Oleh. Sapti Nur Hidayati
CemerlangMedia.Com — Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Maraknya berita perselingkuhan akhir-akhir ini membuat saya merenung dan bersyukur tepat di hari ulang tahun pernikahan yang ke-17. Rumah tangga yang kami bina masih harmonis dan berharap akan sampai nanti, saat usia kami sudah 70 tahun, 80 tahun atau bahkan 90 tahun, tergantung takdir usia yang Allah berikan kepada kami. Aamiin.
Menurut saya, banyaknya kasus perselingkuhan yang berujung pada perceraian adalah karena suami istri tidak saling terbuka terhadap pasangan masing-masing dan pembagian peran yang tidak seimbang di dalam keluarga. Faktor orang ketiga, ekonomi, dan kesenjangan penghasilan juga kerap sebagai pemicu perselisihan suami istri dalam rumah tangga.
Kali ini, saya akan mengilustrasikan dinamika interaksi suami istri di kehidupan keluarga kami, yang memungkinkan saya turut serta membangun finansial keluarga. Sebagai istri, selain mengurus rumah tangga, saya juga bekerja sebagai pendidik.
Mengapa saya sebagai wanita yang sudah menjadi istri tetap memilih bekerja? Ya, karena wanita juga memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi, wanita bisa menguatkan ekonomi keluarga dengan bekerja di lingkungan publik kemudian bisa memberikan manfaat dan peluang kepada saya untuk berkiprah secara luas di masyarakat dan negara dengan karya.
Berikut ini beberapa yang kami lakukan agar kehidupan rumah tangga kami tetap harmonis. Masing-masing punya peran dan tidak ada paksaan dalam menjalankannya. Silahkan cermati kalimat-kalimat saya berikut ini.
Istri kerja di kantor, suami mengurus anak di rumah, istri memasak di dapur, suami mencuci baju, suami mengepel lantai, istri melipat pakaian, suami memberi makan ternak, istri mengerjakan pekerjaan kantor, suami kerja di kantor, istri membersihkan dapur, suami belanja sayuran, istri yang memasak, suami menyiangi udang, istri membuat bumbu, istri menyapu halaman, suami membakar sampahnya. Fenomena seperti ini sering terjadi pada suami dan saya. Kami saling bekerja sama dan saling membantu mengerjakan urusan rumah tangga, sehingga setelah pekerjaan beres kami bisa bersantai bersama-sama.
Kami tidak mengikuti norma umum yang dianut oleh orang di desa bahwa ayah mencari nafkah dan ibu tinggal di rumah mengurusi rumah tangga. Kami, suami istri saling melengkapi bahkan faktanya kemudahan saya bekerja di luar rumah sebagai pendidik tidak lepas dari dukungan kuat suami.
Hal yang umum terjadi, seorang Istri mengorbankan karir atau kesempatan emas di hadapannya demi mendampingi sang suami namun tidak untuk kasus saya, suami banyak memprioritaskan pengembangan saya guna memanfaatkan peluang yang ada di hadapan saya. Suami tidak setuju istilah mengorbankan karir, suami lebih senang menggunakan istilah prioritas atau tergantung pada kesempatan atau peluang misalnya suami mendorong saya untuk mendaftar sebagai PNS Guru, bahkan beliau yang mengisi form pendaftaran dan mengurus semua persyaratannya, padahal saat itu saya sedang lahiran anak pertama kami yang qadarullah terlahir prematur.
Pokoknya saya taunya tinggal berangkat untuk mengikuti tes, dan alhamdulillah saya diterima. Ternyata beliau tidak hanya sekadar memberi kesempatan kepada saya untuk bisa bekerja di luar rumah, tetapi juga menunjukkan dukungan yang luar biasa sehingga saya dapat bekerja dengan nyaman.
Masih jelas di ingatan saya, beliau selalu siap sedia mengantarkan ke manapun saya ingin pergi karena urusan pekerjaan. Apabila saya terpaksa lembur di sekolahan, suami siap menjemput kapanpun saya akan pulang, akan tetapi karena suami juga mempunyai ikatan dinas, maka saya juga siap sewaktu-waktu suami tidak bisa menyediakan waktu untuk saya walaupun sekadar menjemput saya pulang, saya harus mampu mandiri, bisa ke mana-mana sendiri dan tidak merepotkan orang lain.
Pada dasarnya, kodrat sebagai wanita memang ada tiga, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Jadi selain ketiga hal tersebut bisa dikerjakan oleh seorang lelaki yang berstatus sebagai suami. Jadi tidak ada istilah suami takut istri ketika suami mau mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, mengepel, ataupun belanja sayuran ke pasar. Segala hal yang bisa dilakukan oleh suami bukan kodrat namanya.
Dengan adanya kolaborasi antar suami istri di dalam rumah tangga, maka hawa kehidupan di dalam rumah tangga akan terasa tenteram, damai, dan akan menular kepada pola pengasuhan terhadap anak. Anak-anak akan melihat teladan secara langsung, bagaimana bapak dan ibunya saling bahu-membahu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah. Harapannya, suatu saat nanti, anak bisa melakukannya seperti yang bapak ibunya lakukan. [CM/NA]
One thought on “Kolaborasi Pasutri”
Terdengar romantis 🤣🤣🤣