Oleh: Irsad Syamsul Ainun
(Creative Design CemerlangMedia.Com, Pendidik, dan Pegiat Literasi)
CemerlangMedia.Com — Kehormatan dan kemuliaan merupakan hak dan kewajiban mutlak yang diberikan Allah Swt. kepada setiap hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan. Kodrat yang menyelaraskan terkait kedudukan laki-laki dan perempuan yang sama ini menjadi penobat bahwa tidak ada perbedaan dalam memperlakukan keduanya, baik dalam bidang ilmu, sosial, maupun agama.
Terkait dengan gerakan feminisme yang mendobrak gerbang pertahanan perempuan dengan semboyan perempuan adalah makhluk yang harus disetarakan dengan kaum pria, hingga kini justru meninggalkan tanda tanya besar. Apakah perempuan yang berjuang untuk setara dengan laki-laki terbukti mampu sejahtera? Faktanya hari ini, perempuan lebih banyak teraniaya, tertindas, bahkan terbunuh akibat tidak adanya perlindungan hakiki, baik dari individu, masyarakat, maupun negara.
Laporan dari Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan melaporkan bahwa sejak 2001 hingga 2021 tercatat dari 2,5 juta kekerasan berbasis gender. Kekerasan terhadap istri sebanyak 484.993 kasus (Kompas.com, 26-11-2023).
Jumlah di atas belum ditambah dengan korban pelecehan, pembunuhan, baik yang terjadi pada anak-anak, remaja, maupun dewasa. Untuk mencegah hal ini, cukupkah dengan sekadar menghadirkan lembaga HAM dan juga perlindungan terhadap anak dan perempuan?
Apakah himbauan, serta memberikan pelatihan kerja kepada kaum perempuan mampu menciptakan kesejahteraan dan juga perlindungan terhadap kehormatan dan juga keselamatan bagi kaum perempuan hari ini?
Sekuler-Feminisme Terbukti Gagal Melindungi Perempuan
Tatanan kehidupan yang menjauhkan agama dari seluruh aspek kehidupan manusia telah gagal menciptakan rasa aman dan damai di tengah-tengah umat, terlebih lagi bagi kaum perempuan. Hadirnya sistem sekularisme menjadikan perempuan kehilangan fitrah untuk menjaga kemuliaan dirinya, baik itu dengan memakai pakaian sebagai identitas kemuslimahannya, maupun hilangnya peran sebagai rahim kehidupan.
Tak dapat dimungkiri, sistem ini telah menjerumuskan perempuan dari predikat sebaik-baik perhiasan menjadi perempuan yang kehilangan harga dirinya. Perempuan hari ini terjajah, baik secara mental maupun fisiknya sehingga ia tak punya daya untuk membuat dirinya bangkit dari penjajahan pemikiran Barat. Ditambah pula dengan gelar wanita karier sehingga ia tak lagi peduli dengan pengetahuan agama sebagai benteng untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq.
Perempuan hari ini disetting pemikirannya sedemikian rupa agar mampu berdiri di atas kedua kakinya, meskipun secara kodrati bertentangan dengan aturan Allah Swt.. Perempuan digiring untuk sibuk dengan mengumpulkan materi sebanyak mungkin untuk kebahagiaan duniawi.
Gerakan-gearakan feminisme pun makin mengudara. Hal ini menjadikan kaum perempuan makin jauh dari tatanan kehidupan yang mengedepankan agama sebagai tolok ukur untuk berbuat. Apakah hal itu sesuai dengan fitrah penciptaannya atau bertentangan.
Islam Terbukti Menyejahterakan Perempuan
Hadirnya Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang bersifat global terbukti mampu membuat perempuan mulia. Sebagaimana yang pernah terjadi di zaman sebelum adanya Islam, perempuan hanyalah makhluk kelas dua yang kedudukannya tak lebih tinggi dari barang dagangan.
Perempuan kala itu dijadikan sebagai ladang lebih dari satu orang pria. Bahkan bisa diperjualbelikan layaknya barang dagangan. Namun, ketika Islam datang, maka perempuan secara paripurna mampu sejajar dengan kaum laki-laki. Bahkan atas kemuliaannya ia mendapat tiga kali pengulangan kehormatan daripada kaum laki-laki.
Dari Abu Hurairah ra. menuturkan,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
“Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw., lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rasulullah menjawab, Ibumu! Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, Ibumu! Orang tersebut bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, ‘Ibumu! Pemuda ini bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Nabi menjawab, lalu kemudian ayahmu!” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi menegaskan bahwa hadis tersebut menjadi penunjuk betapa kecintaan terhadap seorang perempuan begitu tingginya. Sampai-sampai terdapat tiga kali pengulangan bakti kepadanya. Betapa mulianya perempuan di dalam Islam.
Di sisi lain, banyak tokoh penakluk dalam Islam yang terbukti mampu terlahir dari rahim-rahim perempuan mulia, bukan atas dasar bergelimangan materi dunia. Akan tetapi, bekal ketaatan serta kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadikan rahim mereka dikaruniai anak-anak yang berbakti.
Di antaranya ada Uwais Al-Qarni yang diberi julukan dengan ‘manusia tidak terkenal di bumi, tetapi terkenal di langit’. Muhammad Al-Fatih, tokoh penakluk Konstantinopel. Kemudian ada Imam Syafi’i yang sampai hari ini karya-karyanya masih menghiasi seluruh rumah para ulama sebagai rujukan pemahaman Islam.
Bandingkan pula dengan generasi hari ini. Kebanyakan dari anak muda rusak, bahkan kehilangan kehormatan di usia yang masih belia akibat dari rapuhnya pertahanan keluarga, individu, dan negara yang terlalu abai terhadap tugasnya dalam menciptakan kesejahteraan dan perlindungan terhadap perempuan. Potret ini akan terus berjalan selama umat masih setia dengan sistem yang notabene lebih banyak menjanjikan angan-angan kesejahteraan daripada perwujudannya. Masihkan umat ini tetap pada sistem yang telah merusak rahim kehidupan?
Maka mengembalikan sistem Islam adalah satu-satunya jawaban yang harus terealisasi dengan menancapkan kehidupan Islam rahmatan lil ‘alaamin di bawah kepemimpinan khalifah. Waallahu’alam bissawab. [CM/NA]