CemerlangMedia.Com, NASIONAL — Kasus dugaan pencurian data pribadi kembali terjadi. Kali ini, diduga sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian bocor dan diperjualbelikan. Hal itu terungkap lewat akun pegiat informatika Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron.
Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah (tirto.id, 8-7-2023).
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan melakukan klarifikasi kepada Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Imigrasi Kemenkumham) terkait dugaan bocornya data 34 juta warga Indonesia.
Bukan yang Pertama
Pengamat politik sekaligus aktivis muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah memberikan tanggapan bahwa kebocoran data pribadi bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya juga ada kebocoran data kepesertaan BPJS, data pengguna platform jual beli online.
Ustazah Iffah, begitu beliau disapa, mengungkapkan bahwa bocornya data artinya data tersebut bisa diakses dan diperjualbelikan oleh pihak yang tidak punya kepentingan, “Ini menggambarkan adanya kelemahan dan ketidakseriusan pemerintah untuk melindungi data diri warganya,” tegasnya kepada Tim Redaksi CemerlangMedia.Com pada Senin (10-7-2023)
Membahayakan Warga Negara
Ustazah Iffah memaparkan bahwa jika data itu diperjualbelikan atau dibuka ke publik, maka akan dimungkinkan ada pihak yang menyalahgunakan data tersebut untuk kepentingan ekonomi dan lain sebagainya yang bisa merugikan bahkan bisa membahayakan warna negara.
Butuh Kesungguhan Negara
Ustazah Iffah menjelaskan bahwa bukan perkara sulit bagi negara menggunakan teknologi yang dimiliki dan menciptakan sistem perlindungan keamanan data oleh negara. “Jika pemerintah bersungguh-sungguh, maka mestinya dikerahkan sumber biaya paling optimal, mengambil teknologi tertinggi, mengerahkan seluruh sumber daya manusia, ahli IT untuk menciptakan sistem perlindungan keamanan data yang dimungkinkan dilakukan oleh negara,” tegasnya.
Beliau menambahkan bahwa fakta sekarang data pribadi yang dimiliki komunitas terntu boleh jadi bisa dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan si pemilik data. Ini tidak bisa dibobol karena mereka mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menciptakan sistem anti pembobolan.
Peran Negara
Oleh karena itu, menurut Ustazah Iffah, sistem keamanan data ini tidak bisa dilakukan oleh pribadi atau kelompok. Jika negara menyatakan tidak sanggup menghadapi teknologi para pembobol seperti korporasi dan sebagainya, maka selayaknya negara tidak membuka peluang bagi pihak manapun untuk menggali data-data yang dimiliki oleh masyarakat. “Jika memang belum sanggup memberikan perlindungan pada warga, kenapa tidak di-stop saja berbagai platform online, kalau memang ingin menunjukkan keseriusan melindungi warga,” tegasnya. [CM/Vovi]
[CM/NA]