BLT dan Magang Nasional: Ilusi Solusi di Tengah Krisis

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Widhy Lutfiah Marha

Kesejahteraan sejati tidak lahir dari bantuan tunai atau magang sesaat, tetapi dari sistem yang menempatkan manusia sebagai subjek kehidupan, bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi. Hanya Islam yang mampu mewujudkan tatanan seperti itu. Sistem yang menyatukan moral, keadilan, dan kesejahteraan dalam satu napas kehidupan.

CemerlangMedia.Com — Rakyat butuh pekerjaan tetap, bukan janji magang. Butuh kestabilan ekonomi, bukan sekadar bantuan tunai yang cepat habis. Akan tetapi, entah kenapa, setiap kali masalah ekonomi muncul, pemerintah justru kembali dengan resep lama, BLT dan program magang.

Di akhir 2025 ini, pemerintah kembali menggulirkan stimulus ekonomi besar-besaran. Sebesar Rp30 triliun dialokasikan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi 35.046.783 keluarga penerima manfaat (KPM) selama Oktober hingga Desember. Di waktu yang bersamaan, diluncurkan pula Program Magang Nasional bagi 100 ribu fresh graduate di bulan Oktober dan November 2025 (antaranews.com, 17-10-2025).

Sekilas, dua program ini tampak menjanjikan, yaitu membantu daya beli masyarakat sekaligus memberi kesempatan kerja bagi lulusan baru. Namun jika dicermati, keduanya hanyalah solusi instan yang tidak menyentuh akar persoalan kemiskinan dan pengangguran yang menahun di negeri ini.

Stimulus Tambal Sulam

Stimulus ekonomi berupa BLT dan magang nasional memang dikemas sebagai bagian dari program percepatan (quick wins). Tujuannya sederhana, menunjukkan hasil cepat dan manfaat nyata di masyarakat. Sayangnya, program seperti ini sering kali hanya berorientasi pada angka dan pencitraan, bukan perubahan struktural yang mendalam.

BLT, misalnya, hanya memberi napas sementara bagi keluarga miskin. Uang tunai yang diterima mungkin bisa menutupi kebutuhan beberapa minggu, tetapi setelah itu roda kemiskinan berputar lagi karena akar persoalan, seperti rendahnya pendapatan, mahalnya harga kebutuhan pokok, dan terbatasnya lapangan kerja tidak kunjung diselesaikan.

Begitu pula dengan program magang nasional. Walaupun memberi peluang pengalaman kerja bagi lulusan baru, sifatnya hanya sementara. Tidak ada jaminan mereka akan diangkat menjadi karyawan tetap atau mendapatkan penghasilan layak setelah program berakhir. Di sisi lain, banyak perusahaan justru diuntungkan karena mendapatkan tenaga kerja murah dalam balutan “pelatihan kerja.”

Pada akhirnya, kedua kebijakan ini memperlihatkan wajah khas sistem kapitalisme sekuler yang pragmatis. Fokusnya pada solusi jangka pendek, bukan perombakan sistemik. Pemerintah tampak sibuk menambal ekonomi agar terlihat stabil, padahal ketimpangan sosial dan kemiskinan tetap bertahan di akar terdalamnya.

Solusi Paradigma Islam

Masalah kemiskinan dan pengangguran tidak bisa diselesaikan dengan bantuan tunai atau magang sesaat. Keduanya hanya efek dari sistem ekonomi yang keliru. Solusi sejati justru ada pada perubahan paradigma, yakni dengan menjadikan syariat Islam sebagai dasar politik dan ekonomi negara.

Dalam pandangan Islam, negara bukanlah sekadar fasilitator ekonomi, tetapi pelayan masyarakat (raa’in) yang wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ini bukan bentuk belas kasihan, melainkan tanggung jawab politik yang melekat pada fungsi negara.

Sementara dalam aspek ekonomi, Islam menempatkan negara sebagai pengelola amanah kekayaan umat. Sumber daya alam, energi, air, dan tambang adalah harta milik umum (milkiyyah ‘ammah) yang tidak boleh dikuasai segelintir korporasi atau individu. Negara berkewajiban mengelolanya dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat secara langsung.

Dengan sistem ini, kebutuhan masyarakat tidak bergantung pada bantuan sementara seperti BLT. Dana publik berasal dari pengelolaan kekayaan milik umum, bukan dari pajak berlebih atau utang luar negeri. Distribusi kekayaan pun berjalan adil karena negara memastikan setiap individu memperoleh hak hidupnya tanpa diskriminasi.

Sistem ekonomi Islam juga mendorong terbentuknya iklim kerja produktif, bukan eksploitasi. Negara membuka ruang seluas-luasnya bagi rakyat untuk bekerja, berusaha, dan berinovasi dengan dukungan kebijakan yang berpihak, bukan kebijakan tambal sulam.

Inilah perbedaan paling mendasar. Dalam Islam, kemakmuran bukan diukur dari banyaknya bantuan yang dibagikan, tetapi dari berkurangnya kemiskinan secara nyata dan sistemik. Negara tidak menunggu rakyat meminta tolong, tetapi aktif memastikan tidak satu pun warganya hidup dalam kesulitan.

Sekilas memang, BLT dan magang nasional mungkin bisa membantu sementara, tetapi bukan jawaban bagi persoalan ekonomi yang berakar dalam sistem. Selama paradigma kapitalisme sekuler tetap dipertahankan, maka negara hanya sebagai fasilitator, bukan penjamin. Kebijakan apa pun akan berputar di lingkaran yang sama, instan, pragmatis, dan tanpa arah perubahan.

Jadi, yang dibutuhkan bangsa ini bukan sekadar “program cepat” untuk menenangkan situasi, melainkan sistem ekonomi dan politik yang adil, menyeluruh, dan berpihak pada rakyat. Paradigma Islam menawarkan itu. Negara yang benar-benar melayani, mengelola kekayaan untuk rakyat, dan memastikan keadilan ekonomi berjalan nyata.

Khatimah

Kesejahteraan sejati tidak lahir dari bantuan tunai atau magang sesaat, tetapi dari sistem yang menempatkan manusia sebagai subjek kehidupan, bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi. Hanya Islam yang mampu mewujudkan tatanan seperti itu. Sistem yang menyatukan moral, keadilan, dan kesejahteraan dalam satu napas kehidupan. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/Na]

Views: 3

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *