Penulis: Yulweri Vovi Safitria
Managing Editor CemerlangMedia.Com
Pemanfaatan teknologi yang berlandaskan syariat Islam akan mampu menjaga masyarakat dari penggunaan teknologi yang berlebihan. Sebab, akidah Islam yang menjadi landasan individu, bermasyarakat, dan bernegara akan menjadi benteng agar seseorang selalu terikat pada halal-haram dalam melakukan aktivitas.
CemerlangMedia.Com — Konsumsi konten online secara berlebihan dan tanpa tujuan membawa dampak negatif bagi kesehatan otak. Bahkan, aktivitas tersebut dapat menyebabkan pembusukan otak atau brain rot.
Ibarat mengonsumsi junk food, konten receh pun tidak sehat. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Andreana Benitez, profesor asosiasi di Departemen Neurologi di Medical University of South Carolina, AS (Kompas.com, 11-6-2025).
Begitu pula dengan fenomena AI atau kecerdasan buatan yang belakangan ini makin ramai diperbincangkan. Meskipun menawarkan inovasi luar biasa, tetapi ternyata pemanfaatan AI secara berlebihan membawa dampak yang signifikan bagi manusia.
Ancaman Serius
Pembusukan otak merupakan makna tersirat dari melemahnya daya pikir, menurunnya konsentrasi, gangguan memori, bahkan depresi. Tentunya kondisi ini membawa dampak negatif bagi kesehatan. Terlebih lagi, fenomena brain rot mengancam generasi muda hari ini yang begitu dekat dengan teknologi.
Ya, dewasa ini, perkembangan teknologi makin masif. Media sosial sebagai produk teknologi menawarkan berbagai konten, mulai dari hal remeh temeh hingga konten humor unfaedah sangat mudah diakses. Bahkan, algoritma media sosial pun diatur sedemikian rupa agar banyak yang menikmati konten tersebut.
Konten-konten receh tidak lagi sekadar hiburan, tetapi menjadi kebutuhan. Ironisnya lagi, tontonan tersebut seolah menjadi tuntunan. Jika hal ini dibiarkan, tentu sangat membahayakan generasi karena terus-menerus terpapar racun yang merusak kemampuan berpikir mereka.
Generasi yang seharusnya berpikir cemerlang, tidak bisa lagi berkonsentrasi. Mereka terus disibukkan oleh hal-hal yang tidak bermanfaat. Alhasil, umat makin mengalami kemunduran, padahal perubahan peradaban ada di pundak generasi muda hari ini.
Begitu pula dengan fenomena AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan, juga turut andil menurunkan kreativitas dan taraf berpikir manusia. Mereka dididik serba instan tanpa perlu bersusah payah untuk menghasilkan sebuah karya. Bahkan, bagi sebagian orang, AI menjadi andalan dalam pembuatan makalah, naskah, dan lain sebagainya.
Tentu tidak ada yang salah dengan pemanfaatan teknologi, apalagi jika digunakan untuk kebaikan. Akan tetapi, yang perlu diketahui, penggunaan teknologi secara berlebihan bisa menyebabkan distraksi pada otak manusia. Kemampuan taraf berpikir menurun karena timbulnya sikap ketergantungan yang berlebihan terhadap teknologi.
Bukan hanya itu, seseorang juga tidak mampu menyelesaikan masalah, kemampuan analisisnya menurun sehingga tidak mampu berpikir kritis. Lebih parahnya lagi, seseorang tidak mampu membuat keputusan secara mandiri.
Kondisi ini seolah releate dengan laporan McKinsey yang menyebutkan bahwa AI berpotensi menghilangkan hingga 800 juta pekerjaan global pada 2030 mendatang, mengingat adopsi yang berlebihan terhadap teknologi (tirto.id, 8—4-2025). Oleh karena itu, betapa pentingnya pemanfaatan teknologi secara bijak dan sesuai kebutuhan.
Racun Kapitalisme
Fenomena ini sejatinya terjadi akibat sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang berorientasi pada materi dan kebebasan ini sengaja diciptakan untuk merusak generasi muslim. Tidak terkecuali adopsi teknologi, pun menjadi ladang meraup materi bagi para kapitalis.
Sebagaimana diketahui, Barat dengan segala kemajuannya menuntut manusia mengikuti perkembangan teknologi. Masyarakat pun seolah dipaksa dalam penggunaan teknologi, seperti penggunaan teknologi pertanian tanpa sosialisasi yang cukup, sistem presensi digital, e-commerce, dan lain-lain. Ketika adopsi teknologi tidak memperhatikan kondisi sosial dan budaya, maka akan membawa dampak buruk bagi masyarakat.
Begitu pula penggunaan media sosial yang berlebihan pada remaja. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan sehingga mengurangi interaksi sosial secara langsung, kerusakan mata, dan lebih parahnya adalah brain rot.
Ketergantungan terhadap teknologi tidak hanya terjadi pada remaja, tetapi juga pada orang tua. Fenomena istri dan suami yang asyik dengan gawainya adalah pemandangan yang sering kali tampak di sebagian masyarakat. Tidak ada lagi waktu berkualitas ataupun sekadar bercerita dengan pasangan.
Tanpa disadari, pemanfaatan teknologi telah melahirkan suasana individualisme, egoisme, hedonisme, bahkan flexing. Terlepas dari apa pun alasannya, pemanfaatan teknologi —media sosial secara berlebihan bisa menjadi pemicu rusaknya hubungan dalam rumah tangga.
Pandangan Islam terhadap Teknologi
Menurut pandangan Islam, pemanfaatan teknologi sah-sah saja. Namun, adopsi teknologi hanyalah bersifat pilihan sesuai kebutuhan, bukan paksaan ataupun pengarusan. Apabila teknologi menimbulkan kerugian, maka syariat sangat melarangnya.
Dalam Islam, perkembangan dan pemanfaatan teknologi adalah untuk mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia, menjaga negara dari penjajahan, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok warga. Oleh karenanya, pemanfaatan teknologi haruslah di bawah pengawasan negara.
Negara juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan teknologi, riset, manufaktur untuk kemajuan sehingga kesejahteraan rakyat bisa terwujud. Bukan hanya itu, negara juga melakukan filter terhadap konten-konten yang beredar dan memastikan bahwa konten tersebut mampu meningkat kualitas hidup dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman,
“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).” (QS Al-Anbiya: 80).
Khatimah
Pemanfaatan teknologi yang berlandaskan syariat Islam akan mampu menjaga masyarakat dari penggunaan teknologi yang berlebihan. Sebab, akidah Islam yang menjadi landasan individu, bermasyarakat, dan bernegara akan menjadi benteng agar seseorang selalu terikat pada halal-haram dalam melakukan aktivitas.
Di bawah pengawasan negara yang menerapkan Islam secara kafah, kemajuan teknologi akan membuat hidup masyarakat berkualitas, baik pekerjaan, dakwah, maupun ibadahnya. Umat tidak hanya cerdas dan kritis secara intelektual, tetapi juga memiliki ketakwaan yang paripurna.
Perlu pula dipahami, kecerdasan buatan adalah produk manusia. Terkait hal ini, tentunya manusia lebih cerdas dan memiliki potensi dari teknologi itu sendiri. Oleh karena itu, sudah sepatutnya umat menggali dan memanfaatkan potensi yang ia miliki tanpa bergantung kepada yang lain, kecuali kepada Allah Taala. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/Na]