Oleh: Linggar Esty Hardini, S.Geo.
(Aktivis Muslimah Ngaglik, Sleman, DIY)
CemerlangMedia.Com — Pemerintah akan terus mendorong realisasi investasi di Pulau Rempang melalui pembangunan Rempang Eco City, meski ada penolakan pengambil-alihan lahan dari masyarakat setempat. Menurut Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, pengembangan Rempang melalui investasi akan menjadi mesin ekonomi baru (cnbcindonesia.com, 18-9-2023).
Penolakan dari masyarakat nyatanya tidak diindahkan oleh pemerintah. Pengembangan kawasan Rempang sebagai Program Strategis Nasional (PSN) akan tetap dijalankan. Ambisi terlaksananya PSN yang sudah diluncurkan sejak 12 April 2023 lalu tidak lepas dari lokasi geografis Rempang yang dipandang sangat strategis untuk menarik investasi asing. Pengembangan kawasan Rempang sebagai pusat investasi merupakan bagian dari pengembangan kawasan Batam—Bintan—Karimun yang dilalui jalur perdagangan bebas. Selain itu, dari pengembangan wilayah Rempang diklaim akan menyerap 306.000 tenaga kerja hingga 2080. Apakah membuka investasi asing di wilayah perbatasan akan mendatangkan keuntungan untuk negara dan masyarakat?
Pengembangan Wilayah Strategis
Liberalisasi perdagangan internasional saat ini sangat berpengaruh terhadap arah pengembangan wilayah terutama di wilayah perbatasan yang dilalui jalur perdagangan internasional. Kawasan Batam—Bintan—Karimun merupakan kawasan yang sangat strategis di tengah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Lokasinya berbatasan langsung dengan negara-negara di Asia Tenggara dan dilalui jalur perdagangan bebas. Kegiatan perdagangan bebas tersebut memungkinkan pertukaran barang dan jasa tanpa ada hambatan tarif, kuota, dan regulasi yang berlebihan. Bahkan ada pembatasan campur tangan pemerintah atau tidak ada sama sekali.
Untuk meningkatkan produktivitas serta inovasi ekonomi, maka dilakukan pengembangan pada wilayah-wilayah yang strategis termasuk Pulau Rempang. Oleh karena itu, dibukalah keran investasi Asing untuk pengembangan wilayah Pulau Rempang. Saat ini, investasi yang masuk dalam pengembangan Rempang Eco City berasal dari Cina yang salah satunya berkomitmen membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai UD$11,5 miliar. Hingga saat ini, tahap pengembangan Kawasan Rempang Eco City sampai pada tahap pengosongan pulau dengan melakukan relokasi terhadap masyarakat. Meskipun mendapat banyak penolakan, pemerintah akan tetap melakukan relokasi dan mengultimatum tenggang waktu pengosongan pulau pada 28 September 2023. Terlihat bahwa ambisi pemerintah dalam pengembangan Kawasan Rempang Eco City ini sangatlah besar atas nama kemajuan ekonomi dan masyarakat, benarkah begitu?
Konflik sosial hingga saat ini belum juga kunjung selesai. Namun, kawasan Rempang terlanjur menjadi incaran kapitalis dengan dukungan penuh pemerintah. Perlu diingat bahwa dalam perdagangan bebas, kepemilikan dan pengaturan sumber daya bebas untuk semua pihak, serta dalam sistem perekonomiannya terbagi antara kelas pekerja dan pemodal. Investor asing akan lebih memiliki hak khusus di kawasan pengembangan karena berperan sebagai pemodal. Meskipun pemerintah berusaha menggambarkan bahwa investasi asing merupakan kebutuhan ekonomi untuk mengembangkan pasar sekaligus solusi lapangan pekerjaan. Namun, sayangnya, pengembangan wilayah yang berbasis pada investasi asing tidak ada kaitannya dengan penyelesaian problem ekonomi kawasan pengembangan. Justru hanya akan menancapkan dominasi kapitalis atas sumber daya maupun potensi lokasi strategis Pulau Rempang. Sangatlah miris, lokasi perbatasan yang strategis justru pengembangan wilayahnya di kelola dan didominasi asing.
Modal Ada, Kenapa Harus Asing?
Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat potensial, seharusnya pemerintah dapat mengembangkan setiap wilayah dengan modal dalam negeri. Sayangnya, di dalam sistem kapitalisme, sumber daya alam dapat dimiliki oleh individu. Hal tersebut membuat kekayaan sumber daya alam didominasi oleh para pemilik modal saja. Sedangkan bagi yang tidak memiliki modal hanya dapat berperan sebagai pekerja bahkan tidak bisa ikut menikmati kekayaan alam, kalau pun bisa, tidaklah dapat diperoleh dengan gratis dan tak jarang justru harus membayar mahal.
Dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah dalam mengelola kekayaan alam dan perkembangan teknologi, negara seharusnya dapat menghitung neraca sumber daya alamnya. Mengelola secara mandiri dengan mempertimbangkan daya dukung berbasis ekoregion untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan sehingga tidak merusak lingkungan. Setelah itu, pemerintah memberikan manfaat kepada masyarakat dari hasil pengelolaan kekayaan alam tersebut. Namun, saat ini yang terjadi sebaliknya, pengelolaan banyak diserahkan kepada para kapitalis pemilik modal, pemerintah memberikan karpet merah bagi para investor asing, bahkan minim kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
IPM Wilayah Perbatasan
Melalui laman resmi Badan Organisasi Sekretariat Daerah Kota Batam disampaikan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Batam pada 2023 mencapai 81,67. Nilai tersebut lebih tinggi dari IPM secara nasional. Namun, nyatanya angka tersebut tidak mencerminkan kondisi kualitas sumber daya manusianya. Sebagai contoh, dipertegas dengan tanggapan mengenai kekhawatiran terbukanya lapangan pekerjaan yang diklaim sebagai dampak positif justru diisi oleh para tenaga kerja asing (TKA). Tanggapan tersebut muncul dari bakal calon presiden yang diusung PDI Perjuangan (PDI-P) Ganjar Pranowo menceritakan pengalamannya saat menghadapi masalah tenaga kerja asing (TKA) Cina di Jawa Tengah ketika ia menjabat sebagai gubernur, ia mengaku siap mengusir TKA Cina ketika warga Jawa Tengah protes atas kehadiran mereka, tetapi ia bertanya kembali kepada warga, siapa yang bisa menggantikan TKA Cina (kompas.com, 18-9-2023).
Dari pernyataan tersebut, secara tersirat pemerintah sadar bahwa sumber daya manusia dalam negeri masih belum bisa bersaing dan memenuhi kualifikasi untuk berperan dalam pembangunan wilayah. IPM hanya dihitung berdasarkan keterjangkauan pendidikan dan kesehatan, tetapi tidak dilihat produk kualitas manusia hasil dari sistem pendidikannya. Maka tidak heran apabila investor tidak hanya akan memberikan modal dan teknologi, tetapi juga akan membawa tenaga kerja asing (TKA).
Adapun kemungkinan untuk tenaga kerja yang terserap akan menempati bagian pekerja yang notabene sebagai buruh saja atau tidak menduduki posisi yang berpengaruh. Kondisi ini sangat disayangkan, karena seharusnya pemerintah lebih mengutamakan pembangunan manusia yang berkualitas dengan melihat produk dari sistem pendidikannya. Terlebih lagi pada masyarakat Pulau Rempang, di mana lokasi mereka tinggal berada di wilayah perbatasan yang strategis. Pemerintah seharusnya lebih serius dalam memberikan pemahaman bawa mereka merupakan masyarakat perbatasan yang harus memiliki mental tangguh dan cerdas untuk dapat mengelola dan menjaga area perbatasan. Namun, yang terjadi saat ini justru pembodohan secara sistematis bahkan penggusuran terhadap masyarakat dan memberikan karpet merah untuk negara lain.
Sikap Islam di Wilayah Perbatasan
Sudah sangat jelas, bahwa kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis. Untuk itu maka kawasan tersebut harus dikelola dengan mandiri oleh negara. Investasi asing bukanlah solusi dari krisis ekonomi bahkan tidak ada kaitannya. Investasi Asing yang lahir dari regulasi perdagangan bebas hanya tipu daya para kapitalis untuk mendominasi kekayaan alam di berbagai negara serta menghilangkan batas atau penghalang demarkasi yang ditetapkan negara untuk melindungi kekayaan alam di dalam negerinya. Menciptakan perputaran mesin ekonomi dan mengesampingkan masyarakat kecil dan lingkungan. Begitulah cara para kapitalis mencapai tujuannya, yaitu materi.
Berbeda dengan Islam, kepemilikan sumber daya alam merupakan kepemilikan publik dan tidak dapat dimiliki secara individu. Pengelolaannya akan berdasar pada tuntunan wahyu Allah Swt. dengan memastikan bahwa orang-orang yang terlibat merupakan orang-orang yang taat, melihat risiko secara lingkungan untuk memastikan pengembangan wilayah yang berkelanjutan serta mengedepankan kepentingan masyarakat.
Maka jelas untuk melindungi kekayaan dalam negeri, seorang pemimpin negeri, yaitu khalifah pasti tidak akan membuka investasi asing kafir. Sebab, investasi asing kafir akan memperkuat cengkeramannya terhadap kaum muslimin. Semua perkara yang menyebabkan adanya cengkeraman dominasi kafir terhadap kaum muslim haram secara syar’i, berdasarkan firman Allah Swt.,
“….. dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir (untuk mengalahkan) orang-orang yang beriman.” (QS An-Nissa’ [4]: 141).
Baik dilakukan oleh penguasa yang mempersilahkan bangsa kafir di tengah masyarakat muslim melalui kekuatan militer, maupun dukungan mayoritas dengan dalih demokrasi. Diharamkan juga bagi seorang muslim mendukung keinginan penguasa tersebut, baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan.
Sabda Rasulullah saw. dalam riwayat Imam Ahmad dari Khanbab bin Al-Arts,
“Saya duduk di depan pintu Rasulullah menunggu beliau keluar untuk menunaikan salat Zuhur. Ketika beliau keluar menemani kami, seraya bersabda: “Dengarkanlah!” kami pun menjawab: “kami mendengar”, Beliau bersabda lagi: ”Sungguh akan ada para penguasa yang menguasai kalian, maka janganlah kalian menolong mereka dalam kezaliman mereka dan janganlah membenarkan kedustaan mereka, sebab barang siapa menolong mereka dalam kezaliman mereka dan membenarkan kedustaan mereka niscaya ia tidak akan pernah masuk telaga Al-Haudl (syurga).”
Maka dalam sistem pemerintahan Islam, negara tidak akan membiarkan kaum asing menancapkan cengkeramannya di negeri Islam. Terlebih lagi di kawasan perbatasan yang justru merupakan gerbang dengan negara asing, tentu pengelolaannya tidak seperti kawasan lain. Seorang pemikir Islam, ahli peradaban dan pendidikan Islam yang dikenal tulisannya dalam memotret sejarah generasi Shalahuddin, Dr. Majid Irsan Al Kilani mengatakan,
“Islam menuntut masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan perbatasan tersebut agar hidup sesuai dengan karakteristik-karakteristik iman tertentu. Jika mereka menyimpang dari arahan karakteristik tersebut, maka Allah Swt. akan menghancurkannya dengan mengirim manusia yang kuat sehingga bergerak bebas di sekitar rumah-rumah mereka dan meluluh-lantahkan seluruh sarana-prasarana dan aktivitas duniawi yang selama ini membuat mereka lalai dari risalah-Nya.”
Begitulah pentingnya kawasan perbatasan dalam Islam karena kawasan perbatasan merupakan kawasan pergesekan dengan kawasan luar yaitu dermaga-dermaga yang berfungsi untuk basis penyebaran peradaban ketika di puncak kekuatan dan tempat penyeberangan musuh asing ketika sedang lengah. Jadi tidak hanya berputar pada urusan ekonomi materi, tetapi bagaimana melindungi umat muslim dari pemikiran dan cengkeraman asing kafir. Maka pembangunan harus dimulai dari masyarakat yang berlandaskan pada syariat Allah Swt., penguasa yang mampu mengakomodir untuk mencetak manusia tanpa batas dengan keimanan yang teguh, berkesadaran ruang, dan mampu merespon dengan baik pergerakan yang ada di perbatasan. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]