus kekuasaan memainkan segala potensi yang dimiliki untuk menduduki kursi. Sebab, dengan kursi (kekuasaan) itulah oligarki bisa meraup keuntungan tak terbatas.

Hakikat demokrasi juga menyalahi prinsip dasar Islam. Demokrasi meletakkan kedaulatan di tangan rakyat (manusia), sementara Islam meletakkan kedaulatan (hak untuk membuat aturan/hukum) di tangan Allah saja. Oleh karenanya, tidak heran jika halal dan haram dalam demokrasi ditentukan oleh undang-undang buatan manusia. Berbanding terbalik dengan Islam, halal dan haram ditetapkan oleh Allah melalui Al-Qur’an dan Sunah.

Sebagai muslim, tidak layak kita berharap perubahan dan kebaikan dari demokrasi. Sungguh, demokrasi bukan jalan satu-satunya menyelamatkan negeri ini. Demokrasi justru sumber angkara murka yang tidak kunjung usai.

Harapan kesejahteraan, kemuliaan, dan keberkahan, hanya bisa diraih dengan menerapkan Islam secara kafah tanpa kecuali. Bukan semata karena secara historis penerapan Islam kafah melahirkan peradaban emas atau Islam kafah mampu memberi solusi terbaik bagi problem manusia, tetapi karena penerapannya adalah implementasi keimanan.

Allah Taala berfirman,

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raf: 96).

Wahai kaum muslim, tentu kita tidak ingin berlama-lama dalam kesengsaraan. Kita pasti menginginkan meraih kemuliaan dan kehidupan yang aman sentosa sesegera mungkin. Oleh karena itu, pilihannya adalah mencampakkan demokrasi sebagai biang kerusakan, kemudian mengadopsi Islam, aturan sempurna dari Sang Maha Sempurna. Wallahu a’lam[CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tulisan Terbaru

Badan Wakaf Al Qur'an